Hari-hari ini keyakinan akan tidak adanya perbedaan antara wanita dan pria telah menjadi begitu jelas sehingga beberapa orang berani memproklamirkan hal itu dengan penuh keyakinan. Anak laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang sangat mencolok. Pria dan wanita pun sangat berbeda – dalam cara-cara yang mendasar dan mendalam.
Perbedaan ini menjadi tantangan di semua area kehidupan lebih jelas daripada hubungan seksual. Baru-baru ini saya membaca beberapa saran tentang perbedaan itu yang ingin saya bagikan dengan Anda.
Bagaimana membuat wanita terkesan: menjamunya, memeluknya, medukungnya, memberikan kejutan kepadanya, memujinya, tersenyum kepadanya, mendengarkannya, tertawa dengannya, menangis dengannya, bersikap romantis, memberikan semangat kepadanya, percaya kepadanya, berdoa bersamanya, berdoa untuknya, berbelanja dengannya, membelikannya perhiasan, menggenggam tangannya, menulis surat cinta kepadanya, pergi ke ujung dunia dan kembali lagi hanya untuk dia.
Bagaimana membuat pria terkesan: muncul dengan telanjang, membawa sayap ayam, jangan menghalangi televisi.
Tentu saja ini hanya lelucon, namun terkandung kebenaran di dalamnya. Daftar ini menggambarkan kenyataan bahwa pria dan wanita sangat berbeda dalam hal seksualitas mereka.
Seks dirancang oleh Pencipta kita untuk menjadi berkat yang luar biasa dalam hubungan pernikahan, tetapi juga bisa menjadi sumber ketegangan yang besar. Banyak orang yang menikah karena seks; dan banyak yang bercerai karena alasan yang sama.
Tantangan yang dihadapi suami istri, seperti yang digambarkan di atas, pria dan wanita memiliki kebutuhan seksual yang berbeda. Kita berbeda dalam sifat, intensitas dan waktu. Sepanjang pernikahan, kebutuhan seksual kita akan naik dan turun. Jarang sekali kebutuhan ini singkron dengan kondisi pasangan. Oleh karena itu, pasangan akan menghindari banyaknya energi yang terbuang dan frustrasi dengan memahami sedikit mengenai hal ini, dan jika memungkinkan, suami dan istri memiliki kebutuhan seksual yang sama.
Contoh umum kami mengenai hal ini adalah fakta bahwa puncak seksual pria berada di akhir umur belasan dan awal dua puluhan. Wanita, bagaimanapun juga, cenderung mencapai puncak seksual mereka di usia tiga puluhan akhir atau empat puluhan awal. (Kenapa Tuhan merancang perbedaan ini? Mungkin agar kita memiliki beberapa tahun untuk berkarya secara nyata).
Pria dirangsang secara visual – mereka ingin “melihat” istri mereka. Wanita lebih terangsang ketika kebutuhan emosional mereka telah dipenuhi. Tidak berarti wanita buta terhadap tubuh suami mereka; namun wanita tidak terlalu berorientasi secara visual. Hal ini seringkali menimbulkan masalah di tempat tidur.
Terdapat perbedaan lainnya. Pria mudah terangsang. Pria tidak membutuhkan banyak pemanasan, atau bahkan pemikiran, untuk siap berhubungan seks. Namun bagi wanita, untuk siap berhubungan seks terjadi secara bertahap.
Seorang pria dapat memilah-milah pengalaman seksual. Pria dapat memblokir informasi apapun yang masuk maupun keluar dari pikirannya. Pria bisa saja menghadapi hari yang buruk dalam hidupnya dan diberitahu bahwa besok adalah hari kiamat, namun ia masih dapat menikmati seks hari ini. Karena bagi pria, seks hanyalah salah satu bagian terpisah dari hidupnya. Namun tidak bagi wanita. Wanita secara alami bersifat tertutup. Apapun yang terjadi dalam hidupnya akan mempengaruhinya secara seksual. Apa yang dikatakan suaminya saat pamit pergi kerja di pagi hari, interaksinya dengan anak-anak atau orangtuanya sepanjang hari, dan kondisi keuangan keluarga secara keseluruhan akan berpengaruh terhadap responnya menghadapi seksualitas.
Perbedaan lainnya adalah: bagi seorang pria, seks merupakan kebutuhan primer. Bagi seorang wanita, seks adalah kebutuhan sekunder yang terbaik. Dalam sebuah penelitian yang melibatkan pria dan wanita, saat ditanyakan seberapa pentingnya seks bagi mereka, maka di antara kaum pria, seks rata-rata akan masuk dalam urutan 1, 2 atau 3. Sedangkan wanita rata-rata menempatkan seks di urutan ke-13, setelah ‘berkebun bersama’ yang masuk dalam urutan 12. Hal itu memang benar, dalam hirarki wanita mengenai hal-hal yang harus dilakukan bersama suaminya, seks mengambil tempat terakhir.
Terdapat banyak perbedaan lainnya. Namun yang saya sebutkan di atas sudah cukup untuk menyimpulkan: pria dan wanita berbeda secara sifat dan kebutuhan saat tiba pada topik seks.
Jangan Dasarkan Seks Pada Saling Menginginkan
Dengan perbedaan yang luas dalam prioritas, intensitas dan waktu, sangatlah jelas bahwa kita harus mendasarkan pemenuhan seksualitas kita pada sesuatu yang lebih dari saling menginginkan. Jika kita selalu menunggu pasangan kita untuk memiliki kebutuhan seks yang sama di waktu yang sama, kita akan menghabiskan banyak waktu untuk menunggu. Sangat jarang kita berhasrat melakukan hubungan seksual di waktu yang sama.
Untuk alasan itu, harus ada semangat hamba dalam hubungan pernikahan. Ini bukanlah rahasia surga. Seks adalah ide Tuhan. Adam dan Hawa diciptakan untuk pemenuhan seksual manusia. Manusia seharusnya mencapai kepuasan dalam seks, karena Tuhan menciptakan mereka untuk melayani-Nya dan melayani satu sama lain. Mereka saling menolong di Taman Eden
Namun mereka melakukan dosa dan kehilangan surga pernikahan mereka. Apakah Anda ingat salah satu respon pertama mereka saat dosa datang ke dalam hubungan mereka adalah menutupi diri mereka dengan daun ara? Seksualitas mereka dipisahkan, terpisah satu sama lain, saat mereka melakukan dosa, karena esensi dari dosa manusia adalah menolak untuk melayani Tuhan dan sesama.
Pelayan Hidup Untuk Melayani
Dosa telah membuat melayani satu sama lain terlihat lebih kompleks dari yang seharusnya. Hal itu terbukti ketika seorang anak muda menguji Yesus dengan bertanya, "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" (lihat: Matius 22:36).
Yesus menjawab: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Matius 22:37-40).
Dua perintah terutama adalah tanggap terhadap kebutuhan terbesar manusia – untuk melayani Tuhan dan melayani orang lain. Melayani orang lain adalah esensi dari alasan kenapa kita diciptakan. Itulah sebabnya kenapa banyak pelayan yang lebih bahagia daripada tuannya – mereka hidup untuk menyenangkan orang lain, bukan untuk menyenangkan diri mereka sendiri. Inilah cara manusia dirancang. Itulah sebabnya kenapa pegawai pemerintah – dari polisi sampai presiden – disebut pelayan masyarakat. Itulah sebabnya pemilik bisnis yang sukses bukan hanya karena kerja keras tetapi dengan memastikan bahwa bisnis mereka melayani kebutuhan klien mereka.
Jika tujuan Anda adalah untuk menyenangkan orang lain, Anda bisa melakukannya sepanjang hari dan berhasil dalam hal itu. Tetapi jika Anda hidup untuk menyenangkan diri sendiri, Anda telah melakukan tugas yang mustahil. Seperti anjing mengejar ekornya, kepuasan diri adalah mustahil untuk menemukan apa tujuan hidup Anda.
Manusia diciptakan untuk melayani. Semua pemenuhan dalam hidup berasal dari menjadi pelayan. Cara dunia ini adalah untuk dilayani; cara Tuhan untuk melayani. Cara dunia mengajarkan kita untuk fokus pada kebutuhan diri kita sendiri; cara Allah mengajarkan kita untuk fokus pada kebutuhan orang lain. Inilah prinsip untuk melayani terlebih lagi dalam hubungan pernikahan.
Sumber : marriagemissions.com