Dari Pengejar Mimpi Menjadi Pembuat Mimpi

Entrepreneurship / 10 February 2011

Kalangan Sendiri

Dari Pengejar Mimpi Menjadi Pembuat Mimpi

Puji Astuti Official Writer
4635

Banyak dari kita menjadi orang yang mengejar mimpi, namun saat ini mari kita temui 3 orang wirausaha yang tidak pernah “menjadi hebat” hingga mereka membantu orang lain yang memiliki mimpi yang sama menggapai mimpi mereka. Tidak ada mimpi yang terlalu besar, dan tidak suatu tujuan yang mustahil untuk diraih.

Bisnis Home Run

Baseball merupakan menjadi salah satu olahraga favorit di Amerika, maka mengejar karir di baseball menjadi impian banyak orang di Amerika. Sejak kecil, Rob Nash (40) dan Joe Luis (41) dapat bermain di liga kecil hingga liga utama. Keduanya bertumbuh bersama, dan kuliah hingga mencapai mimpi mereka. Keduanya adalah pemain yang baik di liga kecil, namun dengan berjalannya waktu dan kondisi yang tidak memungkinkan, keduanya harus meninggalkan karir mereka di baseball.

Sekalipun demikian, Nash dan Luis masih tidak bisa melepaskan hasrat mereka di baseball. Mereka akhirnya memulai sebuah klinik dan pelatihan baseball. Mereka menyadari bahwa ada sesuatu yang hilang dalam kehidupan anak-anak masa kini.

“Ketika kami bertumbuh, pukul 8 pagi kami sudah pergi kelapangan dan sudah pulang ketika lampu jalan menyala.  Tetapi saat ini hal tersebut sudah jarang ditemui,” ungkap Nash.  “Kami dengan cepat menemukan bahwa orangtua menghabiskan banyak uang untuk memberi anaknya bermain di tempat aman dan nyaman.”

Dengan kecintaan mereka pada baseball dan melihat kebutuhan yang ada Nash dan Luis membangun Extra Innings, sebuah lapangan baseball dalam ruangan dan tempat pelatihan softball di Middleton, di tahun 1996.  Anak-anak mencintai fasilitas tersebut dan para orangtua menyukai harganya. Di tahun 2004 mereka menjual waralaba bisnis mereka tersebut dan sekarang telah ada 40 cabang dimana penjualan mencapai 15 juta dolar.

Hidup untuk menari

Membantu muridnya menggapai mimpi seperti yang ia pernah miliki, itulah yang membuat Jodi Vaccaro memulai sekolah tarinya. Dengan mimpi tampil di Broadway, Vaccaro mengikuti berbagai audisi dengan semangat setelah ia lulus kuliahnya. Namun setelah dua tahun menjalani audisi, Vaccaro tidak dapat membiayai hidupnya lagi.

“Saya lepaskan mimpi saya agar saya bisa menghasilkan uang, karena saya tidak bisa bertahan,” ungkap Jodi Vaccaro.

Vaccaro sendiri tidak pernah bermimpi akan menjadi guru, tetapi ia mulai membuka kelas di sekolah tari di daerahnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. “Saya berkata pada diri sendiri bahwa saya mengajar hanya untuk menghasilkan uang ketika harus menjalani audisi, tetapi hal tersebut berubah menjadi sesuatu yang syaa sangat cintai.”

Voccaro sendiri tidak pernah memikirkan sisi bisnisnya, tetapi dalam dua tahun dia sudah memiliki sekolah tarinya sendiri, Starlite School of Dance, di Patchogue, New York. Di tahun 1993. Vaccaro mengaku dirnya bertumbuh dari mencoba dan gagal, tapi ia tidak pernah akan berhasil jika dia tidak mencintai apa yang ia lakukan.

“Saya sukses karena saya benar-benar memiliki semangat untuk menari dan saya membagikannya pada murid-murid saya,” jelas Vaccaro. “Semua murid saya melihat itu dalam saya. Saya selalu menyemangati mereka bahwa mereka dapat meraih mimpinya, selama mereka mau kerja keras.

Sumber : Berbagai Sumber
Halaman :
1

Ikuti Kami