Suasana kebebasan beragama di Indonesia memang masih dalam lingkup yang memprihatinkan. Hingga saat ini tahun 2010 lalu merekam begitu banyak persoalan toleransi beragama yang terabaikan secara kontekstual. Menteri Agama pun mendapat sorotan tajam terutama karena beberapa pernyataannya yang dinilai tidak populis.
Ketua Setara Institut, Hendardi kepada wartawan di Jakarta, Senin (24/1/2011) menegaskan bahwa kedudukan menteri agama haruslah netral. "Menteri agama yang menjadi pejabat publik harusnya netral, bukan memberikan pernyataan-pernyataan yang justru memprovokasi terjadinya kekerasan antar umat beragama. Bahkan cenderung menyalahkan, misalnya dalam kasus Ahmadiyah.” ungkapnya menyampaikan laporan tahunan kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia tahun 2010.
Menurut Hendardi, kondisi kebebasan beragama tidak akan mengalami kemajuan akibat masih terus dipeliharanya berbagai produk peraturan perundang-undangan yang diskriminatif seperti UU No 1/NPS/1965, SKB Pembatasan Ahmadiyah dan lain-lain. Sehingga, produk hukum ini menjadi alat legitimasi bagi organisasi-organisasi garis keras untuk melakukan aksi kekerasan. " Menteri Agama seharusnya melindungi kelompok minoritas, bukan malah menyalahkan keberadaan mereka. Tidak ada terobosan yang berarti dalam mengatasi berbagai kekerasan yang dialami oleh jemaat Kristiani, Ahmadiyah dan kelompok minoritas lainnya," ujarnya.
Menjadi pejabat publik khususnya posisi vital seperti Menteri Agama harusnya dapat menjadi jembatan dan wadah aspirasi seluruh agama dan keyakinan di Indonesia. Memberi ruang komunikasi dan toleransi adalah jalan terbaik ketimbang menempatkan keyakinan seseorang atas sudut pandang hukum yang kaku dan keyakinan tertentu.
Sumber : Berbagai sumber