Istri dan Anakku, Saksi Mata Perselingkuhanku

Family / 12 January 2011

Kalangan Sendiri

Istri dan Anakku, Saksi Mata Perselingkuhanku

Lois Official Writer
16573

Waktu kecil, saya, Edwin Tanalisan, tinggal dan dibesarkan oleh nenek dari papa. Saat itu, saya benar-benar merasakan apa itu kasih sayang. Namun ketika saya dipulangkan kepada orangtua saya, yang ada malah sebaliknya. Sehingga dari waktu ke waktu, bila siang saya ke rumah nenek dan rumah orangtua hanya dijadikan sebagai tempat tidur.

Saya lalu mulai mencari kebahagiaan di luar. Dengan pergaulan yang tidak benar. Semakin saya dewasa, makin membentuk kejahatan dalam diri saya.

Saya bekerja sebagai penagih hutang waktu itu. Ada beberapa waktu, saya bisa mendapatkan uang banyak. Waktu kita habis menagih uang, kita bisa bagi Rp.20.000.000 jadi 6 (yang waktu itu saya anggap terlalu besar buat saya), Sedangkan saya bekerja dengan gaji cuma Rp.500.000,-/bulan. Hal tersebut membuat saya terbawa dengan keadaan kegelimangan harta. Saya makin tenggelam dan mempunyai hubungan gelap. Yang memang gila juga, saya kost-in partner gelap saya ini dekat rumah.

Tidak hanya itu. Saya semakin menggila. Jadi obat yang saya pakai itu bukan hanya satu dua tiap harinya, tapi lebih dari 10 buah. Ketika mulai memakai ekstasi, di sanalah saya mulai temukan seperti ada kasih sayang yang dominan. Kalau saya ngomong dengan orang, kayaknya enak benar. Ada kasih sayang yang luar biasa, ada sukacita yang luar biasa. Kalau mungkin saya ga minum itu, mungkin suasananya biasa saja.

Karena obat itu, kalau ada sedikit musik saja saya sudah merasa sangat bahagia. Saya makin jauh tenggelam. Kenapa saya katakan begitu? Karena ketika saya tidak menggunakan obat itu, kenyataannya adalah saya begitu merasa terasing dalam keluarga saya sendiri pun. Saya jauh dari bahagia.

Tapi karena saya cinta mati pada pekerjaan ini, saya pernah berpikir tidak apa bila saya mati karena overdosis, karena saya cinta dengan pekerjaan dan kehidupan yang seperti ini.

Suatu ketika, ketika istri dan anak saya tertua sedang berjalan ke luar rumah, mereka melihat motor saya diparkir di kost tersebut. Mereka mendatangi kost tersebut. Setelah pintu yang diketok-ketok tidak dibuka, mereka masuk dengan membuka paksa pintu. Mereka melihat saya tidur dengan selingkuhan saya.

"Tapi dia tidak mengaku hal itu sama saya kalau itu memang simpanannya," kisah Jamila Tanalisan, istriku.

"Ini teman papa..." kataku waktu itu ketika ditanya.

Sedangkan anak saya yang tertua, Emilia Magda Tanalisan, menjadi trauma karena hal tersebut. "Pada saat itu, saya menjadi anak yang nggak bisa ngapa-ngapain gitu... sama sekali ga bisa nolongin mama dan cuma bisa melihat seseorang yang membuat aku ada di dunia ini bisa berbuat begitu dan tiba-tiba aku merasa sama sekali nggak sanggup melihat hal itu." aku Emilia. Malam itu, saya pulang ke rumah dan meminta ampun kepada istri saya, saya berjanji tidak akan melakukan hal seperti itu lagi.

Sebegitu bencinya Emil, anak saya kepada saya, dia pernah berpikir kenapa Tuhan masih memperbolehkan saya hidup karena tidak ada gunanya saya hidup. Karena memang uang yang saya dapatkan, tidak pernah sepeser pun saya berikan kepada keluarga. Mereka berjuang sendiri.

Belum lagi perlakuan saya kepada Emilia. Dulu waktu dia belum lahir, saya berharap bahwa anak pertama saya adalah seorang laki-laki, karena saya mempunyai kebanggaan sebagai seorang laki-laki, saya berharap dapat mempunyai keturunan.

Ketika yang lahir adalah anak perempuan, muncul kekecewaan dalam hati saya. Namun hal ini tidak pernah saya ungkapkan dalam keluarga saya.

Menurut saya, saya ini seorang pengecut. Karena saya berani memukul anak kecil yang tidak punya kemampuan. Kalau saya kesal sedikit saja, anak sulung saya ini, paling sering saya pukul. Saya perlakukan dia seperti anak tiri padahal bukan. Saya pernah pukul dia, banting dia, saya injak, saya pernah tendang dia. Saya pikir saya ini tidak layak jadi orangtua dari anak-anak saya.

Istri saya selalu yakin bahwa doa yang dia panjatkan tidak pernah sia-sia. "Setiap hari kita minta itu pada Tuhan. Tuhan, tolong kembalikan dia, tolong pulihkan dia supaya dia bisa melihat keluarga." Kata Jamila, karena waktu itu anak-anak masih kecil.

Suatu hari, saat saya sedang sendirian, tidak ada siapa-siapa di situ, saya hanya ditemani oleh bir dan rokok. Tiba-tiba, ada sebuah suara yang lembut sekali tapi jelas berkata," Kalau hari ini Saya panggil kamu, kamu kemana?" Suara itu berbisik tapi tajam di dalam hati saya. Saat itu, mulai timbul pertanyaan. Iya juga, kalau Tuhan panggil saya hari ini, saya akan kemana? Tidak ada pilihan lain, hanya neraka dan neraka.

Malam itu perubahan besar terjadi dalam hidup saya. Saya meninggalkan diskotik yang menjadi kehidupan saya selama ini dan narkoba serta selingkuhan saya juga. Setan tidak tinggal diam, banyak tawaran dari diskotik yang waktu itu tahu saya, mengajak saya untuk kerja di sana. Tapi saya bertekad, saya mau mencari tempat dimana saya bisa mengenal Tuhan lebih dekat lagi.

Saya mulai mencari tempat, saya mencari Tuhan dalam ibadah yang saya ikuti. "Tuhan, saya serahkan sepenuhnya kehidupan saya. Apa yang Tuhan mau saya perbuat, saya mau ikut saja."

Firman itu seperti muncul dalam kehidupan saya, Dia ngasih tahu bahwa saya harus membuat pengakuan. "Kalau kamu mau bertobat sungguh-sungguh, kamu tidak bisa simpan apa yang pernah kamu lakukan. Kalau yang kelihatan saja kamu simpan, apalagi yang tidak kelihatan."

Pribadi saya sendiri berkata, mana mungkin saya memberitahu istri saya perbuatan apa saja yang saya lakukan, namun saya harus kasih tahu. Saya kumpulkan keluarga saya malam itu jam 11 malam, saya kasih tahu semua yang pernah saya perbuat kepada istri saya.

Ternyata semua tidak seperti yang saya harapkan. Anak tertua saya menolak permintaan maaf saya. Emil ragu apakah saya sungguh-sungguh. Namun kemudian, tiga bulan kemudian, persis jam 11 malam, Emil membangunkan saya. Dia memeluk saya, dia minta ampun. Dia mengasihi saya. Itu adalah hal yang luar biasa, Tuhan pulihkan di situ, Tuhan baik, Tuhan terlalu baik. Itu baru saya dapat. Inilah rumah tangga yang saya inginkan, Tuhan.

Pemulihan akhirnya dapat dirasakan oleh keluarga ini, perubahan terjadi dalam hidup saya. "Udah ga jagoan kayak dulu lagi ya... Sekarang jauh lebih memperhatikan mama, memperhatikan anak-anaknya dan berusaha selalu ada di saat kita membutuhkan dia." ungkap Emilia kemudian.

"Kemanapun, sampai ke pasar pun sekarang saya sama-sama. Tiap hari, mau hujan, mau panas, tetap antar ke pasar." kata Jamila.

Ketika kehadiran Tuhan Yesus memulihkan, di situlah hadir suka cita. Waktu dulu Tuhan Yesus bertanya kepada saya, bila Dia memanggil saya saat ini, sekarang saya bisa menjawab bahwa hanya ada satu jawaban buat saya, saya akan ke surga.(Kisah ini ditayangkan pada acara Solusi Life di O Chanel tanggal 12 Desember 2011)

Sumber Kesaksian :

Edwin Tanalisan

 

 

Sumber : V100319135708
Halaman :
1

Ikuti Kami