Lompat bunuh diri jadi tren?

Nasional / 5 January 2011

Kalangan Sendiri

Lompat bunuh diri jadi tren?

Stella Maris Official Writer
3149

Bunuh diri dengan cara melompat dari gedung tinggi seolah menjadi tren di masyarakat ibukota.Dan dalam 2 hari terakhir sudah ada 3 kasus bunuh diri dengan cara yang sama.

Senin (3/1/2011) seorang pria yang diketahui bernama Agus Sarwono (45), melompat dari ketinggian sekitar 25 meter di pusat perbelanjaan Blok M Square, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pria yang dikenal sebagai pegawai tata usaha SMP swasta ini tewas seketika.

Keesokan harinya (4/1/2011) menyusul 2 pria bunuh diri dengan cara yang sama namun di lokasi yang berbeda. Kobran pertama bernama Iwan (37), tamu Hotel Boetiq di Jalan S Parman, Tomang, Jakarta Barat, pada Selasa dini hari melompat dari lantai 9. Ia hanya mengalami luka-luka dan kini dirawat di Rumah Sakit Sumber Waras, Grogol, Jakarta Barat.

Sedangkan korban kedua bernama Hendrik Cendana (40) alias Ayung. Pemilik bengkel dinamo Central Teknik di Jalan Kerajinan, Tamansari, ini melompat dari lantai 3 Plasa Gajah Mada, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Dia tewas dengan kepala pecah.

Suhati Kurniati, Psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (LPT-Ul) mengatakan bahwa banyaknya kasus bunuh diri dengan melompat dari gedung tinggi menandakan masyarakat tersebut mengalami stres dan depresi pada tingkat yang tidak bisa dikelola oleh diri mereka, biasanya orang-orang yang kestabilan emosi dan kepribadiannya tidak berkembang baik sejak masa muda.

Psikolog Forensik dari Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Reza Indragiri Amriel, mengatakan, setiap tahun ada sekitar satu juta orang yang tewas akibat bunuh diri. Ini setara dengan angka kematian global sebanyak 16 jiwa per 100.000 orang atau 1 kematian setiap 40 detik.

Hidup itu indah jika kita menghargai kehidupan. Permasalahan memang tidak akan selesai sampai kita kembali pada Tuhan. Namun, tindakan bunuh diri bukanlah jalan keluar. Umur kita bukanlah kehendak kita, namun kehendak Tuhan. Mengapa kita tidak menyerahkan seluruh kekhawatiran kita kepada Tuhan, biarkan Ia yang beracara. Mengucap syukur, dan berserah kepada Tuhan, menjauhkan kita dari stres dan depresi. Karena Tuhan tidak akan memberi ular beracun kepada anakNya yang minta roti.

Sumber : kompas
Halaman :
1

Ikuti Kami