Meski Katolik merupakan agama minoritas, tapi Natal dirayakan di seluruh negara komunis, Vietnam. Di jalan Communist Youth Union, serpihan salju palsu berputar-putar di udara yang panas lembab. Tampak Sinterklas kurus diapit dua peri yang menggunakan rok mini, bergoyang dengan lagu ‘Jingle Bells’, ‘Silent Night’, dan ‘Let It Snow’. Tampak seorang perempuan muda berpose di depan replica pohon Natal putih saat sang pacar memotretnya.
Gia Linh, perempuan muda itu, menggunakan topi Santa sambil bersenandung lagu “We Wish You a Merry Christmas”, yang dimainkan sangat keras di seluruh blok, tapi Gia sebenarnya penganut Budha dan tidak merayakan Natal saat kecil. “(Saat kecil) Natal tidak populer. Keluargaku tidak peduli. Itu hanya hari biasa. Namun kini, semua orang menyukai Natal.”
“Kemanapun Anda pergi ke Saigon (kota terbesar di Vietnam), setiap kafe memainkan lagu Natal. Semua tentang Yesus dan Tuhan. Ini menjadi hal yang menjengkelkan,” kata guru asal AS, Henry Liem yang tidak suka. Tampak juga banyak pasangan yang mengendarai sepeda motor membawa pulang pohon Natal plastik. Palungan dengan patung bermata biru dari bayi Yesus, Yusuf, dan Maria muncul di hotel yang dikelola keluarga dan toko-toko di sisi jalan.
“Orang Vietnam akan menggunakan alasan apapun untuk pergi keluar dan berpelesir. Anda pergi ke pusat kota dan melihat lampu-lampu. Benar-benar meriah. Budha ingin memagari taruhan mereka. Anda bisa menjadi Budha tapi tetap percaya Yesus dan Natal,” kata Don Phan, pengusaha dari Silicon Valley, California.
Perayaan Natal ini menggarisbawahi genjatan senjata tidak resmi antara pemerintah dan gereja Katolik. Vatikan dan rezim komunis bergerak lebih dekat untuk membangun hubungan diplomatik. Ada sekitar 6 juta penganut Katolik di negara itu dengan penduduk 90 juta orang.
Jika di Amerika setiap orang berada di rumah pada Hari Natal, maka di Vietnam, semua orang berada di jalan. Liburan ini terlebih lagi populer di Ho Chi Minh, wilayah yang kota kepadatan penduduknya memiliki rasio umat Kristen paling tinggi dibanding kota lain di Vietnam. Kota ini banyak dipengaruhi oleh budaya Perancis dan Amerika.
Puncak perayaan pada malam Natal adalah ketika sekitar setengah penduduk kota ini turun ke jalan untuk memberi salam hangat liburan. Misa tengah malam di gereja melimpah. “Saya tidak belajar agama Kristen, tapi saya menikmati budaya Barat. Hari Natal, semangat Natal, adalah membahagiakan hati. Ini adalah tentang semangat Natal,” pungkas Che Huyen Bao Vy, mahasiswi yang juga menikmati saat-saat Natal.
Sumber : okezone/lh3