Demi Cinta, Sriyadi Taklukan Kemiskinan

Family / 6 December 2010

Kalangan Sendiri

Demi Cinta, Sriyadi Taklukan Kemiskinan

Puji Astuti Official Writer
9658

Walaupun cintanya pada seorang wanita ditentang oleh orangtua, Jonathan Sriyadi nekat menikahi wamita pilihannya itu. Namun atas pilihannya itu, ia harus menelan perkataan pahit dari sang ayah.

“Orangtua saya berang, ‘Kalau kamu nekat mengawini gadis itu, hidup kamu akan sengsara!’ Berdasarkan perkataan itu, saya terpacu untuk membuktikan bahwa saya bukan orang yang sengsara. Saya harus buktikan bahwa saya orang yang mampu, saya jadi orang yang mandiri tanpa dibantu siapapun juga.”

Pada awal tahun 70an itu, Sriyadi bekerja keras meniti karir di sebuah bank milik pemerintah untuk membuktikan bahwa dirinya bisa berhasil.

“Saya tidak mau hidup sengsara, saya harus mampu. Akhirnya saya dari mulai punya rumah, lalu punya mobil, dan saya terus semakin tekun. Tetapi saya ngga sadar kalau di posisi saya itu banyak peluang-peluang yang membuat saya lupa diri. Kalau seorang pengusaha mau mengajukan kredit lalu memberikan imbalan, itu sesuatu yang wajar. Tapi saya menjadi tidak wajar, karena keinginan saya untuk kaya dan lebih dari yang lain. Saya mulai dengan cara-cara yang salah.”

Tetapi ditengah kesuksesannya itu, Sriyadi malah lupa bahwa yang ia perjuangkan adalah cintanya kepada wanita yang telah ia nikahi. Tanpa Sriyadi sadari, cintanya mulai teralihkan kepada wanita lain.

“Sebenarnya dia itu teman lama, ngga pernah ada perasaan senang. Tapi (hal itu terjadi) karena kami satu kantor, dan dia sering curhat,” tutur Suryadi menceritakan awal perselingkuhannya.

Kala Suryadi tengah mabuk asmara dan dibuai oleh kenikmatan hidup itu, tiba-tiba sesuatu yang siap menggoncang karirnya.

“Pada tahun 1987 itu, ada sebuah peraturan yang menyatakan bahwa kewajiban nasabah yang harus dibayar tidak boleh kurang dari 98 persen. Akhirnya saya mengambil langkah, kalau ada nasabah yang tidak mampu bayar, saya bayari dulu. Akhirnya saya tidak punya uang sendiri. Dampaknya, saya pinjam ke orang lain, ke rentenir.”

Gali lobang, untuk menutupi lobang lainnya, Suryadi malah terjerat oleh hutang di rentenir. Tidak hanya itu, ia bahkah harus merasakan pahitnya berada di balik jeruji penjara karena kasus penggelapan uang nasabah.

Malam itu dua orang polisi mendatangi rumah Suryadi untuk menjemputnya. Dia ditemani oleh sang istri menjalani pemeriksaan. “Sampai di kantor, serse itu bilang, ‘Ok, ibu pulang saja. Ambil pakaian untuk bapak, biar malam ini bapak tidur disini.’ Jadi saya sadar, hari itu saya ditahan polisi.”

Suryadi hanya bisa meratapi nasibnya dari balik jeruji penjara. Jika dalam kesuksesannya ia merasa tidak membutuhkan Tuhan, hari itu ia menyadari bahwa kekuatannya tidak ada apa-apanya di hadapan Tuhan.

“Saya mulai berserah kepada Tuhan sepenuhnya. Sampai suatu saat saya ingat suatu perkataan dari penasihat rohani saya, ‘Berserah kepada-Ku, maka Aku akan bertindak, kata Yesus.’ Itu yang dia katakan. Mengingat itu, hati saya mulai sejuk. Hati saya mulai merasakan damai. Bahkan menghadapi hal-hal mengerikan di hadapan saya, di hati saya tidak ada kekuatiran sama sekali. Mulai hari itu saya merasakan sukacita itu terus mengalir. Walaupun secara manusia sangat berat, tetapi saya rasa sangat indah dalam hidup saya.”

Sekeluarnya dari penjara, Suryadi membulatkan tekat untuk membuat perubahan dalam hidupnya. Tanah dan mobil ia jual semua untuk melunasi hutang-hutangnya, dan dengan sisa uang yang ia miliki, Suryadi membawa istri dan anak-anaknya untuk pindah ke Jakarta. Suryadi mencoba menaklukan kerasnya ibukota dengan berjualan asuransi, namun hal itu tidaklah mudah. Bahkan untuk membantunya mencukupi kebutuhan rumah tangga, sang istri rela bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

“Setiap saya pulang, saya berkata pada istri, ‘Bu, bulan depan mungkin kita banyak puasa ya.’ Seringkali, saya ajak anak saya sehari hanya makan sekali. Saya doa, ‘Tuhan, apa yang telah saya lakukan…’” tutur Suryadi sambil menahan tangis mengingat penderitaan kala itu.

Menjalani masa-masa yang sangat sulit itu, Suryadi tekun mengajak keluarganya untuk terus berdoa. Ia memegang sebuah kebenaran firman Tuhan, “Mintalah maka engkau akan menerima, ketuklah pintu maka pintu akan dibukakan. Inilah yang menuntun saya untuk selalu berdoa. Setiap jam tiga sampai setengah empat, saya dan istri beserta anak-anak pasti berdoa, dan menaikkan pujian. Saya selalu berserah, ‘Kalau Engkau ijinkan ini terjadi, biarlah terjadi kehendak-Mu Tuhan. Satu hal yang saya yakini, Engkau pasti menolong saya.’”

Keyakinan dan pengharapan Sriyadi tidak sia-sia, Tuhan membukakan jalan baginya untuk memulai usaha air minum dalam gallon. Secara luar biasa, Tuhan membuat usahanya berkembang pesat.

“Saya nawarin ke toko selalu di terima, dan dalam waktu yang relatif singkat, dalam enam bulan saya merasa bahwa berkat saya itu sudah cukup untuk makan dan biaya sekolah anak.”

Menyadari bahwa tangan Tuhan tidak meninggalkannya, Suryadi memutuskan untuk melakukan pemberesan dengan istrinya. “Jam setengah dua malam saya ambil keputusan, saya sampaikan kepada istri, ‘Bu, saya mau minta maaf.’ Lalu istri tanya, ‘Salah apa?’ ‘Saya sudah bersalah, saya pernah berselingkuh.”

Hal itu menjadi sebuah pukulan yang berat bagi istrinya, namun kasih Tuhan meluluhkan hati istrinya dan memulihkan hubungan mereka. Saat ini, Suryadi telah menutup usahanya dan mendedikasikan hidupnya untuk melayani orang lain.

“Saya sadar melalui kejadian yang saya alami, bahwa saya bukanlah apa-apa dalam hidup ini. Sebagai manusia tidak ada artinya. Hanya satu hal yang saya pegang adalah : saat dalam kemiskinan tetapi saya punya Yesus dalam hidup saya, tapi saya tidak merasa miskin. Saya tidak merasa kekurangan walaupun saya makan tidak bisa seperti kemarin-kemarin. Tapi hati saya tetap sukacita,” demikian Suryadi menutup kesaksiannya. 

Sumber : V101201114757
Halaman :
1

Ikuti Kami