Banyak pengertian dan wacana berkembang mengenai eksistensi juga sosok kakek berjanggut putih bernama Santa Claus. Tokoh ini menjadi idola mayoritas anak-anak ketika natal tiba. Tetapi untuk mayoritas orang dewasa, simbol nampaknya telah jadi kesimpulan final. Beberapa pemuka agama tak sedikit yang “menghukumnya”.
Kali ini Seorang pemimpin senior gereja Katolik di Filipina menyatakan Santa Claus sebagai lambang konsumerisme yang secara tidak langsung menarik orang beramai-ramai untuk merayakan natal untuk belanja. Bahkan lebih daripada itu pemimpin yang bernama Teodoro Bacani itu menyimpulkan makna Natal hilang dicuri oleh sosok Santa Claus.
Seperti dirilis Reuters, Bacani, yang baru saja pensiun menjadi Uskup Manila, meragukan peran Sinterklas dalam natal memberi arti yang lebih ketimbang arti kelahiran Tuhan Yesus. “Sinterklas membantu mempromosikan konsumerisme karena dia adalah simbol berbelanja dan memberi hadiah. Padahal Yesus Kristus menyimbolkan pengorbanan hidup untuk manusia. Tapi Sinterklas menarik lebih komersial,” ujarnya.
Bacani menghimbau rakyat Filipina agar mengingat bahwa Natal berarti merayakan kelahiran Yesus. “Mari kita menjaga Kristus pada hari Natal. Mari kita menonjolkan Kristus saat Natal,” katanya lagi.
Terlepas dari berbagai spekulasi mengenai Santa Claus, seluruh pengertian dan pemaknaan kembali lagi kepada diri kita dalam menerjemahkannya. Semakin kita berhikmat atas segala sesuatu yang menjadi pertanyaan, semakin beriman pula jawaban yang akan kita dapat.
Sumber : reuters/dpt