Ketika Anakku Dipanggil Tuhan

Family / 3 December 2010

Kalangan Sendiri

Ketika Anakku Dipanggil Tuhan

Budhi Marpaung Official Writer
13779

"Saya masuk anak saya udah gak ada," ujar Ayung membuka kesaksiannya.

"Saya bisanya teriak nangis saja. Saya peluk anak saya, ‘jangan tinggalin mama. Bangun dede, bangun ini mama dede. Mama sayang kamu kok kamu mau tinggalin mama'," ujar Eva, Istri Ayung.

"Dokter akhirnya periksa darah, namanya penyakit thelasemia. Ini gak ada obatnya katanya. Kamu berdua ada efek saudara. Saya bilang, "ngga, saya Kalimantan dia Jakarta gitu" Akhirnya kalo mau selamatin jiwa anak ini satu-satunya harus tambah darah," kata Ayung.

Penyakit maut yang sama menggerogoti tubuh kedua anak mereka. Hati mereka hancur tanpa tahu apa penyebab dari semua ini. Permohonan doa pun dinaikkan Eva untuk keselamatan jiwa anak mereka. Bahkan ia meminta ampun kepada Tuhan agar anak mereka ini dapat tertolong hidupnya.

Ayung beserta istri tidak henti-hentinya berusaha mencari kesembuhan ke berbagai tempat pengobatan, mulai dari totok jarum, totok darah sampai dukun tradisional, namun semua itu tidak berpengaruh apa-apa. Anaknya yang nomor dua itu pun akhirnya meninggal juga.

Kepergian salah seorang anak membuat Eva sering memarahi suaminya. Ayung pun menerima omelan istrinya itu dengan lapang dada.

Setelah kepergian anak kedua, duka melingkupi hati mereka. Namun, anak pertama yang mengalami sakit yang sama harus tetap menerima transfusi darah terus menerus meski keadaan ekonomi mereka yang serba kekurangan.

"Yah udah saya nekat aja, saya kerja aja. Kamu bisa kerja apa? Kerja kantor juga gak bisa. Akhirnya saya nekat kerja di tempat hiburan aja. Cobaan banyak disitu, kalo jujur sudah punya suami gak dapat duit. Kita boongin dapat duit. Ngerayu-rayu tamu, kasir demi dapat duit untuk anak," kenang Eva.

Demi kelangsungan pengobatan dan hidup anaknya, Eva terus bekerja keras, namun tidak bagi Ayung. Ia yang harusnya menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab, justru bersenang-senang dengan melakukan berbagai macam judi. Istri dan salah seorang anak yang sakit pun tidak diindahkannya.

Sedikit pun duka tidak terlihat di wajahnya karena hatinya sudah mati karena judi. Tiga bulan setelah kematian anak keduanya, seorang teman datang dan menitipkan seorang anak untuk mereka besarkan.

"Saya sayang sekali ia gemuk anaknya. Akhirnya kami rawat dia sampai gede," ungkap Ayung.

Sejenak, anak ini membawa tawa bagi mereka. Namun, tawa itu tidak berlangsung lama karena sebuah musibah kembali membawa tangisan dalam keluarga ini. Sang anak yang dititipkan saudaranya itu pun dipanggil Tuhan.

"Saya langsung tanya dia, tiap hari kalo saya panggil Aon padahal sih nama aslinya Ferry. ‘On, ada apa? Pak capek, saya mau minum teh manis satu gelas gede yang besar. Pas minum habis, dia udah gak ada," kenang Ayung.

"Ini anak kesayangan saya, semua pada diambil, kenapa gak saya sekalian Tuhan," kata saya gitu. Apa saya hidup, anak udah gak ada," kata Eva.

"Saya masih agak iklas ya. Namanya juga sakit-sakitan mana mungkin anak ini bisa sampai gede," tambah sang suami.  

Kematian telah merenggut kedua anak mereka, bahkan kebahagiaan terus meninggalkan keluarga ini. Hubungan antara Ayung dan Eva hari demi hari semakin memburuk. Keduanya saling tidak peduli antara satu dengan yang lain.

Kepedihan semakin menghancurkan keluarga ini. Sebuah borok yang Ayung simpan pun akhirnya terkuak. Perselingkuhan yang selama ini ia jalani bersama seorang wanita diketahui oleh sang istri. Ia tidak berkutik, mukanya pucat pasi dan lidahnya kelu karena tidak dapat berkata apa-apa.

Hidup Eva telah hancur seakan tak ada harapan lagi baginya. Bunuh diri menjadi pilihan akhir baginya. Ketika hal itu dilakukan, sang suami datang bersama dengan selingkuhannya ke rumah. Disana, mereka berdua memohon ampun atas apa yang telah dilakukan.

Kematian tidak menjadi akhir dalam hidup Eva, namun mampu mengubahnya menjadi pribadi yang berbeda.

"Anak saya yang kecil ini, saya pukulin. Saya lempar dia ke luar rumah. ‘pergi kamu cepet, mama gak mau lihat muka kamu lagi,'"

Penderitaan dan air mata sepertinya belumlah cukup menimpa keluarga mereka karena sebuah tangisan duka kembali terdengar dalam keluarga ini. Si anak bungsu akhirnya meninggal karena demam berdarah. Eva yang sadar akan perbuatannya selama ini, menangis sejadi-jadinya sambil menyesali segala perbuatan yang telah dilakukan kepada anak yang paling terakhir dilahirkannya itu.

Duka itu terus menyayat hati Eva. Kini hanya air mata dan rasa bersalah yang ia miliki.

"Ampuni kesalahan saya, saya banyak berdosa. Apa yang saya lakukan, kerja selama ini di tempat hiburan. Sekitar jam 1-an, saya gak bisa tidur ada suara datang, ‘terimalah Yesus dan selamatlah kamu,'.. Saya pikir suami saya yang ngomong tapi saya lihat suami saya, tetapi dia tidur. Terus saya tahu, itu Yesus. "Terima kasih Tuhan, saya mau terima Yesus, saya ingin serahkan hidup saya," kata Eva.

Malam itu amarah dan kebencian dalam dirinya pun luluh. Pengampunan terhadap suaminya pun mampu ia lepaskan.

"Saya juga orang berdosa Tuhan, kenapa saya egois. Kenapa saya gak ampuni suami saya? Ampuni saya juga Tuhan, saya juga salah, saya mau ampuni suami saya. Tolong Tuhan, tuntunlah suami saya dalam terang, jangan sampai ia melakukan itu lagi. Saya juga akan lepaskan pekerjaan itu, saya gak mau bekerja di situ lagi," tambah wanita berkulit putih tersebut.

Doa terus Eva lakukan dan perlahan mampu mengubah hidup Ayung.

"Pagi itu sekitar jam 4, rencananya saya mau pergi judi. Tetapi mendadak saya juga bingung kok saya bisa datang ke gereja. Ketika berdoa, badan saya panas, gak enak. Saya pegang bangku dan saya ada ngomong juga, ‘ya Tuhan, kalau memang hendak datang ke tempat ini, tolong berikan kekuatan,'" kisah pendamping hidup Eva tersebut.

"Saat puji-pujian dinaikkan, air mata saya turun. Rasanya Tuhan itu ada, Tuhan itu baik. Tuhan  itu masih mau mengasihi saya. Saya yang begitu banyak dosa, yang begitu jahat, tetapi Dia tetap baik."

Pagi itu menjadi titik perubahan bagi hidup Ayung. Ia menjadi orang yang menyukai firman Tuhan. Dosa-dosa yang selama ini dilakukannya, ditinggalkan dan dikubur dalam-dalam. Walaupun banyak godaan, ia tahu bahwa Tuhan Yesus sanggup melepaskannya.

Perubahan terjadi dalam hidup keluarga ini. Eva pun telah mampu menerima kepergian anak mereka. Air mata duka yang sekian lama menyeliputi mereka kini telah berganti dengan tawa sukacita.

"Semenjak kenal Tuhan Yesus, rumah tangga saya dipulihkan, usaha saya dipulihkan. Apapun yang saya lakukan, semua berhasil," kata Ayung.  

"Saya bahagia dengan suami saya. Udah dipulihkan, hidup rukun bahagia kayak pengantin baru aja," timpal Eva.

"Memang saya gak punya anak, tetapi saya punya Tuhan yang luar biasa," ujar Ayung menutup kesaksiannya. (Kisah ini ditayangkan 3 Desember 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).

Sumber Kesaksian:
Ayung
Sumber : V100128151247
Halaman :
1

Ikuti Kami