Ratusan Jimat Tidak Bisa Selamatkan Nyawaku

Family / 23 November 2010

Kalangan Sendiri

Ratusan Jimat Tidak Bisa Selamatkan Nyawaku

Puji Astuti Official Writer
9108

Penawaran yang diberikan oleh kuasa gelap pasti menarik, apalagi untuk mendapatkan yang diinginkan bisa secara instant dan tidak butuh proses panjang. Hal inilah yang membuat Didi Prawira tertarik pada jimat-jimat, bahkan karena tergiur oleh keuntungan yang besar, Didi menerima tawaran sang dukun untuk menjadi agen penjual jimat-jimat.

“Dia (dukun itu) menyuruh saya sebagai agen, dan dia distribusi kepada saya. Batunya itu bukan satu dua, tapi ratusan yang saya pegang.”

Karena kegemarannya pada jimat-jimat Didi membuat rumahnya menjadi menyeramkan, layaknya rumah dukun. Bahkan ia melupakan istri dan anak-anaknya karena terlalu sibuk melakukan berbagai ritual untuk mengurus jimat-jimat tersebut.

“Saya seperti kehilangan waktu dan perhatian dari suami saya,” ungkap Sarah, istri Didi yang posisinya di hati sang suami tergantikan oleh jimat-jimat. “Saya sempat mikir, suami saya ini istrinya itu saya atau batu ya..?”

Bahkan karena jimat-jimat tersebut, perangi Didi berubah drastis. Didi menjadi pemarah dan mulai berani main tangan terhadap istrinya. Semakin hari, Didi semakin dalam terlibat dengan kuasa kegelapan. Bahkan ia mulai mendatangi tempat-tempat keramat untuk melakukan semedi.

Hingga suatu hari, telephone berdering dan Sarah yang mengangkat telephone itu.

“Saya terima telephone dari seorang ibu, ‘Bu, yang punya handphone ini mengalami kecelakaan.’ Tapi saya pikir handphone suami saya jatuh, diambil orang lalu orang itu telephone ke rumah, tanpa basa-basi saya tutup saja telephone itu. Tapi tak berapa lama kemudian, telephone bunyi lagi dan ibu itu lagi yang telephone.”

Sarah akhirnya merasa penasaran ketika orang itu menghubunginya hingga tiga kali.

“Bu, yang punya handphone ini gimana kondisinya?”

“Oh, kondisinya dia ngga sadar. Dia di rumah saya..”

 Mendengar hal itu, Sarah langsung merasa panik. Berbagai pikiran buruk langsung terlintas di benaknya, ia pun akhirnya menghubungi adik iparnya yang bernama Lili dan mengajaknya untuk menjemput sang suami. Dengan bantuan seorang teman, Didi akhirnya di bawa kerumah sakit.

“Dia sempat menyapa saya, sama siapa saya dateng. Saat itu saya langsung merasa, kondisi dia baik. Tapi beberapa saat kemudian, saat dokter memeriksa, dokter itu tanya, ‘Pak, ini siapa?’ Suami saya bilang, ‘Tukang sampah.’ Hati saya jujur, takut banget. Saya down saat itu, dia sudah ngga kenalin saya.”

Akibat benturan karena kecelakaan yang dialami Didi, ada pembengkakan pada kepalanya. Hal ini membuat Sarah sangat sedih, dia mulai dirasuki oleh ketakutan dan merasa tidak berdaya. Namun di saat yang kristis itu, ia diingatkan kepada perkataan adik iparnya, Lili.

“Untuk apa sih begitu. Udahlah itu semua ngga berkenan di hati Tuhan. Tuhan ngga suka cara-cara begitu. Jalan Tuhan itu cuma satu, ikutin apa yang Tuhan mau. Itu aja, Tuhan ngga minta macem-macem. Saya mikir, apa betul yah. Saat saya ingat semua itu, saya mulai berserah kepada Tuhan. Saya mulai buka hati saya. Saya berteriak sama Tuhan. Saya bilang, ‘Tuhan tolong suami saya Tuhan!’ Pertama kali saya berdoa, saya merasakan ada damai sejahtera dan ada kekuatan.”

Doa-doa terus dipanjatkan oleh Sarah dan Lili, namun seketika itu juga Didi menunjukkan reaksi yang aneh. Didi mulai gelisah dan mau mencabut selang infusnya. Semakin didoakan, Didi semakin memberontak tidak karuan.

“Dalam hati dan pikiran saya berkata, ‘Ini pasti bukan suami saya yang pegang kendali itu dari jimat-jimat dan dari batu itu.’”

Hal ini terus berlangsung berulang kali, hingga suatu hari Lili memperdengarkan sebuah lagu rohani “Aku percaya kepada Tuhan Yesus” kepada Didi. Lagu ini terus di putar berulang-ulang.

“Adik saya berkata, kita tidak perlu percaya kepada hal lain. Percayalah kepada Tuhan Yesus. Saya berpikir: betul juga. Kenapa mesti percaya kepada berhala. Berhala itu kan buatan manusia. Kenapa kita percaya buatan manusia.” jelas Didi.

Saat itu mulai muncul kesadaran dalam hati Didi bahwa tidak ada gunanya semua jimat-jimat itu. Ditengah dirinya berjuang melawan rasa sakit, tiba-tiba seorang wanita tak di kenal mendatangi Didi dan istrinya dan menantang mereka terima Yesus dan berdoa untuk kesembuhan Didi.

“Yuk kita doa… Kita tolak meja operasi, kita minta otak yang baru,” ajak wanita itu.

Saat itu juga, Didi merasakan sebuah pengalaman rohani yang belum pernah ia alami sebelumnya.

“Saya merasa enak, seperti ada yang memegang saya atau menjamah saya. Saya ngga tahu siapa itu.”

Sejak peristiwa itu Didi mulai lebih tenang dan kondisinya terlihat lebih baik. Hingga saatnya dokter datang untuk memperlihatkan hasil CT Scan kepala Didi.

“Pembengkakannya tidak bertambah besar, jadi tidak perlu operasi. Saat ini juga sudah bisa meninggalkan ruang ICU,” demikian terang dokter.
Sukacita yang tidak terkatakan di rasakan oleh seluruh keluarga Didi saat itu, mukjizat Tuhan benar-benar mereka nyata dalam hidup mereka.

“Dari situ saya semakin percaya, doa yang diucap dengan iman Tuhan pasti dengar.”

Proses kesembuhan Didi sangat cepat, hanya dalam waktu lima hari setelah peristiwa itu, Didi sudah diijinkan untuk pulang kerumah. Didi pun menunjukkan perubahan yang positif, dia mau menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya tanpa paksaan, bahkan ia memutuskan untuk membakar jimat-jimatnya.

“Terima kasih kepada Tuhan yang sudah memulihkan kehidupan saya. Saya tidak akan mengulangi kehidupan yang dulu. Saya akan mengikuti Tuhan Yesus. Hanya Tuhan Yesus yang bisa menyelamatkan saya dan keluarga saya.” (Kisah ini ditayangkan 23 November 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel)

Sumber Kesaksian:

Didi & Sarah Prawira

Sumber : V101123131333
Halaman :
1

Ikuti Kami