Keunikan Umat Kristen di Pakistan

Internasional / 14 October 2010

Kalangan Sendiri

Keunikan Umat Kristen di Pakistan

Lois Official Writer
5670

Sebuah bajaj berhenti di gerbang sebuah bangunan berpagar tinggi dan berarsitektur Eropa, turunlah seorang wanita setengah baya dari sana. Sepintas, baik gaya dandanan maupun bicara wanita ini sangat ‘Islam’. Pakaiannya tertutup rapat tak ubahnya ibu-ibu pengajian di Indonesia.

Namun, dia bukan hendak ke pengajian, dia mau menghadiri misa kebaktian di Gereja St. Mary Cathedral, Multan, Pakistan. Dia berjalan ringan masuk ke halaman gedung. Sesampainya di sana, dia berkata, “Assalamualaikum,” sapanya kepada kerumunan orang di dekatnya. “Walaikum salam,” jawab mereka.

Meskipun begitu, “Gereja kami ini gereja Kristen Protestan,” ujar Samuel Kamran, salah satu anggota jemaat gereja itu. Tak hanya wanita itu, para jemaat perempuan lain juga berpenampilan sama. Selendang berpenutup kepala, baju longgar, dan cara berdandan tak seronok, sudah menjadi kelaziman di sana.

Samuel menceritakan bahwa setiap hari Minggu, ada sekitar 500 jemaat yang mengikuti misa di gereja yang didirikan oleh legion kaveleri tentara Inggris pada 1832 itu. Bangunannya berwarna merah bata dengan menara menjulang tinggi. Dar luar terkesan megah meskipun di dalamnya tampak kurang terawat, yang ditandai dengan kusamnya perabotan dan banyaknya kursi jemaat yang rusak. “Jika ada perayaan besar, jemaat bisa mencapai ribuan orang,” kata Samuel.

Di Multan, selain berdiri banyak mesjid, karena masyarakatnya mayoritas pemeluk Islam, kota tua ini juga memiliki jumlah penganut Sikh dan Hindu dalam jumlah signifikan. Banyak candi dan Gurdwaras tegak berdiri di sana. “Kami dibesarkan bersama-sama dengan kaum Kristiani, juga dengan minoritas lain, seperti Hindu dan Sikh. Tak pernah ada masalah,” kata Wakil Menteri Informasi dan Penyiaran Pakistan, Mansoor Suhail.

Di kota tertua di Asia dan disebut dalam kitab Mahabarata sebagai ibu kota Kerajaan Trigarta, jumlah penganut Kristen di Kota Multan mencapai 100 ribu orang. Aliran mereka pun beragam, dengan terdapat 50 gereja. “Tak ada yang mengganggu dan kami bebas menjalankan ibadah,” katanya. Alangkah indahnya, jika kerukunan hidup umat beragama di seluruh dunia, khususnya di Indonesia, dapat seperti ini.

Sumber : republika/lh3
Halaman :
1

Ikuti Kami