Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 yang memuat 10 Bab dan 31 pasal berisi syarat-syarat pendirian rumah ibadah, dirumuskan dan dibuat oleh pemerintah sebagai peraturan untuk menghindari konflik dan memberdayakan masyarakat dalam memelihara kerukunan antarumat beragama. Peraturan negara ini menjadi pedoman gubernur, bupati, camat, dan kepala desa dalam pemeliharaan kerukunan beragama dan pengaturan rumah ibadah.
Jika melihat sekilas rumusan peraturan dan ketentuan yang ada dalam SKB tersebut sebenarnya telah memenuhi kaidah yang cukup baik. Namun beberapa pasal memang perlu untuk ditinjau ulang. Beberapa pihak yang menganggap SKB harus direvisi ataupun dihapuskan beralasan melihat dari segi konstitusi, SKB tidak memenuhi syarat, bertentangan dengan UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia. Selain itu, dilihat dari prosedurnya pun, SKB tidak mempunyai kedudukan karena berada di luar konstruksi peraturan perundang-undangan di Indonesia dan secara substansi, isi dari SKB tersebut kurang tepat karena peraturan tersebut mengatur orang sehingga dalam aturan tersebut orang menjadi sulit untuk beribadah.
Menyangkut wacana kontroversi ini, inilah beberapa komentar dan penilaian dari tokoh dan pihak terkait.
Presiden Dewan Gereja-gereja Sedunia, Sae Nababan "Harusnya kebebasan ini bukan diatur SKB, tapi harusnya melalui UU. Bukan untuk mengatur, tapi untuk melindungi kebebasan beragama."
Mantan Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi "Yang kita miliki selama ini adalah SKB yang mengatur teknis pergaulan antar-umat beragama. Namun, kita belum memiliki guidance atau panduan penumbuhan kesadaran toleransi antar-umat beragama."
Anggota Komisi 1 DPR RI, Lili Wahid "UUD 1945 itu kan menjamin kebebasan beragama. Tapi, SKB 3 Menteri itu gagal menjalankan amanat UUD. Saya minta pemerintah harus memberi pengertian kepada masyarakat."
Wakil Ketua DPR, Pramono Anung "SKB 2 menteri harus ditinjau. Sebab, cukup menghambat kehidupan beragama dan bermasyarakat. Ketidaktegasan dilapangan juga jadi pemicu,"Saya melihat, SKB itu perlu diperbaiki karena tantangan sudah berbeda. Dalam demokrasi, tidak boleh ada penghambatan."
Menkopolhukam, Djoko Suyanto "Bisa saja direvisi. Namanya saja kesepakatan bersama. Undang-Undang Dasar (UUD) saja bisa direvisi. Akan tetapi, bukan dicabut sebab di mana pun ketentuan seperti itu."
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin "Silakan direvisi, tetapi substansinya jangan dilepas. PBM itu tidak perlu dicabut apalagi dengan logika kebebasan beragama, maka yang terjadi adalah kekuatan kapitalis. Siapa yang punya uang atau materi akan menguasai dan itu akan menimbulkan ketegangan. "
Aktivis Pembela Kebebasan Beragama dan Keutuhan Republik Indonesia, Jacobus Mayong Padang, "Ada tiga alasan mengapa PBM itu harus dicabut. Pertama, dari segi konstitusi tidak memenuhi syarat. Kedua, dari segi prosedur tidak ada kedudukan. Ketiga, berdasarkan substansi isinya tidak benar."
Sumber : Berbagai sumber/dpt