Puluhan orang yang tergabung dalam aksi damai “Menolak Kekerasan Atas Nama Agama” meminta pemerintah mencabut SKB 2 Menteri yang mengatur tentang pendirian rumah ibadah. Surat kesepakatan 2 Menteri itu dinilai diskriminatif. Aksi damai yang digelar oleh Forum Solidaritas Kebebasan Beragama ini merupakan reaksi atas insiden penusukan seorang Jemaat HKBP di Bekasi.
Agnes, salah seorang orator, mengatakan SKB 2 Menteri tersebut membuat pemerintah menjadi kerdil karena membiarkan warganya tak bebas dalam menjalankan ibadah. “Kenapa negara menyulitkan warganya beribadah,” katanya.
“Peraturan bersama SKB membuat warga terseok-seok mencari keadilan di negerinya sendiri,” kata Agnes, saat menyampaikan refleksi kerukunan umat beragama di depan Istana Negara, Minggu (19/9). Aksi damai ini berlangsung sejak pukul 14.00 WIB.
Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri tersebut ditandatangani oleh Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri pada tahun 2006. Salah satu pasal dalam peraturan ini mengatur syarat pendirian rumah ibadah yang harus mendapat dukungan masyarakat minimal 60 orang. Aturan ini dinilai mengekang umat beragama untuk beribadah, kata Agnes, orang tak semestinya meminta izin siapapun, termasuk kepada negara.
Forum Solidaritas Kebebasan Beragama itu sendiri merupakan forum lintas agama yang terdiri dari beragam organisasi, antara lain Koalisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Wahid Institute, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Petisi 28.
Selain meminta pencabutan SKB 2 Menteri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga diminta bersikap lebih tegas terhadap pelaku kekerasan yang mengatasnamakan agama. “Adili pelakunya, cukup ini (kasus HKBP Bekasi) yang terakhir,” kata Koordinator Forum Solidaritas Kebebasan Beragama, Adin. Dengan membawa pengeras suara, aksi damai ini juga didukung oleh sejumlah poster. Adapun poster-poster itu bertuliskan antara lain “SBY-Boediono Bertanggungjawab”, “Tindak Kekerasan Atas Nama Agama”, dan “Usut Tuntas Pelaku Kekerasan.”
Sumber : tempointeraktif/lh3