Jangan Kibuli Rakyat Perihal Utang Negara

Nasional / 14 September 2010

Kalangan Sendiri

Jangan Kibuli Rakyat Perihal Utang Negara

Lestari99 Official Writer
2714

Kalau Anda ingin tahu, posisi utang Indonesia di tahun 2011 adalah sebesar Rp. 1.807.500.000.000.000,-. Siapapun pasti pusing melihat angka nol yang berderet panjang. Tapi dari kebijakan pemerintah yang ada saat ini, Presiden SBY sepertinya tidak pusing dengan deretan nol yang panjang tersebut. Buktinya, Indonesia baru saja menandatangani 20 jenis utang baru!

Selama utang menjadi beban APBN, sebenarnya bisa dibilang selama itu pula rakyat kecil tidak akan bisa menikmati dana APBN. Dari pembagian alokasi APBN bisa terlihat bahwa prioritas utamanya adalah demi kesejahteraan pejabat dan uang sisanya dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat.

Hal ini terlihat dalam 10 tahun terakhir, alokasi dana APBN rata-rata 70%, bahkan tahun 2008 mencapai 77,88% untuk kepentingan pemerintah pusat dan sisanya yang hanya 22,12% diturunkan ke pemerintah daerah yang masih harus dibagi-bagi ke sekian propinsi, kotamadya / kabupaten, kecamatan dan ribuan desa lainnya.

Pemerintah selama ini terkesan mencoba menutupi pembengkakan utang ini dengan mengedepankan rasio utang yang terus menurun terhadap PDB. Pada tahun 2000, utang Indonesia berada pada posisi Rp 1.234,28 triliun dengan rasio 89% terhadap PDB. Sedangkan di bulan Juli tahun 2010 posisi utang Indonesia berada pada posisi Rp 1.625,379 triliun dengan rasio 26%. Rasio utangnya memang menurun namun jumlah utangnya secara nominal terus membengkak.

Dengan rasio utang yang ada, neraca keuangan Indonesia dianggap sangat sehat dan sangat positif dibanding negara-negara lain di dunia, bahkan menjadikan Indonesia sebagai negara terbaik di dunia setelah Cina dan India. Namun jika dibandingkan dengan rasio keuangan negara Amerika yang lagi sekarat, kenapa negara asing di dunia seperti Cina, Jepang, negara-negara Eropa maupun institusi keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia lebih senang meminjamkan uang ke Amerika meski secara hitam di atas putih neraca keuangannya kelihatan sekarat daripada Indonesia?

Kalau memang rasio neraca keuangan itu sangat penting, seharusnya Amerika tidak akan disenangi oleh para investor asing. Tapi yang terjadi justru sebaiknya, negara yang memiliki rasio neraca keuangan amburadul malah disenang dan masih dipercaya oleh para investor asing. Hal ini dikarenakan Amerika memiliki domestic equity market yang sangat solid dan market capitalization yang sangat besar, dimana kedua hal ini justru ridak dimiliki oleh Indonesia. Inilah makna dari rasio neraca keuangan itu sebenarnya.

Rasio utang yang semain kecil dari tahun ke tahun sesungguhnya menutupi kenyataan yang sebenarnya bahwa utang Indonesia yang setinggi gunung Himalaya dan seluas lautan pacific itu idak mengecil melainkan membesar setiap hari, setiap minggu, setiap bulan dan bahkan setiap tahunnya.

Apalah artinya rasio neraca keuangan yang sehat jika kondisi keuangan yang sehat itu tidak mampu mengurangi kemiskinan dan pengangguran di Indonesia? Inilah pertanyaan yang harus digarisbawahi dan menjadi pertanyaan yang harus dijawab.

Selama kebijaksanaan pemeritah Indonesia masih menggunakan sistem tambal sulam dalam menyelesaikan utang dengan sekedar mengkalkulasi utang-utang itu berdasarkan rasio terhadap jumlah PDB, bisa diprediksikan utang-utang Indonesia itu sepertinya tidak akan bisa dilunasi.

Kepada anggota paris Club saja Indonesia masih harus membayar utang selama 40 tahun. Belum lagi ditambah dengan utang kepada negara-negara asing lainnya yang junkahbya lebih besar daripada utang luar negeri. Jika sudah demikian, kapan Indionesia bisa menikmati kebebasan dari utang>

Dengan kondisi utang seperti ini, banyak pihak yang menyayangkan tindakan SBY menandatangani 20 jenis utang baru. Karena bagaimanapun juga rakyat Indonesialah yang merasakan dampak dari utang-utang pemerintah itu.

Sumber : Chris Komari / Tokohindonesia
Halaman :
1

Ikuti Kami