Meskipun Baasyir memilih untuk melakukan gerakan tutup mulut selama pemeriksaan di Mabes Polri, Polri tak pernah tinggal diam. Mereka membuktikan bahwa kepolisian memiliki bukti yang cukup untuk menyeret Baasyir ke penjara dan bukan hanya sekedar rekayasa penangkapan belaka.
Setelah polemik rekayasa penangkapan Baasyir terus berkembang tanpa henti, Polri pun memutuskan mengungkap misteri keterlibatan Amir Jamaah Ansharut Tauhit (JAT) Abu Bakar Baasyir dalam perencanaan maupun pendanaan kegiatan terorisme dan latihan militer di Aceh. Urutan rencana dan pendanaan ini didapatkan Polri berdasarkan hasil BAP beberapa tersangka teroris yang telah tertangkap sebelumnya. Kadiv Humas Polri, Brigjen Pol Iskandar Hasan membeberkan kronologis aliran dana di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (18/8).
Keterlibatan Baasyir dalam kegiatan latihan militer kelompok teroris di Aceh bermula ketika Baasyir ditemui oleh Ubad Al Luthfi Haidaroh Al Abu Jakfar sekitar bulan Maret tahun 2009. Ubaid menemui Baasyir setelah Dulmatin meminta tolong kepadanya agat dipertemukan dengan Baasyir sebulan sebelumnya. Ubaid mengenal Dulmatin saat Dulmatin mengajar di Pondok Pesantren (Ponpres) Al Muslimin, Magetan, yang merupakan Ponpes milik orangtua Ubaid. Baasyir pun setuju untuk bertemu.
Tanpa Ubaid, keduanya bertemu di sebuah rumah toko milik Alif Miftakh. Ruko tersebut berjarak sekitar 100 meter dari Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Solo, yang dipimpin Baasyir.
Dalam pertemuan sekitar 15 menit itu, Dulmatin mengusulkan suatu rencana program latihan militer di Aceh dengan Abu Yusuf alias Muzayin alias Mustakim sebagai ketua pelatihan. Merespon pertemuan tersebut, Baasyir pun lalu berpesan kepada Ubaid untuk turut hadir dalam pertemuan lanjutan esok harinya guna membahas usulan Dulmatin tersebut.
Dalam pertemuan selanjutnya Baasyir, Abu Yusuf dan Ubaid kemudian membahas hal yang sama. Namun Abu Yusuf yang turut dalam pertemuan menyarankan agar pucuk pimpinan kelompok latihan militer itu jangan dibebankan kepadanya, melainkan kepada Abu Tholut yang sudah lebih berpengalaman dan Baasyir menyetujuinya. Abu Tholut yang dimintai konfirmasi kesediaannya pun menyanggupi usulan tersebut. Abu Tholut lalu meminta agar dapat menemui Dulmatin secara langsung.
Maret 2009, Ubaid, Dulmatin, dan Abu Tholut pun akhirnya bertemu di Jakarta membahas tentang rencana melakukan survei lokasi yang akan dijadikan kamp militer di Aceh. Ubaid pun kemudian disuruh menemui Baasyir lagi di Pondok Pesantren, Ngruki, Solo untuk menyampaikan rencana mereka melakukan survei dan meminta dana operasi.
Berdasarkan BAP Ubaid, saat itulah ia diberi uang Rp 5 juta oleh Baasyir. Kemudian Baasyir meminta Ubaid menemui Thoib, bendahara JAT Solo, untuk mendapat tambahan dana lagi sebesar 10 juta dan menyampaikan ada orang-orang yang nantinya bisa dihubungi untuk tambahan dana
Beberapa hari kemudian, Ubaid, Dulmatin dan Abu Tholut berangkat ke Aceh untuk melakukan survei di Aceh. Sesampainya di Aceh, mereka disambut oleh Yudi Zulfahri, alumni STPDN yang bekerja sebagai pegawai pemerintah kota di sana.
Bersama Tengku Marzuki, ketiganya lalu melakukan survei ke daerah pegunungan Jantho, Aceh Besar. Seusai survei, Abu Tholut menyampaikan laporan hasil survei itu kepada Baasyir sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap dana yang telah diberikan Baasyir.
September 2009, Baasyir kembali menelepon Ubaid. Kali ini Baasyir meminta Ubaid untuk mengambil uang sebesar Rp 60 juta dari Thoib.
Pertengahan Oktober 2009, Baasyir kembali menghubungi Ubaid untuk memberitahu jika sudah tersedia infaq jamaah sebesar 5.000 dolar AS yang dapat digunakan bagi kegiatan latihan militer di Aceh tersebut. Baasyir sendiri yang langsung menyerahan uang itu kepada Ubaid di Ngruki, Solo.
November 2009, Baasyir menyerahkan lagi uang sebesar Rp 120 juta kepada Ubaid di kantor JAT Solo. Uang itu diserahkan kepada Dulmatin melalui Machfud. Pada bulan yang sama, Baasyir menyerahkan lagi uang sebesar Rp 25 juta kepada Ubaid melalui Thoib. Satu pekan kemudian, masih pada bulan yang sama, Baasyir kembali menelepon Ubaid untuk mengambil lagi uang sebesar Rp 75 juta dari Thoib.
Setelah menerima uang tersebut, Ubaid ditemani Machfud, tersangka teroris lainnya, berangkat ke Jakarta dengan bus Rosalia Indah. Mereka turun di terminal Lebak Bulus, lalu mengantarkan uang ke kontrakan Dulmatin di Ciputat.
Masih di bulan November, Baasyir meminta Abu Yusuf melaporkan hasil survei di Aceh di kantor JAT di Pejaten. Abu Yusuf pun menyanggupi permintaan Baasyir itu. Kesimpulan dari hasil laporan itu adalah daerah pegunungan Jantho dapat dijadikan tempat latihan seperti di Moro (Filipina). Dan hal ini disambut positif oleh Baasyir.
Pertengahan Januari 2010, para peserta latihan militer pun mulai berdatangan ke Aceh. Mereka datang bergelombang sejak Oktober 2009. Latihan militer sendiri dilaksanakan di bukit Krueng Linteung pada 28 Januari 2010.
Sumber : yahoonews