Biasanya, ibu dan anak perempuannya bisa saling memahami secara mendalam, bahkan tampaknya mereka bisa menjalin hubungan telepatis. Perasaan ibu terhadap anak perempuannya bisa amat kuat, seperti halnya perasaan ayah terhadap anak laki-lakinya. Anak-anak kita seakan-akan memantulkan kembali kepada kita segala harapan kita, perasaan takut kita, dan segala sesuatu yang kita rasakan tentang hidup kita sendiri. Kalau Anda menyadarinya, itu akan membantu.
Kunci untuk mengatasi kecenderungan itu adalah kesadaran diri. Simaklah apa yang terucap dari mulut Anda sendiri dan pertimbangkan baik-baik ‘bagaimana dulunya pribadi Anda terbentuk’. Sadari bahwa anak-anak perempuan Anda bukanlah Anda, beri mereka keleluasaan untuk melakukan kesalahan mereka sendiri, menemukan jawaban mereka sendiri, menentukan sendiri apa yang mereka inginkan.
Ada lima cara pengasuhan anak oleh orangtua. Mari kita terapkan kelima gaya berikut ini pada sebuah situasi sederhana yang dapat terjadi sehari-hari. Seperti contoh : Mutia, bocah perempuan berusia enam tahun, jatuh terjerembab saat ia berlarian di sebuah taman. Lalu ia mendekati ibunya sambil menangis, ibunya bisa bereaksi dengan :
Gaya yang kasar atau abusive
Ibunya yang sedang asyik berbincang dengan temannya, menoleh kepada Mutia lalu menghardiknya, “Ayo diam, jangan cengeng seperti itu..” Setelah menghardiknya begitu, sang ibu menyambar lengan anak perempuannya, lalu menariknya dengan kasar untuk membawanya pulang atau untuk menceramahinya di tempat lain yang lebih sepi.
Pesan yang disampaikan melalui gaya seperti itu adalah “Kamu tak penting. Ibu tak peduli dengan segala perasaanmu. Kamu selalu mengganggu Ibu.” Si bocah boleh jadi merasa sakit hati dan kehilangan harapan, atau marah, atau merasa kesepian dan ingin menarik diri. Kalau mau jujur, banyak dari antara kita yang kadang kala merasa sumpek dengan kehidupan kita sehari-hari sehingga kita bereaksi dengan melontarkan kata-kata kasar dan dengan cara yang kasar pula.
Ibu yang bersikap gaya kasar ini membutuhkan bimbingan yang baik untuk waktu yang cukup lama, supaya dia bisa memenuhi kebutuhan emosionalnya sendiri, menyembuhkan luka hatinya sendiri sambil selalu mencoba memperlakukan anak perempuannya dengan penuh perhatian dan kasih sayang.
Gaya yang bersyarat
Ketika Mutia datang sambil menangis, si ibu akan berkata, “Kalau kamu tak berhenti menangis, Ibu tak akan mengobati lenganmu yang luka itu. Lagipula, mengapa kamu bisa sampai jatuh begitu?” Orangtua seperti ini berhubungan dengan anaknya melalui cara melontarkan berbagai ancaman serta persyaratan. Si anak harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan, keinginan, maupun harapan orangtuanya.
Orangtua seperti ini biasanya amat cermat serta kaku, menerapkan standar yang sangat tinggi bagi dirinya dan orang di sekitarnya. Si anak akan merasakan dirinya selalu kurang, tak pernah bisa memenuhi apa yang dituntut dari dirinya. Si anak kemungkinan tumbuh menjadi seorang dewasa yang selalu ingin lebih dan lebih, memaksakan diri untuk meraih sesuatu, menderita anoreksia (tidak punya nafsu makan), mengalami kesulitan membangun hubungan baik dengan orang lain atau paling parah tidak bisa mempertahankan pernikahannya.
Seorang ibu yang cenderung bersikap secara bersyarat perlu belajar lebih rileks. Ia perlu belajar bagaimana menemukan dan memberi dirinya sendiri, cinta serta dukungan bagi apa adanya dirinya. Ia harus belajar untuk bisa menerima kenyataan bahwa cinta diberi dan diterima tanpa syarat
Gaya yang terlalu baik
Si ibu cepat-cepat berlari menghampiri dan membantu anak perempuannya yang jatuh itu bahkan sebelum anaknya itu sempat berdiri. “Oh, lihat lenganmu ini. Pasti sakit sekali ya? Sini Ibu obati lukamu. Ibu akan belikan makanan kesukaanmu, apapun yang kamu mau.”
Sepintas, ibu ini tampak bersikap sangat baik. Namun, gaya seperti itu menyampaikan pesan, “Kamu korban yang malang. Kamu lemah dan tak mampu, kamu butuh aku merawatmu.” Seorang anak yang diperlakukan seperti ini memiliki perasaan campur aduk. Terkadang dia merasa nyaman, tapi sekaligus merasakan tekanan kewajiban serta perasaan kesal.
Ibu seperti ini perlu membangun perasaan yang lebih mantap mengenai dirinya sendiri. Boleh jadi, selama masa kanak-kanaknya ibu ini sering harus menghadapi orangtuanya yang kecanduan minuman keras, atau miskin. Ibu seperti ini akan terbantu bila ia membaca buku tentang rasa saling percaya dan kesetaraan.
Gaya yang tak peduli.
Ibu ini tak memedulikan luka anaknya. Malahan mungkin tidak berada di taman tempat anaknya bermain. Anak ini mendapat cukup makan dan berpakaian pantas, tapi orangtuanya tak terlibat dalam dunianya. Jauh di lubuk hatinya, anak perempuan ini tahu bahwa mati atau hidup ia akan selalu sendirian. Kemungkinan dia akan tumbuh sebagai perempuan dewasa yang terbiasa mengeraskan hati serta kesepian, dengan berbagai bentuk kemarahan serta kekecewaan yang bersemayam di dalam hatinya. Sikap tak peduli sama dengan sikap kasar, bahkan dalam keadaan tertentu sikap tersebut merupakan salah satu bentuk sikap kasar yang paling buruk.
Gaya penuh perhatian asertif
Ibu seperti ini akan memeluk dengan hangat dan penuh pengertian kepada anak perempuannya yang lengannya terluka. Ia akan mengatakan, “Lenganmu luka. Ibu ikut sedih karena kamu terluka. Ayo, Ibu bersihkan dan obati lukamu, ya?” Dengan demikian, si anak merasa dirinya dan perasaannya diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Ibunya menunjukkan sikap selalu siap dan dengan senang hati membantunya. Si anak merasa nyaman, lega, terlindungi, aman, dan merasa dicintai.
Ibu seperti ini memberi keleluasaan pada anaknya untuk bertumbuh menjadi orang yang mandiri. Orangtua seperti ini selalu siap memberi bantuan tapi tak pernah memaksakannya. Pesan yang tersampaikan adalah “Aku percaya kau bisa membuat keputusan mengenai apa pun yang kau butuhkan.”
Jelas gaya penuh perhatian asertif adalah gaya yang dibutuhkan. Karena itu, gapailah cita-cita ini menjadi kenyataan, agar hasilnya nanti Anda akan mendapatkan anak perempuan yang tumbuh menjadi wanita mandiri dan mampu menghadapi semua hambatan.
Sumber : buku mendidik anak dengan cinta/lh3