Program konversi gas dari minyak tanah yang dicanangkan pemerintah dua tahun terakhir sepertinya sedang terpuruk menuju kegagalan akibat maraknya berita ledakan gas di penjuru negeri.
Ratusan warga pada tiga desa di Kecamatan Teluk Pandan, Kabupaten Kutai, Provinsi Kalimantan Timur beberapa hari terakhir ini takut menggunakan kompor gas elpiji bantuan pemerintah. Mereka lebih memilih untuk memasak dengan menggunakan kayu atau minyak tanah.
Sebagian warga lagi sudah berani menggunakan kompor gas namun setelah mengganti selang dan regulator yang dianggap aman. Terutama, selang dan regulator merk care compact 300 Mba 2 Kg/h, sedangkan selangnya berwarna orange isi dalamnya seperti karet warna hitam tulisan tekanan maksimum 0,5 Mpa.
Sebelumnya ratusan keluarga mendapat bantuan gratis pemerintah, yakni tabung tiga kilogram, regulator dan selang pada bulan April 2010 lalu. Namun warga mengembalikan bantuan tersebut kepada perusahaan pemasok.
Sedangkan di Lumajang, Jawa Timur, puluhan warga Sukodono rela berdesak-desakan dan antri berjam-jam untuk mendapatkan minyak tanah. Warga mengaku rela antri daripada harus menggunakan elpiji namun terus dihantui kekuatiran karena sering meledak dan memakan korban.
Pemandangan seperti ini hampir tiap hari terjadi di satu-satunya pangkalan minyak tanah yang tersisa di daerah itu. Pangkalan ini hanya mendapat jatah minyak tanah tujuh hingga sembilan drum setiap Senin dan Kamis. Di Lumajang, minyak tanah memang dijual dalam jumlah terbatas. Setiap keluarga hanya boleh membeli maksimal dua liter dengan harga Rp 3.200 per liter.
Kalau saja pemerintah merencanakan dan menjalankan programnya dengan persiapan yang matang, hal seperti ini tentu saja tidak akan terjadi. Kurang cepatnya tanggapan pemerintah dalam menangani ledakan gas juga ditenggarai menjadi penyebab semakin merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Sumber : Berbagai Sumber