Perfeksionis: Pembunuh Pernikahan

Marriage / 20 July 2010

Kalangan Sendiri

Perfeksionis: Pembunuh Pernikahan

Lestari99 Official Writer
4887
“Istri saya meletakkan sikat giginya begitu saja di atas wastafel,” ujar Cal dengan sungguh-sungguh selama sesi konseling baru-baru ini.
“Ya?” jawab saya, mempertanyakan kepeduliannya akan hal itu.
“Saya sudah memintanya agar tidak melakukan hal itu lagi, dan saya pikir dia melakukannya hanya untuk membuat saya jengkel. Kenapa dia terus melakukan sesuatu yang dia tahu bahwa hal itu mengganggu saya?
“Saya tidak tahu,” jawab saya, sambil bertanya-tanya kenapa Cal menanggapi hal sesepele ini dengan begitu serius.
“Dia juga selalu menimbulkan suara saat makan,” lanjutnya. “Saya sudah memintanya untuk menghentikan hal itu tapi sepertinya hanya membuat dia semakin marah...”
“Tidakkah kamu berpikir bahwa seperti itulah cara dia makan hampir selama dia hidup, Cal?” tanya saya. “Bukankah ini hanya masalah kebiasaan dan tidak perlu dibesar-besarkan?”
“Tapi ini merupakan masalah besar bagi saya!” ujarnya dengan tegas. “Tak ada yang boleh terlihat seperti itu di hadapan saya.”
“Saya mengerti,” ujar saya meyakinkannya. “Saya dengan jelas dapat melihat bahwa hal-hal ini telah mengganggu Anda dan Anda ingin agar istri Anda peduli dengan mengubah hal-hal ini.”
“Ya, ya!” jawabnya.
“Pertikaian Anda dengan istri Anda adalah karena perilaku-perilaku istri Anda yang banyak membuat Anda menderita bukan?” tanya saya pada Cal.
“Anda tidak akan percaya besarnya masalah yang ada di antara kami,” jawabnya, dengan wajah kesal.
“Saya tidak dapat menolong tapi hanya bertanya-tanya, bagaimana jika masalah-masalah yang ada sebenarnya adalah bagian dari pola perfeksionis yang ada di dalam diri Anda? Apakah Anda berpikir bahwa itu mungkin?”
“Istri saya pasti melihatnya seperti itu,” jawabnya dengan perlahan. “Tapi saya lihat apa yang saya minta bukanlah suatu hal yang besar.”

Seorang wanita menyuarakan isu yang sama tentang perfeksionis melalui email yang saya terima:

Dear Dr. David. Saya sepertinya tidak bisa melakukan apa yang benar di mata suami saya. Saya selalu gagal memenuhi standar yang ia tetapkan. Dia tidak suka cara saya memasak, cara saya membersihkan rumah, cara saya membawa mobil yang membuatnya menjadi kotor, bahkan dia tidak suka cara saya melipat baju. Hal ini menjadi tampak konyol bagi saya. Saya sekarang menjadi kepahitan kepadanya dan suami saya benar ketika ia merasa bahwa saya tidak ingin melakukan semua hal itu untuknya. Dia mengkritik saya untuk hal-hal yang tidak akan dilakukannya kepada orang lain, bahkan kepada dirinya sendiri. Saya tidak kritis terhadapnya, tapi dia tidak akan pernah berhenti melakukannya terhadap saya. Hal ini mulai mempengaruhi pernikahan kami. Apa yang dapat saya lakukan untuk membuanya berhenti mengkritik? Tolong bantu saya.

Hal ini dapat dimengerti dengan baik bahwa sifat perfeksionis adalah pembunuh utama dalam suatu hubungan. Orang yang perfeksionis sering mengharapkan lebih dari orang lain daripada apa yang mereka harapkan dari diri mereka sendiri. Pada akhirnya orang yang perfeksionis hanya melihat kesalahan pada diri orang lain, membuat mereka menjadi superior, dan meminimalkan kelemahan mereka sendiri. Kombinasi ini sungguh mematikan dalam sebuah pernikahan.

Alkitab berkata, “Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri.” (Roma 15:1) Perhatikan ayat ini, dikatakan bahwa kita tidak hanya harus menanggung kelemahan orang lain, tapi bagian terakhir dari ayat tersebut menekankan “...jangan kita mencari kesenangan kita sendiri”. Menurut saya, ketika kita fokus kepada kelemahan orang lain, kita memang bisa menyenangkan diri kita sendiri. Kita ingin dunia berjalan tepat seperti apa yang kita inginkan!

Pertimbangkan banyaknya aspek yang diderita oleh mereka yang perfeksionis:

  • Menjadi terobsesi dengan hal-hal yang bersifat sepele.
  • Membuat hal sepele menjadi hal yang sangat penting.
  • Menyatakan hal-hal sepele menjadi standard moral (benar dan salah) secara alami, padahal tidak demikian adanya.
  • Menjadi otoriter saat memaksa orang lain mengikuti apa yang diinginkan.
  • Membiarkan hal sepele itu menggerogoti dan menganggapnya lebih penting dari hubungan itu sendiri.
  • Masalah-masalah ini akhirnya terbungkus di dalam kemarahan, kritik dan kebencian.

Mungkin saja tumpukan surat kabar tua itu menjengkelkan – sebagaimana sikat gigi di wastafel, atau sepatu kotor yang dipakai di atas karpet – namun apakah isu-isu ini akan menjadi pedang yang kita pilih untuk mematikan pernikahan kita?

Saat membesarkan dua orang putra, saya memiliki banyak kesempatan untuk “memilih pertempuran saya”. Mereka selalu menguji kesabaran saya sampai di ambang batas. Saya harus bersabar ketika mereka mengambil dan mengenakan kaus kaki olahraga saya, tapi itu bukanlah sebuah alasan untuk menjadikan hari saya buruk. Saya menemukan kenyataan yang sama di dalam pernikahan: sesuatu tidak akan selalu terjadi seperti yang saya inginkan dan tidak ada alasan untuk memerangi sesuatu yang tidak akan pernah bisa saya menangkan.

Jadi, izinkan saya menawarkan beberapa saran sederhana:

Pertama, mengharapkan pasangan Anda menjadi sempurna sama halnya dengan menunggu kereta api yang tidak akan pernah datang. Hal itu tidak akan pernah terjadi. Ketika Anda mengiyakan pernyataan di atas, Anda  setuju pada prinsip untuk menanggung kelemahan pasangan Anda. Jangan biarkan hal-hal kecil menjadi besar.

Kedua, kekurangan adalah sesuatu yang justru membuat seseorang menjadi unik. Kekurangan akan menambah warna dalam hubungan kita. Cobalah untuk mengingat dan lihatlah apakah ada suatu hal yang dapat membuat Anda tersenyum pada sesuatu yang mengganggu Anda? Cobalah mengingat kelemahan pasangan Anda dan juga ekspresi emosi mereka. Ingatlah bahwa Anda juga memiliki kedua hal itu!

Ketiga, pilihlah pertempuran Anda. Jika suatu hal benar-benar penting untuk diubah oleh pasangan Anda, maka lakukanlah. Tapi, pilihlah dengan hati-hati. Anda tidak dapat menganggap semua hal itu adalah sesuatu yang penting, dan melakukannya justru hanya akan menunjuk kesalahan Anda sendiri bukan mereka. Perhatikan juga, pernikahan yang dipenuhi dengan banyak pertikaian akan segera membawa pernikahan ke dalam kesulitan.

Keempat, ingatlah ketika mereka melakukan sesuatu yang tidak Anda sukai, bukan berarti mereka bermaksud melukai Anda. Itu hanyalah kebiasaan lama dan perilaku yang sudah terpola lama jauh sebelum mereka bertemu dengan Anda. Jangan menganggapnya secara pribadi. Semua itu bukan tentang Anda.

Terakhir, milikilah perspektif yang positif. Semua hal itu bukanlah masalah besar. Jangan jadikan kekurangan pasangan sebagai alasan untuk menimbulkan ketegangan dan konflik dalam pernikahan Anda. Biarkan perasaan negatif itu pergi. Jangan biarkan masalah kecil ini mengganggu dan mengusir unsur-unsur positif dari pernikahan Anda.

Sumber : crosswalk.com / LEP
Halaman :
1

Ikuti Kami