“Ketika orangtua saya ngomong seperti itu, saya sudah merasa ‘wah orangtua saya bilang saya, anak yang tiada guna’ dan saya harus cari perhatian di dunia luar. Caranya mungkin berantam. Jadi memang hampir setiap hari lah saya pasti berantam,” ujar Hendry mengawali kisahnya.
Kutukan dari sang ibu yang sering mengatakan dirinya tidak berguna dimulai sejak Hendry masih berumur tiga minggu.
“Memang saya dengar cerita dari keluarga besar saya, orang tua saya khususnya bapak saya punya ilmu. Jadi, memang orang yang memberikan ilmu itu minta tuntut sebagai imbalan atas apa yang pernah ia kasih dalam hidup bapak saya”
“Saya waktu kecil kira-kira tiga minggu, mengalami kejang-kejang sampai akhirnya saya meninggal. Saya dengar cerita bahwa saya meninggal kira-kira tujuh sampai delapan jam. Dokter yang memeriksa saya ketika itu tidak menemukan adanya penyebab kematian saya. Namun, karena anugerah Tuhan, saya dapat hidup kembali. Saya bisa bernafas seperti dahulu kala”
Meskipun nyawanya telah kembali, orangtua Hendry malah membenci Hendry. Tidak ada kasih sayang yang dirasakannya semasa ia kecil. Sebagai pelampiasan, ia pun mulai berlaku nakal, bahkan sejak saat itu berkelahi menjadi hobinya.
Suatu hari, seorang ibu datang ke rumah orangtua Hendry. Disana ia mengadu bahwa anaknya telah dipukul oleh dirinya. Mengetahui hal tersebut, ketika ia baru saja selesai bermain di luar dan kembali ke rumah, ibunya yang sudah berada di dalam langsung memberikan omelan dan memukul dirinya dengan membabi buta. Tangisan yang dikeluarkan oleh Hendry tidak mampu meluluhkan hati ibunya. Bahkan ketika abangnya datang melihat tangisannya, bukannya mendiemkan, malah sebuah tindakan kekerasan kembali dialaminya.
Tanpa disadari, karena kelakuan abangnya, karakter Hendry kecil menjadi beringas hingga beranjak remaja. Apabila ada teman yang membutuhkan pertolongannya, dengan senang hati ia akan membantu sehingga perkelahian sering terjadi bukan akibat dirinya tetapi karena rasa solidaritas sebagai sebuah kelompok.
Penghargaan yang ia dapat dari teman-teman sekitar membuatnya menjadi nyaman dengan kehidupan barunya tersebut dan hal ini mengikatnya terus hingga dirinya beranjak dewasa. Sampai suatu ketika, terjadilah kerusuhan di daerah tempat tinggalnya. Peristiwa tersebut bukan membuat nyalinya ciut, justru disitulah ia semakin berani.
Usai kerusuhan, ia pun memutuskan untuk pergi ke Jakarta bertemu dengan salah seorang abangnya. Di kota metropolitan ini, kehidupannya semakin bertambah hancur. Dengan bantuan abangnya tersebut, ia berhasil di terima di kelompok penjahat Hercules.
Awal bergabung disana, ia hanyalah pemuda lugu yang mau disuruh apa saja oleh senior-seniornya. Sampai suatu ketika terjadilah bentrok antar genk. Hendry yang merupakan anggota termuda pada saat itu tiba-tiba melakukan penyerangan. Dengan golok di tangan ia pun berhasil memukul mundur sang lawan.
Prestasi ini membawa dirinya sebagai penjahat yang dihomati. Lewat segala cara, Hendry memperlihatkan diri sebagai orang yang patut ditakuti. Tidak segan-segan senjata api menjadi pegangannya apabila pergi kemana-mana. Sudah tidak terhitung berapa orang yang terluka karena menerima peluru yang keluar dari pistolnya.
Suatu hari, Hendry ditemui oleh seorang abang sepupunya. Dan Hendry coba disadarkan dari semua perbuatan jahatnya selama ini oleh abang sepupunya tersebut.
Kekerasan tetap menyelimuti hati Hendry, namun suatu malam perasaannya gelisah dan tanpa ia tahu sebabnya. “Saya langsung kepikiran ‘Saya ini banyak musuh’, Walaupun saya mempunyai banyak pistol, saya mempunyai musuh. Dan saya kalau tidak membunuh orang, orang yang akan bunuh saya”
Di tengah ketidaktenangan hatinya, ia mulai menangis. Tubuhnya gemetar ketika melihat pistolnya sendiri. Pro dan kontra mulai bertarung dalam hidupnya.
Saat itu, Hendry sama sekali belum memiliki tekad yang bulat untuk bertobat, bahkan ia merencanakan hal itu hanya untuk menyenangkan hati abangnyaa. “Saya beresin, beresin, beresin, pistol ini saya taruh di sweater saya kemudian saya taruh bawah sekali karena kalau diperiksa paling ambil atasnya doang”
“Tiba-tiba abang saya masuk ke kamar saya. Ia mau melihat pakaian-paakaian yang saya bawa keluar. Ketika diperiksa satu-satu, pistol saya ternyata jatuh. Ia pun mengambil pistol tersebut dan mulai mengarahkan kepada saya. Ia bilang, ’ini saatnya saya bunuh kamu’’. Muka saya menjadi pusat pasi melihat kelakuan abang saya. Namun, ternyata itu hanyalah gertakan. Ia hanya meminta saya mengikuti sebuah kegiatan Kaniku”
Peristiwa tersebut merupakan titik awal dari perubahan hidup Hendry. Dari seorang preman yang brutal dan beringas, juga sangat susah untuk diatur, Hendry harus mengalami proses pembentukkan selama lebih satu tahun dan selama menjalani proses tersebut Tuhan pun memulihkan segala luka batinnya selama ia kecil sehingga perlahan Hendry pun diubah menjadi pribadi yang baru.
“Saya percaya bahwa Tuhan itu luar biasa. Tuhan itu bela orang yang dianggap sampah ketika kita percaya sama Tuhan, Dia mengangkat kita. Itu yang saya percaya bahwa Tuhan itu luar biasa dalam hidup saya dan Tuhan tidak pernah melihat latar belakang kita, latar belakang saya, kekurangan saya, apa yang saya lakukan dulu-dulu, tapi Tuhan benar-benar angkat saya menjadi anak-Nya dan saya berharga di hadapan Tuhan,” ujar Hendry menutup kesaksiannya.
Kisah ini ditayangkan 14 Juni 2010 dalam acara Solusi Life di O’Channel
Sumber Kesaksian:Hendry Kili-Kili Sumber : V100616110247