Di Bawah Tekanan, Hakim Kirgistan Berjuang Bagi Kebenaran

Internasional / 5 July 2010

Kalangan Sendiri

Di Bawah Tekanan, Hakim Kirgistan Berjuang Bagi Kebenaran

Lestari99 Official Writer
4181

Pada 6 April 2010, para demonstran anti-pemerintah telah memicu sebuah revolusi yang mengakhiri pemerintahan lima tahun Presiden Kirgistan, Kurmanbek Bakiyev.

Keesokan harinya, pasukan pemerintah menanggapi gelombang demonstran dengan tembakan dan menewaskan setidaknya 88 orang.

Peristiwa yang terjadi pada minggu itu tidak hanya mengubah negara, tetapi juga kehidupan kekristenan Hakim Anarkul Toksobayeva.

“Pendeta saya mengatakan, ‘Tuhan melakukan revolusi ini untukmu’,” ujar Toksobayeva.

Toksobayeva memperjuangkan kebenaran melalui hukum dan sering bertentangan dengan Presiden Bakiyev – sebuah tugas yang tidaklah mudah karena para pejabat di negeri itu sering mencampuri keputusan pengadilan.

“Ada dua kasus yang paling saya ingat. Yang pertama, saya diminta untuk membuat seseorang bersalah padahal saya cukup yakin bahwa dia tidak bersalah,” kenang Toksobayeva. “Yang kedua, saya diminta untuk membuat seseorang tidak bersalah padahal saya yakin bahwa dia bersalah.”

“Jadi, saya berdoa secara khusus untuk situasi ini karena mereka juga memanggil saya ke lantai atas dan mengatakan bahwa saya harus memutuskan seperti apa yang mereka inginkan,” lanjutnya.

Keluarga Toksobayeva yang komunis membesarkannya sebagai seorang komunis. Meskipun Kirgistan adalah negara Muslim, banyak orang Kirgistan yang memeluk agama Kristen. Toksobayeva adalah salah satu diantaranya yang akhirnya datang untuk mengenal Kristus.

Iman Toksobayeva mendorongnya untuk menegakkan hukum dan dia sering mendesak sesama hakim untuk menolak tuntutan korup para pejabat pemerintah.

“[Suatu hari] saya membuka Alkitab di depan dua hakim lainnya (non Kristen) dan mulai membaca dan berdoa dengan suara keras. Saya berdoa dan membaca dengan suara keras selama 40 menit,” ujar Toksobayeva. “Para kolega saya menatapku seolah-olah saya gila.”

Tindakannya itu memancing masalah dengan pemerintahan Bakiyev. Toksobayeva mengatakan para pejabat meletakkan uang di kantornya lalu menuduhnya telah menerima suap.

“Tentu saja alasan utama mereka melakukan ini adalah mereka ingin menyingkirkan saya karena saya tidak mengikuti perintah mereka yang tidak adil,” ujar Toksobayeva. “Saya berkata, ‘Anda tidak dapat melakukan apa-apa kepada saya. Saya takut kepada Tuhan tapi saya tidak takut kepada Anda.”

Pertempuran hukum itupun harus dijalaninya selama empat tahun. Kasus Toksobayeva akhirnya diakhiri pada pengadilan banding tahun ini tanggal 6 April – bertepatan dengan dimulainya revolusi Kirgistan.

“Saya tidak tahu apa yang terjadi dengan Bakiyev dan kondisi polistik saat itu sampai sore keesokan harinya,” jelas Toksobayeva. “Saya menerima telepon dari seseorang yang mengatakan bahwa Bakiyev pergi meninggalkan istana kepresidenan. Saya memuji Tuhan, mengucap syukur kepadanya untuk semua hal ini.”

Pada awal Juni, dengan presiden dan para kroninya terlempar dari kekuasaan, Mahkamah Agung akhirnya memutuskan tidak ada bukti untuk melawan Toksobayeva dan ia dibebaskan.

Selama persidangan, Toksobayeva berkata bahwa kitab Perjanjian Lama Ayub memberi dorongan baginya.

“Ayub seperti teman saya di masa sulit. Saya mengerti bahwa kita perlu bertahan melalui semua kesulitan dan masalah,” ujar Toksobayeva.

Orang-orang Kirgistan menderita kesulitan yang lebih besar pada pertengahan Juni. Serangan balik dari para pendukung Bakiyev terhadap etnis Uzbeks di bagian selatan negara itu memaksa 400.000 orang meninggalkan rumah mereka. Sebanyak 2.000 orang tewas.

Beberapa orang Uzbeks telah kembali ke desa mereka, tapi banyak yang takut tindak kekerasan bisa terjadi lagi. Namun, mereka tetap optimis pada masa depan.

Para pemilih baru-baru ini setuju untuk mengubah konstitusi, memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen dan perdana menteri. Pemilihan umum parlemen akan diselenggarakan pada bulan Oktober.

Sebagaimana negara ini dipaksa menuju demokrasi, Toksobayeva meminta orang Kristen untuk berdoa bagi tegaknya reformasi yang adil, para pemimpin yang jujur dan hakim yang independen.

“Saya tahu bahwa Tuhan adalah pemimpin dari setiap kekuasaan,” ujar Toksobayeva. “Saya takjub menyaksikan betapa Mahakuasa-nya Dia.”

“Tuhan bisa mengubah keadaan dalam satu menit,” tambahnya. “Dan Dia tidak pernah terlambat.”

Sumber : cbn.com
Halaman :
1

Ikuti Kami