Dua orang wanita yang saya kenal sedang melalui saat-saat yang sulit dalam hidupnya. Wanita yang pertama adalah Jen. Ia kehilangan putranya yang berusia 32 tahun karena bunuh diri, kehilangan ayah mertua dan juga suaminya setelah hampir 40 tahun bersama, dan semuanya terjadi hanya dalam beberapa bulan terakhir. Selama bertahun-tahun ia juga telah mengalami kesulitan yang lain, kehilangan kedua orangtuanya dan memiliki masalah kesehatan.
Wanita lainnya adalah Judy. Ia juga dikenal hidup dalam kesedihan. Judy telah menanti selama bertahun-tahun untuk menemukan ‘pria yang tepat’ untuk dinikahinya dan setelah melalui perjuangan yang gagah berani untuk mewujudkannya, pernikahannya pada akhirnya berujung pada perceraian. Menghabiskan sebagian besar umurnya sebagai seorang single, Judy adalah wanita karir yang sempurna; berjuang untuk posisi, keamanan dan kelangsungan hidupnya. Judy mengalami masalah fisik yang selalu membuatnya terus terjaga dan ia juga kehilangan kedua orangtuanya. Baru-baru ini ia menghadapi kematian hewan peliharaannya yang sangat disayanginya.
Mereka berdua memiliki banyak kesamaan, namun respon mereka sangat bertolak belakang. Jen bagaikan hidup di dalam kabut kesedihan. Dia sangat berduka dan kesepian, dan sedang berjuang untuk dapat melewati hari demi hari, namun Jen tetap bergerak maju. Jen telah berinvestasi dalam kehidupan keluarga dan teman-temannya sepanjang umurnya dan mereka semua hadir di sisinya untuk mendukungnya. Ketika ia tidak dapat mengerti kenapa semua kehilangan ini harus terjadi dalam hidupnya, ia tidak menyalahkan Tuhan atau berbalik menjauhi Tuhan karena ia telah hidup dalam hubungan yang penuh kasih dengan Tuhan sepanjang hidupnya. Jen mengenal Tuhan dan Jen sadar bahwa Tuhan masih menyertainya. Tuhan sanggup membawanya melewati tragedi ini.
Mazmur 63:8-9 sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai. Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku.Ayat ini telah menjadi nyata bagi Jen dan ia mengandalkan hal ini sebagai kebenaranuntuk melalui tragedi kehidupan yang sulit ini.
Judy tidak memiliki keluarga dan teman yang banyak yang bisa mendukungnya sebagaimana Jen. Dia sering sendirian dan kesepian. Secara umum Judy memendam kemarahan terutama kepada Tuhan... ia bahkan mempertanyakan apakah ia masih ingin untuk menyebut dirinya sebagai orang Kristen.
Jen menjalani proses dari pengalaman yang menyakitkan, membiarkan rasa sakit itu datang dalam dosis tertentu setiap hari, lalu melakukan yang terbaik untuk beristirahat dari kesedihan.
Judy terjun ke dalam rasa sakit dan menenggelamkan diri di sana selama seminggu atau lebih, kemudian bangkit dan pergi bekerja dengan menutup diri terhadap rasa sakit yang dialaminya. Judy memasang wajah bahagia dan sepertinya ia mampu menghadapi semua tragedi dengan baik.
Kita semua memiliki tragedi yang menyerang hidup kita; baik besar dan kecil; dalam tenggang waktu yang singkat ataupun lama, seperti yang dikatakan oleh Petrus:
1 Petrus 4:12 Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu.Respon kita terhadap masa-masa menyakitkan itu dapat menentukan dan membentuk masa depan kita. Jika kita tidak menanganinya dengan benar dan pulih dari luka yang tergores dalam roh kita, maka semua tindakan dan hubungan yang kita jalani akan terkena dampaknya. Kita kurang mampu untuk jujur dan berkomitmen jika kita mengambil sikap bertahan dan melindungi diri kita sendiri.
Ketika masa kritis dan rasa sakit menyerang, kita perlu untuk berjalan di atas api dan bukan menghindarinya dengan menyangkal atau menyembunyikan semua rasa sakit itu melalui alkohol, amarah terpendam, dll. Janji Allah dapat membuat kita tetap bertahan.
1 Petrus 5:10 Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaan-Nya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya.Sumber : Diane Markins
Sumber : cbn.com