Ayahku Mati Dengan 20 Tusukan

Family / 25 May 2010

Kalangan Sendiri

Ayahku Mati Dengan 20 Tusukan

Puji Astuti Official Writer
13632

Pengampunan itu adalah sesuatu hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Dan hanya kasih dari Tuhan Yesus sajalah, yang memampukan seseorang untuk mengampuni. Hal ini dibutktikan oleh Juliati dan anak-anaknya, yaitu Darwis, Lukas dan Ivena dengan mengampuni pembunuh yang telah membunuh ayahnya.

Almarhum Asin adalah seorang yang sangat disayangi oleh keluarganya, karena ia sangat baik kepada istri dan anak-anaknya. Ia sering bermain Playstation bersama anak-anaknya, dan sering memancing dengan keluarganya. Lukas sempat membanding-bandingkan dengan orang tua teman-temannya dan ia merasa bahwa ayahnya adalah sosok ayah yang benar-benar baik dibandingkan orang tua yang lainnya.

Pada hari Sabtu itu, saat Asin sekeluarga hendak makan malam keluar, Asin merasakan sebuah firasat tidak enak dan menceritakan hal itu kepada istrinya.

"Saat siang sebelum makan malam, suami saya berkata bahwa ia memiliki firasat buruk, tapi ia tidak tahu firasat apa, oleh karena itu saya tidak menghiraukannya. Ketika kami akan pergi makan malam saya, anak-anak saya dan teman darwis menunggu suami saya di luar rumah. Namun kami bertanya-tanya, mengapa lama sekali keluar dari rumah. Pada saat itu kami pikir, suami saya sedang mengangkat telepon. Lalu kami masuk kedalam rumah dan melihat kalau ternya suami saya telah tergeletak dilantai dan telah bercucuran darah."  Tutur Juliati.

Darah sudah menggenangi lantai, dan Asin sudah tidak bergerak lagi. Dengan pertolongan tetangga, Darwis dan beberapa temannya membawa almarhum Asin ke rumah sakit dengan menggunakan bajaj. Namun ditengah perjalanan untuk menyelamatkan nyawa ayahnya, tiba-tiba bajaj itu mogok.

"Akhirnya mau ngga mau, papa harus dikeluarin dari bajaj. Taruh di jalanan, saya yang pegangin. Teman saya berdua memanggil kendaraan, memanggil bajaj atau taksi." Malangnya tak ada satupun kendaraan yang mau berhenti saat itu.

"Akhirnya harus pasang badan, baru ada taksi yang mau berhenti."

Sang ibu akhirnya tiba di rumah sakit diantar teman-temannya dan langsung melihat kondisi suaminya.

Saat itu dokter yang menangani Asin memberi penjelasan kepada Yuliati, "Bu, ini bukan karena terjatuh, ini suatu pembunuhan. Dan ibu sudah terlambat datangnya, orang ini sudah habis darahnya semua." Mendengar hal itu, Juliati terdiam tak dapat bicara apapun.

Asin meninggal dunia akibat 20 luka tusukan, dan kehabisan darah. Mengetahui sang ayah sudah meninggal dunia Darwis mengalami kekecewaan yang luar biasa pada Tuhan.

"Saya marah, saya pukul-pukul lantai, saya duduk di lantai, saya teriak-teriak. Saya bilang, Tuhan jahat! Tuhan jahat! Tuhan pasti ngga ada!"Darwis berteriak histeris. "Saya bilang sama mama saya, saya ngga percaya lagi sama Tuhan Yesus! Kalau Tuhan Yesus ada, Dia harusnya sanggup jaga keluarga saya."

Ibunya tidak bisa berkata banyak kepada Darwis, "Wis, ngga boleh gitu." Lalu ibu Juliati langsung pulang dan kembali ketoko lalu menggembok toko tersebut.

"Saya pikir pembunuhnya masih ada di dalam toko saya. Oleh karena itu saya pulang ke toko dan menggembok pintu toko tersebut." Ujar Yuliati.

Setelah polisi bekerja selama berjam-jam melakukan penelusuran mencari pembunuh tersebut di toko Yuliati, akhirnya pembunuh itu tertangkap sedang bersembunyi diantara tumpukan drum.

Dari rumah duka, sang ayah dipindahkan ke rumah duka. Sekeluarga masih berharap bahwa sang ayah akan bangkit dari kematian.

"Saya merasa kesal terhadap Tuhan, namun saya masih berharap kepadaNya karena masih ada beberapa hari sebelum penutupan peti. Dan saya pada hari pertama berkata, dalam nama Yesus bangkitlah, dalam nama Yesus bangkitlah, namun ayah tidak bangkit. Dan akhirnya tiba hari dimana akan penutupan peti, lalu saya berkata, Tuhan, kalau Engkau mau membangkitkan ayahku, bangkitkanlah sekarang! Bangkitkan sebelum peti itu ditutup. Namun setelah petinya ditutup, dikunci dan dibor, ayah saya ternyata tidak bangun-bangun lagi." Ujar Darwis.

Hingga akhirnya sang ayah diturunkan ke liang kubur.

"Dalam hati, saya hancur sekali. Secara jiwa, saya ini sudah pengen gila," ungkap ibu Juliati .

"Saya juga sudah putus harapan, mama nangis, adik saya nangis, sekeluarga nangis, ngga bisa ngomong lagi, semuanya cuma bisa nangis."

Darwis dan Lukas sangat terluka dengan kematian ayahnya yang dibunuh dengan begitu kejam. Hal itu membut dendam membara dalam hati mereka, dan mereka ingin sekali membunuh orang yang telah membunuh ayahnya tersebut. Lalu pada saat itu ada 2 orang misteris datang dan mereka marah-marah terhadap pembunuhnya tersebut. Lalu Darwis merasa bahwa orang ini bagus juga untuk membantuin pembalas dendaman kami. Kata orang asing itu, hanya dengan beberapa juta saja sudah dapat membunuh pembunuh ayahnya tersebut. "Bayar 10 juta potong kaki, 20 juta potong tangan, bayar beberapa saya dapat membunuh orang ini" kata orang misterius.

"Saya pengen siksa dia. Saya pengen dia mati," kenang Darwis tentang saat itu.

Lukas menambahkan, "Kalau waktu itu saya yang ditawarin, saya pasti langsung bilang iya." Namun sang ibu tidak setuju dan akhirnya mereka menolak batuan dari orang asing itu. Hal itu ibu Juliati lakukan karena mengetahui kebenaran bahwa pembalasan itu merupakan haknya Tuhan.

Keluarga Juliati sulit untuk melupakan tragedi pembunuhan yang telah terjadi, bahkan mereka seringkali merasa bahwa sosok suami dan ayah tersebut masih ada dan hidup. Hal ini sangat berat untuk dilalui, bahkan setelah satu tahun setelah kejadian tersebut.

Akibat kecewa kepada Tuhan, Darwis merasakan keputusasaan yang dalam, bahkan dia melarikan diri pada hal-hal negatif seperti rokok. Ibu Juliati pun merasakan beratnya hidup, berbagai ketakutan dan  kekuatiran menghantuinya.

Bertahun-tahun Darwis dan Lukas menyimpan kepahitan kepada pembunuh ayahnya. Hingga suatu hari, Darwis dan Lukas mengikuti persekutuan pemuda waktu dan  tempat yang berbeda, mereka diperhadapkan sebuah tantangan besar.

Lukas bertutur tentang peristiwa yang dialaminya, "Kotbahnya bilang, lebih baik mengampuni. Karena kepahitan akar dari segala kejahatan. Karena kalau ngga mau ngampuni, saya yang kena dampaknya yang buruk. Saya ngga mau, saya pengen ngampuni. Tapi kok susah banget."

Hal yang sama diungkapkan Darwis, waktu itu pengkotbah memberikan tantangan untuk mengampuni papanya. "Tapi saya bilang sama Tuhan, saya ngga punya papa lagi. Saya ngga punya papa lagi. Saya menangis"

Teman-teman Darwis saat itu memuji Tuhan dengan sukacita, namun entah mengapa Darwis merasa sangat sedih.

Pada hari itu  Tuhan menghampirinya hari itu  dan bertanya "Darwis, kamu tahu tidak aku siapa?"

Darwis menjawab, "Aku ngga mau tahu Tuhan!" Kembali pribadi penuh kasih itu bertanya, "Darwis, kamu tahu tidak aku siapa?"

Akhirnya Darwis menjawab,"Ya, Tuhan, saya tahu kamu adalah Tuhan Yesus".

Saat itu sebuah pernyataan yang luar biasa Darwis terima, "Saya bukan hanya Tuhan bagi kamu, saya adalah papa bagi kamu."  

Namun sepertinya didalam diri mereka, mereka merasa ada sesuatu yang menolak untuk dapat mengampuni pembunuh tersebut. Mereka merasa ayah tercintanya telah dibunuh, dan mereka tidak a kan pernah merasakan kebahagiaan seperti yang diberikan ayahnya dahulu. Namun kasih Tuhan, membuat mereka dapat melepaskan pengampunan atas pembunuh ayah mereka, hingga akhinya kehidupan mereka dipulihkan dan dapat merasakan kasih dan sukacita dari Tuhan kembali.

"Seandainya kalau saat ini pembunuh itu lihat, saya cuma mau bilang bahwa saya pribadi sudah mengampuni kamu, dan kami sekeluarga sudah mengampuni kamu. Saya Cuma berdoa agar hidup kamu menjadi lebih baik," demikian pesan Lukas, Darwis dan ibu Juliati bagi pembunuh ayah dan suami tercinta.

Dan akhirnya seluruh isi keluarga ini dapat mengampuni pembunuh tersebut. Dan menjadikan Tuhan Yesus bukan hanya Tuhan dan juru selamatnya namun juga adalah Bapa mereka untuk selama-lamanya. (Kisah ini sudah ditayangkan 25 Mei 2010 dalam acara Solusi Life di O Channel).

Sumber Kesaksian :

Darwis

 

Sumber : V080702181527
Halaman :
1

Ikuti Kami