Masyarakat Indonesia baru-baru ini dikejutkan dengan berita tentang Sandi (4) dari Surabaya yang sudah mulai merokok sejak usia 18 bulan atau Ardi Rozal (2) yang sering mengamuk (tantrum) jika keinginannya untuk merokok tidak dituruti. Kemungkinan masih ada banyak anak yang lain yang seperti mereka, namun kedua anak ini telah menunjukan sebuah fenomena yang memprihatin dimana usia prevalensi anak merokok sudah bergeser ke usia balita.
Anak-anak Indonesia sedang dalam bahaya besar. Jika hal ini tidak segera ditangani, Indonesia akan menghadapi bencana nasional. Menurut data Badan Pusat Statistik, 25 persen anak usia 3-15 tahun pernah merokok dan 3,2 persennya adalah perokok aktif. Jumlah anak usia 5-9 tahun yang merokok naik dari 0,4 persen pada tahun 2001 menjadi 2,8 persen pada tahun 2004.
Ketua Komisi Perlindungan Anak, Seto Mulyadi, menyalahkan peningkatan iklan rokok yang agresif dan banyaknya orangtua yang merokok. Seperti halnya Sandi, Ardi juga diperkenalkan rokok oleh orangtuanya sejak ia berusia 18 bulan. "Saya tidak khawatir pada kesehatannya, selama ini Ardi terlihat sehat saja. Bila ia tidak diberi rokok, ia akan menangis dan mengamuk karena ia sudah kecanduan," kata Mohammad Rizal, ayah Ardi.
Komentar ayah Ardi ini tentu sangat memperihatinkan. Orang tua yang seharusnya memberikan teladan yang baik, justru memberikan contoh yang buruk dan meremehkan hal tersebut. Anak-anak, apalagi balita, yang merokok tidak mungkin kita anggap sebagai hal biasa. Ini adalah kenyataan serius yang menyangkut masa depan dan kesehatan anak. Firman Tuhan berkata anak-anak seperti anak panah di tangan pahlawan, tetapi menyedihkan jika para pahlawan sudah berubah menjadi pecundang-pecundang yang tidak bertanggung jawab.
Sumber : kompas.com/dan