Kekerasan Dalam Pacaran? Yang Benar Aja

Single / 19 April 2010

Kalangan Sendiri

Kekerasan Dalam Pacaran? Yang Benar Aja

Lois Official Writer
5114

Dalam berpacaran, semua begitu indah. Banyak rayuan, jalan-jalan berdua sambil bergandengan tangan, saling menunjukkan perhatian, ada yang memberi support dan sanjungan, pokoknya tentang cinta-cintaan. Namun, banyak juga kasus muncul yang berkaitan dengan kekerasan dalam pacaran. Pacar yang seharusnya mencintai kita, melindungi kita, malah merongrong kita. Kekerasan dalam hal ini yaitu sang pacar melakukan kekerasan baik fisik maupun mental dan biasanya yang menjadi korban adalah wanita, walaupun ada juga laki-laki.

Arti kekerasan dalam berpacaran

Suatu tindakan dikatakan kekerasan apabila tindakan tersebut sampai melukai seseorang baik secara fisik maupun psikologis. Tindakan melukai secara fisik misalnya dengan memukul, bersikap kasar, perkosaan, memaksa melakukan hubungan seks, dan lain-lain. Melukai secara psikologi misalnya bila pasangan suka menghina kamu, selalu menilai kelebihan orang lain tanpa melihat kelebihan kamu, cemburu yang berlebihan, dan lain-lain.

Hal klasik yang sering muncul dalam kasus kekerasan selama berpacaran adalah perasaan menyalahkan diri sendiri dan merasa ‘pantas’ diperlakukan seperti itu. Pikiran seperti “Ah, mungkin karena saya memang kurang cantik” atau “Mungkin karena saya kurang perhatian sama dia.”, membuat pasangan ‘ketagihan’ merendahkan dan melakukan terus perilaku kekerasan.

Faktor pemicu kekerasan

Keluarga

Keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam membentuk kepribadian seseorang. Sikap kejam orangtua, penolakan dari orangtua terhadap keberadaan anak, disiplin yang berlebihan, dan ayah yang terlalu keras dan ibu yang terlalu lemah (atau kebalikan). Hal-hal ini dapat mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, kontrol diri, dan perilaku seseorang.

Lingkungan sekolah

Sekolah merupakan tempat seseorang berinteraksi dengan anak lain dari latar belakang yang berbeda-beda. Bila dia tidak mampu menyesuaikan diri, maka akan muncul konflik dalam dirinya. Bila ia tidak mampu melakukan kontrol diri maka akan memicu perilaku agresif seperti tindak kekerasan.

Media massa

TV yang menayangkan film, berbagai adegan kekerasan, memiliki sumbangan terhadap munculnya tindakan kekerasan ini. Media tayang lainnya seperti DVD, media cetak juga punya peran.

Reaksi Korban

Pada kasus kekerasan, korban biasanya cenderung lemah, kurang percaya diri, dan sangat mencintai pasangannya. Apalagi bila sang pacar, setelah melakukan kekerasan (menampar, memukul, nonjok, dll) biasanya terus menunjukkan sikap menyesal dan minta maaf, berjanji tidak akan mengulangi tindakannya lagi dan bersikap manis kepada pasangannya.

Si cewek yang sangat mencintainya, berharap sang pacar akan benar-benar insaf, serta merta memaafkan dan mengharapkan hubungannya bisa berjalan lancar. Kebanyakan peristiwa, seseorang yang punya kebiasaan kasar, mempunyai kecenderungan untuk mengulanginya lagi karena sudah menjadi caranya untuk menghadapi konflik atau masalah.

Apakah dia bisa berubah?

Bisa, kalau dia punya kemauan yang tulus untuk merubah situasi dan dibantu oleh pasangannya. Hal pertama dalam mengubahnya yaitu dengan memahami latar belakang dia berprilaku seperti itu. Hal buruk apa yang terjadi pada masa kanak-kanaknya. Riwayat tersebut digunakan sebagai dasar pemahaman mengapa dia menggunakan cara tersebut untuk menghadapi masalah. Hal kedua, dia perlu berlatih menghadapi emosi, mengendalikannya sehingga tidak muncul dalam bentuk yang merusak dan merugikan diri sendiri dan pasangan. latihan mengendalikan emosi bisa dilakukan dengan yoga, latihan pernafasan, dll.

Bagi Anda sebagai korban, jangan terlalu menggantungkan harapan setinggi mungkin kepada pasangan, tapi Anda juga dapat membantunya memperbaiki prilakunya. Bagi Anda sang pelaku, mulailah berubah sedikit demi sedikit yang dimulai dari tekad.

Sumber : gratis45/lh3
Halaman :
1

Ikuti Kami