Akibat kesibukan ayahnya, Joice nekat mencari kasih sayang dari teman sebayanya sampai ke pria dewasa. Kesuciannya dipertaruhkan.
"Waktu kami melakukannya itu ya itu kami ketakutan setengah mati karena ada darah yang keluar. Dia berjanji sampai mencium tangan saya, ‘Kalau terjadi apa-apa dengan kamu, saya akan bertanggung jawab'...Disitu saya menangis, ‘Aduh ini bahaya sekali. Aduh gimana ya kalau mereka tahu saya gak perawan lagi, gak suci lagi?' Karena selalu papa sering nasehatin saya, ‘Joice, kamu ini seperti porselen. Itu yang harus kamu jaga. Jika porselen itu gompal sedikit aja, nilainya itu sudah jatuh'"
Dalam usia yang sangat belia, Joice harus menerima kenyataan pahit bahwa dirinya sudah berbadan dua. Lamaran sang pria untuk menikahinya ditolak oleh orangtuanya. Joice pun harus berhadapan dengan sang ibu yang sangat ditakutinya.
"Saya ditempeleng, saya dijambak. ‘gak bisa..pokoknya kamu harus keluarkan'"
Untuk menutupi aib keluarga, Joice pun dibawa ke suatu tempat. Disanalah orangtuanya melakukan perbuatan gila terhadap Joice.
"Waktu saya mau dibawa ke tempat itu, saya gak tahu sama sekali. Saya pikir hanya periksa ya ternyata langsung saya diikat. Kemudian tanpa dibius, saya kalau dulu dibilang kuret. Disitulah mulai rusak jiwa saya"
"Saya ini istilah kata udah gompal ya, 'Aduh, gimana nanti kalau saya jatuh cinta lagi kemudian akhirnya kami bisa sampai melanjutkan ke jenjang pernikahan. Bagaimana saya sudah tidak suci lagi' itu Sering..sering itu terus di pemikiran saya"
Luka di hati Joice semakin dalam ketika dia harus menerima perlakuan keras dari ibunya.
"Hubungan saya dengan ibu itu seperti anjing dan kucing ya, tidak pernah ada rasa keakraban sama sekali. Suatu hari, ibu saya kalah berjudi. Akhirnya dia kesal, dia marah, dia ke belakang mau pukul saya. Saya lari...kemudian dia suruh kakak saya tangkap saya..akhirnya dia pukul saya disini (Joice menunjuk wajahnya sebelah kiri, pen) sampai saya bengkak. Tidak pernah saya merasakan kasih seorang ibu,"
Kebencian terhadap ibunya terus bertumbuh sampai Joice beranjak remaja, rencana jahat siap ia lakukan.
"Terbesit di pikiran saya itu kalau ngeliat dia sedang tidur atau marah-marah apa..Apa gw bekep atau gw tusuk nih"
Niat jahatnya tidak sampai ia lakukan. Joice pun kembali menjalin cinta dengan seorang pria dan mengulangi kesalahan yang sama.
"Kembali lagi saya jatuh lagi ke dalam dosa. Akhirnya saya hamil lagi kemudian akhirnya kami menikah. Ayah saya mengizinkan, mama saya yang tidak mengizinkan"
Indahnya pernikahan tidaklah seperti ia harapkan. Pupus sudah harapannya untuk bisa bahagia ketika Joice mengetahui kebusukan suaminya.
"Kalau suami saya bilang itu rapat, pergi rapat. Akhirnya setelah di ujung-ujungnyanya, belakangannya saya tahu badai tidak pergi rapat. Dia banyak sekali perempuan-perempuan di luar sana selain saya istrinya. Langsung saya emosi, saya ngamuk, saya pukulin dia, saya cakar dia...‘Pergi sama siapa kamu?' akhirnya dia ngaku pergi sama perempuan-perempuan itu"
Sakitnya dikhianati membuat Joice siap melakukan perbuatan nekat.
"Setelah saya tahu diselingkuhi, saya jadi kecewa lagi, saya jadi sakit hati kemudian saya marah. Jalan satu-satunya udahlah saya bunuh diri saja. Saya pikir tadinya dengan adanya suami ini saya bisa mendapatkan apa yang pernah hilang dari kehidupan saya"
Joice lolos dari maut, suaminya pun tetap tidak berubah. Keadaan rumah tangganya yang kacau balau membuat Joice berkencan dengan banyak pria.
"Saya sudah tidak lihat lagi, pandang bulu lagi, apa dia tua, jelek, cakep, apa muda, yang penting saya bisa melampiaskan sakit hati saya"
Selingkuh dibalas dengan selingkuh. Joice pun menjalin hubungan terlarang dengan seorang pria beristri.
"Orang ini sangat mengasihi, menyayangi saya. Apapun yang saya minta, itu dia berikan. Akhirnya saya mau berhubungan dengan pria ini karena buat saya merasakan keuntungan. Saya gak dipake oleh dia, tetapi saya mendapatkan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan hidup saya"
Tidak puas dengan pria tua, ia pun mengencani seorang pria muda. Joice pun hamil dan kembali melakukan aborsi sebanyak dua kali. Hubungannya dengan pria tua itu pun berakhir. Joice memutuskan menikah dengan pria muda itu, namun tantangan menghadangnya.
"Namun, dia tidak menyangka akan mendapatkan tantangan begitu keras dari ibunya. Akhirnya saya mengambil keputusan ini harus diakhir saya katakana seperti itu. Jadi, saya selalu merasakan hidup ini tidak adil. Kalo saya sayang orang, kok sepertinya gak bisa enak gitu ya"
Joice kembali hidup sendiri setelah kedua orangtuanya meninggal. Ia mewarisi kekayaan orangtuanya, namun hidupnya tetap tidak bahagia.
"Kadang-kadang kalau malam saya suka nangis sendiri. harta banyak, tetapi kosong tidak ada kebahagiaan. Itu yang saya rasakan jadi untuk apa hidup ini,"
Lima pria telah hadir dengan kehidupan Joice, namun selalu berakhir dengan air mata. Empat belas tahun ia menjalani kehidupan sebagai janda, sampai suatu hari ia didatangi seorang pria yang tinggal dekat dengan rumahnya.
"Ia mau sewa satu kamar di rumah saya dan dia mau pake garasi saya untuk jual beli mobil. saya katakan, ‘Silahkan pake aja om, aduh gak usah pake bayar-bayar deh,' Saat itulah dia memberikan kepada saya surat, ‘coba kamu lihat di dalam kitab keimanan kamu'"
Kegelisahan mulai menyelimuti hati dan pikiran Joice. Ia pun mencoba meramal nasibnya sendiri.
"Waduh, hidup saya kok jadi kacau begini. Pertanda gak baik nih, kartu-kartunya tidak ada yang jadi. Rasanya gak ada damai dan sukacita. Tiba-tiba entah kenapa saya jadi teringat dengan catatan Pak Rain ini. saya cari, saya cari. Ternyata benar apa yang Firman Tuhan mengatakan kepada saya bahwa hanya Dialah satu-satunya Yesus Kristus, Juru selamat, jalan keselamatan. Saya kaget karena saya gak pernah dengar itu"
Di saat itulah ia mengalami hal yang belum pernah ia alami seumur hidupnya.
"Dan dia bilang, ‘Saya mau sungguh-sungguh ikut Yesus. Saya mau didoain,' begitu saya doain dia menangis"
"Disitu saya merasakan saya seperti dipeluk dengan penuh kasih sayang. Ada damai, ada sukacita yang begitu sejuk, begitu melindungi. Rupanya saya salah jalan ya, tetapi Tuhan tetap mengasihi dengan mengambil saya, menyelamatkan hidup saya"
Beberapa bulan kemudian, Joice menikah dengan pria itu. Suaminya yang pertama telah meninggal dunia, namun sebelum meninggal Joice dan mantan suaminya sudah saling mengampuni. Disaat Joice mengikuti sebuah ibadah, sesuatu terjadi pada dirinya.
"Itu saya mengutarakan semua penyesalan saya. ‘Tuhan, Engkau tahu saya pernah berbuat ini, berbuat ini dan saya percaya saat ini juga Engkau telah mengampuni saya. Saya berterima kasih' Hanya Dia yang bisa memampukan, mengubah kehidupan seorang yang begitu hina, begitu jahatnya bisa seperti saya ada hari ini. Hanya Yesus Kristus yang sanggup"
Tiba-tiba, Joice teringat dengan sang ibu yang pernah menyakiti hatinya. Ketika ia didoakan, Joice harus mengambil sebuah keputusan yang penting dalam hidupnya.
"Sekarang saya berkata, ‘gak usah diingat-ingat lagi, Tuhan saja tidak pernah mengingat-ingat dosa kamu', tetapi sekarang bagaimana saya harus meminta maaf kepada ibu saya yang sudah tidak ada, itu sudah bukan urusan kamu lagi. Karena sekarang urusan kamu dengan Tuhan, kamu minta ampun, minta maaf karena kamu pernah punya pikiran untuk membunuh ibu kamu,' kemudian saya bisa terbebaskan"
Joice telah mendapatkan kebahagiaan yang selama ini dicarinya. Hidupnya kini sangat berarti.
"Setelah saya bertobat, terima Yesus ya, apa itu selesai, ‘Tidak!' Lewat proses saya diubahkan dan saya sungguh merasakan hidup yang sekarang ini hidup yang benar-benar baru, benar-benar diubahkan, benar-benar dipulihkan,"
(Kisah ini ditayangkan 15 Maret 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).
Sumber Kesaksian: Joice Maria Sumber : V100310155414