Setiap kali saya membaca kitab Ayub, saya terkesan akhir kitab tersebut. Pada awal kitab itu, Ayub dikenal sebagai orang "yang terkaya dari semua orang di sebelah timur." (Ayub 1:3), kemudian dia direndahkan sementara Tuhan dan setan bertaruh atas imannya. Dia bergumul antara kekecewaan kepada Tuhan atas ketidakadilan yang dia alami dan kerendahhatian untuk menerima Tuhan sebagai hakim atas hidupnya, dan akhirnya hidupnya dipulihkan dan tidak hanya itu saja, Ayub mendapatkan dua kali lebih banyak dari sebelumnya (Ayub 42:10, 12).
Sepertinya, Tuhan tidak keberatan jika diragukan dan dipertanyakan, bahkan dimarahi oleh Ayub. Namun Ayub telah menjaga integritasnya, bahkan saat dia lihat hal itu sebagai ketidakadilan. Dia merasa, Tuhan seperti akan membinasakannya dari muka bumi. Namun sebaliknya, di akhir kisahnya dia diberkati lebih dari sebelumnya, dan Tuhan memberinya pemulihan ganda.
Apa kuncinya? Apa yang dapat kita pelajari dari kisah Ayub ini ? Secara pribadi saya percaya bahwa kunci untuk memahami kisah Ayub adalah dengan memahami kasih karunia. Kasih karunia Allah cukup untuk mengabaikan semua kemarahan dan pemberontakan Ayub, karena pada akhirnya, kasih karunia Ayub cukup untuk memaafkan teman-temannya. "Dan jika kamu berdiri untuk berdoa, ampunilah dahulu sekiranya ada barang sesuatu dalam hatimu terhadap seseorang, supaya juga Bapamu yang di sorga mengampuni kesalahan-kesalahanmu."(Markus 11:25).
Sepanjang kitab Ayub, keempat temannya meragukannya, menyerang dia, dan mengejek dia. Pesan utama yang mereka sampaikan kepada Ayub pada saat itu adalah bahwa Ayub tidak akan menderita jika dia tidak pantas mendapatkannya, Ayub pasti telah berbuat dosa. Sampai akhirnya Tuhan ikut campur di dalamnya, Dia tidak menyalahkan Ayub untuk semua kata-kata kemarahan dan kepahitan, tapi justru berkata kepada para sahabat Ayub : "Kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub... baiklah hamba-Ku Ayub meminta doa untuk kamu, karena hanya permintaannyalah yang akan Kuterima, supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap kamu"(Ayub 42:7, 8).
Pada saat itu, Ayub diperhadapkan pada tantangan yang besar untuk memaafkan sahabat-sahabatnya, dan berdoa untuk mereka. Perhatiankan, Tuhan tidak meminta Ayub berdoa untuk dirinya sendiri, tetapi sebaliknya, berdoa untuk keselamatan keempat teman. Itu mungkin tidak mudah, tapi integritas dan kasih Ayub sudah cukup untuk bisa melakukannya. Ini merupakan ujian yang sebenarnya yang dihadapi Ayub, dan dia berhasil melewatinya dengan baik.
Pada saat Ayub berdoa untuk sahabat-sahabatnya, Allah membawa pemulihan yang ajaib dalam hidupnya dan memberinya dua kali lipat lebih banyak dari semula. Ini adalah bentuk ketaatan Ayub kepada firman Allah sehingga dia melihat keajaiban terjadi.
Ada sebuah pelajaran penting di sini, tidak peduli apa yang akan kita alami secara pribadi. Jika kita ingin dapat naik di atas, haruslah dengan integritas dan pengampunan, dan menempatkan orang lain sebelum diri kita sendiri. Hal ini akan membuka kuasa mukjizat pemulihan dan pelipatgandaan dalam kehidupan kita.
Saya mengenal seorang pria yang mengalami hal ini dalam cara yang luar biasa dan berkuasa. Dia memiliki seorang putri yang masih remaja, yang menjadi memberontak dan melarikan diri dari rumah. Orang tua menjadi sangat sedih dan khawatir, mereka hanya bisa membayangkan apa yang dilakukan putri mereka, mereka tidak tahu di mana dan dengan siapa dia tinggal. tidak tahu di mana dia berada atau siapa dia sedang bersama. Putri mereka benar-benar telah putus hubungan dengan mereka.
Sekitar dua tahun kemudian, sang ayah sedang berbicara dalam sebuah persekutuan pria Kristen, dan merasa dipimpin untuk berdoa bagi ayah lain yang sedang mengalami kesulitan dengan anak-anak yang memberontak. Sebagian besar pria di ruangan itu maju ke depan untuk berdoa.
Keesokan harinya, sang ayah menerima telepon dari putrinya yang hilang: "Ayah, dapatkah engkau memaafkan aku? Aku mau pulang." Apa yang telah berubah?
Kunci untuk "keajaiban" ini adalah ketika sang ayah berdoa untuk pria-pria lain yang mengalami hal yang sama, dan kemudian putrinya dikembalikan kepadanya.
Sebuah kebetulankah? Nah, Anda bisa berpendapat bahwa itu mungkin saja, tapi saya memilih untuk percaya bahwa itu adalah pekerjaan Tuhan sama seperti yang dia lakukan terhadap Ayub. Ketika kita berdoa untuk orang lain, penyembuhan dan pemulihan sebenarnya sedang terjadi dalam hidup kita.
Dalam kasus Ayub, pasti lebih sulit baginya untuk berdoa bagi teman-temannya; mereka telah kejam dan tak berperasaan padanya, namun ia memiliki kasih karunia yang besar untuk mengampuni mereka dan berdoa bagi mereka. Dan ketika Ayub menemukan kasih karunia untuk melakukan hal itu bahwa dalam kepercayaan dan ketaatan kepada Allah, kasih karunia Allah lebih dari cukup untuk memberkati dan memulihkan hidupnya "suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu." (Lukas 6:38).
Lihat pada ayat 42:10: "Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu." Hal ini tidak terjadi sampai Ayub memaafkan sahabat-sahabatnya yang telah bersalah kepadanya dan Allah mulai mengembalikan apa yang telah hilang dari Ayub. Saya yakin jika Ayub menolak untuk memaafkan sahabat-sahabatnya, dia mungkin akan menghabiskan sisa hidupnya dalam kemiskinan, dalam pakain kabungnya dan abu. "Ketika Ayub melepaskan kasih karunia dan mengampuni sahabat-sahabatnya, tangan Tuhan dilepaskan dan Ayub dipulihkan bahkan dua kali lipat dari apa yang sudah hilang!"
Sumber : chc.org.sg/dan