Tanggal 15 April 2005, saat itu Eddy Lim baru selesai makan siang. Ketika melihat pekerjaan anak buahnya belum selesai, karena mereka sedang makan siang. Eddy berpikir ingin membantu menyelesaikan pekerjaan mereka dengan maksud jika pekerjaan tersebut selesai, anak buahnya bisa mengerjakan pekerjaan yang lainnya. Ketika Eddy akan memotong sebuah drum bekas oli dengan memakai gerinda, tiba-tiba drum tersebut meledak dan menghantam kepalanya. Drum itu meledak karena drum bekas yang satu itu ternyata bekas bahan kimia sehingga percikan api dari gerinda memicu ledakan.
Kejadian tersebut terjadi hanya sekitar 500 meter dari tempat tinggal Eddy di daerah Sunter. Karena benturan drum di kepalanya, Eddy mengalami koma dan darah terus mengalir dari kepalanya. Salah satu karyawannya bahkan mengatakan bahwa nafas Eddy sudah seperti akan mati.
"Aku pikir dia kan senang naik motor mungkin hanya kecelakaan motor atau kaki patah. Aku cuma bilang kepada karyawan saya, 'Cepat bawa ke Mitra.' Pertama-tama saya ga bisa terima, saya bingung dan bertanya-tanya kenapa? Apa salah suami saya, apa sih Tuhan? Saya juga ga jahat sama orang," kata Megawati Lim, istri Eddy, ketika menerima telepon dari karyawannya memberitahu kejadian tersebut.
Oleh karyawannya, Eddy langsung dibawa ke rumah sakit Mitra Kemayoran Jakarta atas rekomendasi Mega. Di rumah sakit tersebut Eddy disuntik morfin, supaya dia tidak terlalu merasa kesakitan, karena kecelakaan itu membuatnya sangat kesakitan. Eddy terus meronta menahan kesakitan.
"Jadi kondisi dia sudah koma dengan muka sudah bengkak besar dan berlumuran darah." ungkap Mega.
Benturan keras dari drum yang meledak menghancurkan bola mata kanan Eddy bahkan tulang wajahnya hancur. Eddy segera mendapat perawatan intensif.
Di saat keputusasaan menyelimuti hati Mega, teman-teman dan sahabat dekat Eddy dan Mega datang untuk memberikan dukungan doa untuk mereka.
"Saya merasa dapat kekuatan. Saat itu ada sebuah lagu yang menguatkan saya untuk terus yakin kepada Tuhan berjudul 'Ku mau cinta Yesus'. Saya terus menyanyikan lagu tersebut." ungkap Megawati mengenang kejadian itu.
Di Singapura, Eddy menjalani operasi rekonstruksi tulang wajah yang hancur. Namun sampai operasi berhasil dilakukan, Eddy tidak tahu bagaimana kondisi mata kanannya.
"Di situ mau dibetulin engsel-engsel saya dan tulang-tulangnya yang pecah seribu. Mereka membuka dan membereskan, misalnya menempel yang retak-retak dan yang tumbuhnya tidak beraturan mereka poles dan digabungkan lagi. Makanya di kepala saya ada garis-garis bekas operasi." kata Eddy menerangkan.
"Ada ketakutan yang luar biasa, saya takut dia tidak bisa terima. Pada saat berdoa saya bilang kalau saya sayang dia dan menerima dia apa adanya. Tuhan tolong jangan buat Eddy murtad." ungkap Mega.
Karena kondisi mata kanannya yang hancur terhantam drum maka dokter harus mengeluarkan bola mata kanan Eddy.
"Dalam hati saya dikuatkan Tuhan. Saya teringat Ayub, penderitaan saya saat ini ‘no problem' karena masih sangat enteng. Namun saya tetap bersyukur kepada Tuhan bahwa apa yang Tuhan beri itu baik walaupun kelihatan sama orang itu buruk." kata Eddy mengucap syukur.
"Setelah itu juga dia tidak komplain, tidak ada sikap yang marah dan kecewa dengan kehidupan. Sama sekali tidak." ungkap Mega.
Selama berminggu-minggu dirawat di rumah sakit baik di Jakarta maupun di Singapura, telah menghabiskan biaya kurang lebih Rp 500 juta. Namun di saat Eddy dan Mega berserah penuh kepada Tuhan, keajaiban demi keajaiban terjadi.
"Satu rupiah pun, satu sen pun tidak memakai uang pribadi saya, tidak memakai uang bisnis saya. Jadi bisnis saya tetap berjalan seperti apa adanya, lancar."
Setelah menjalani beberapa perawatan di Singapura, berangsur-angsur kesehatan Eddy dipulihkan Tuhan secara total.
"Kalau dilihat ini adalah seperti mata. Ini bukan mata, ini hanyalah plastik. Terbuat dari akrilik." kata Eddy sambil menunjukan bola mata palsu yang terbuat dari akrilik.
Tak nampak pada diri Eddy dampak dari kecelakaan itu, bahkan Tuhan menambah-nambahkan hikmat dan kepintaran kepada Eddy dalam mengembangkan bisnisnya.
"Malah saya mengucap syukur, ibaratnya saya masih dipercayakan satu mata. Saya masih bisa pakai baju sendiri, jalan kaki bisa, naik mobil masih bisa. Kelihatan hal yang ga mungkin, ketika jadi mungkin itu baru namanya mujizat." Ucapan syukur ini menutup kesaksian Eddy. (Kisah ini sudah ditayangkan 11 Februari 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).
Sumber Kesaksian:
Eddy Lim dan Megawati Lim
Sumber : V100107094951