Solo terkenal dengan beragam makanan khasnya yang lezat, seperti timlo. Karena timlo merupakan makanan khas kota ini, maka disebut timlo solo. Timlo di Solo identik dengan Timlo Sastro, yang ramai dikunjungi para penggemar timlo solo.
Apa yang disebut timlo solo adalah masakan berkuah semacam sup dengan isi irisan sosis, jeroan ayam, dan telur pindang. Kuah berwarna coklat bening beraroma tajam dan bercitarasa pala yang pada akhirnya membedakan timlo solo dengan makanan serupa lain semacam sup atau bakso.
Warung makan Timlo Sastro yang berada di sebelah utara lampu merah Balong, Pasar Gede ini sudah ada sejak tahun 1952. Usaha ini sekarang dikelola oleh Ibu Sri Sunaryono (58 tahun), putri tertua Pak Sastro yang saat ini sudah almarhum. Warung ini diawali dengan warung kaki lima di pinggir jalan sampai kini akhirnya menjadi tempat yang cukup strategis untuk dikunjungi pelanggan. Dari dulu hingga kini menu yang disajikan pun tetap sama, yakni timlo solo.
Warung yang letaknya persis di belakang Pasar Gede ini memang agak dekat dengan pembuangan sampah pasar sehingga kadang-kadang tercium aroma sampah. Tapi bagi para penikmat timlo, sedikit gangguan itu tak berarti apa-apa dengan kenikmatan menyantap semangkuk timlo solo masakan warung ini.
Soal rasa, dijamin tetap sama semenjak awal berdirinya. Bu Sri Sunaryono tetap mempertahankan bahan dasar dan citarasa timlo kreasi ayahnya. Jika timlo di tempat makan lain bahannya dikombinasikan dengan wortel, jamur kuping, soun, irisan kentang goreng dan daging ayam, warung makan Timlo Sastro isinya tetap bertahan dengan hanya irisan sosis, jeroan ayam, dan telur pindang berwarna coklat.
Yang disebut sosis bukanlah sosis dalam pengertian daging sapi atau ayam yang dihaluskan dan digulung. Sosis isi timlo adalah kulit lumpia atau risoles yang digulung kemudian digoreng. Sedangkan jeroan ayam yang dipakai adalah ampela dan hati.
Di sini, timlo bisa dipesan sesuai selera. Kalau timlo komplet, maka isisnya adalah ketiga bahan seperti disebut di atas. Tapi para pembeli bisa juga memesan timlo sosis, timlo ampela atau timlo telur saja. Nasi putih nan pulen bertabur bawang goreng otomatis menjadi teman bersantap timlo.
Keunikan warung ini adalah papan tulis hitam kecil dan kapur yang sampai saat ini masih dipergunakan Ibu Sri untuk menghitung berapa jumlah yang harus dibayar pengunjungnya. Dan sambil menyantap timlo yang lezat, alunan langgam keroncong dari sebuah grup keroncong yang menyajikan lagu-lagu langgam jawa, yakni keroncong dengan warna yang ‘jawa banget'.
Tempat makan ini selalu ramai dikunjungi dari pagi hingga sore. Cukup dengan Rp15.000 Anda sudah bisa menikmati semangkuk timlo, sepiring nasi putih dan segelas teh manis. Deretan mobil dan motor pengunjung yang parkir menutupi warung pinggir jalan ini sekaligus menjadi bukti bahwa Timlo Sastro mendapat tempat di hati masyarakat Solo.
Sumber : agromedia