Biaya kuliah yang diberikan keluarganya malah dia habiskan untuk mabuk-mabukan dan merokok. Malu kembali ke Kuwait, dimana keluarga besarnya tinggal setelah emigrasi dari India, dia pun mencoba bertahan hidup di London. Jagtiani pun rela menjadi sopir taksi dan rela tidur dimana saja.
Saat ia kembali ke Teluk, tragedy menghampirinya silih berganti. Saudara laki-laki tertuanya, Mahesh, meninggal dunia karena leukemia. Ayahnya pun menyusulnya untuk meninggalkannya selamanya dikarenakan penyakit diabetes yang sudah ia idap beberapa bulan kemudian. Belum reda air matanya, ibunya pun menyusul selamanya dikarenakan penyakit kanker. Saat ini terjadi, ia baru berusia 21 tahun. Jagtiani mengenang, "Saya menjadi yatim piatu."
Tak lagi memiliki keluarga, pekerjaan, dan pendidikan mendorong Jagtiani untuk kembali ke negara asalnya, India. Di negeri asal nenek moyangnya, Jagtiani mendapat warisan keluarga sebesar US$6.000. Berbekal uang tersebut dia pergi Bahrain dan membuka toko pertamanya. Toko tersebut menjual perlengkapan bayi alias baby shop yang menjadi toko pertama yang dibuka Jagtiani pada tahun 1973 setelah tragedi terus menghampirinya.
Karena belum memiliki staf, Jagtiani pun mengerjakan semua operasional toko sendiri. Semua tugas seperti berbelanja, melayani, hingga mengepel toko lantai dilakukannya sendiri. Ia mengaku ia tak pernah meninggalkan pekerjaan kasar, bahkan hingga ia mampu menabung. Tak heran, perlahan berjalannya waktu dari sebuah baby shop kecil tersebut, ia kini menjelma menjadi seorang miliarder bisnis ritel dunia di bawah bendera Landmark Group yang berbasis di Dubai.
Kini, lebih dari 840 toko telah dimilikinya dan tersebar di 10 negara, seperti di negara-negara Teluk, India, Spanyol, dan China. Imperium bisnisnya bahkan terlihat semakin bertumbuh besar seiring rencana-rencananya ke depannya. Dikabarkan, Jagtiani berencana mengakuisisi aset bisnis ritel di Inggris dan Amerika.