Brenda Barnes: Waitress Yang Menjadi CEO

Entrepreneurship / 15 December 2009

Kalangan Sendiri

Brenda Barnes: Waitress Yang Menjadi CEO

Tammy Official Writer
5170
Brenda Barnes berada dalam lingkungan orang tua berasal dari Chicago yang mengajarkan dirinya kerja keras, mau mendengarkan orang lain, dan banyak nilai lainnya yang tak hanya mereka katakan tetapi juga amalkan sebagai contoh. Tampaknya nilai-nilai dasar itu membantunya menjadi luar biasa.

Selain nilai-nilai hidup seperti kerendahan hati, kedua orangtua Barnes juga menganggap penting arti pendidikan. Brenda meraih undergraduate-nya di bidang bisnis dan ekonomi dari Rockford, Illinois Augustana College pada tahun 1975. Ternyata setelah lulus, tak banyak peluang kerja yang bisa didapatkan olehnya. Hasilnya, sambil mencari prospek pekerjaan yang lebih menarik, Brenda pun rela melakukan pekerjaan apa saja. Mulai dari menjadi seorang pelayan alias waitress, penyortir surat di kantor pos, dan juga berjualan pakaian.

Hingga akhirnya Brenda pun bisa mengawali karir profesionalnya di Pepsi Co. Inc pada 1976 saat ditunjuk sebagai manajer bisnis di Wilson Sporting Goods, satu dari beberapa anak perusahaan Pepsi. Baginya tak mudah menjalankan pekerjaannya karena pada masa itu diskriminasi gender masih sangat kental, Brenda berjuang keras untuk berkompetisi dengan kebanyakan rekan pria.

Seiring karir yang mulai menanjak ketika ia ditunjuk untuk menduduki jabatan sebagai kepala penjualan, Brenda pun meneruskan pendidikannya. Di tahun 1978 ia meraih gelar MBA dari Loyola University. Hingga akhirnya di tahun 1996, karir Brenda yang telah menanjak melewati beberapa posisi pun meroket sebagai Presiden dan CEO Pepsi-Cola Amerika Utara.

Di bawah kepemimpinan Brenda, Pepsi-Cola Amerika Utara sukses meraih penjualan dan keuntungan besar. Ia dikenal sebagai pemimpin yang berhasil membangun identitas merek dagangnya. Di tahun 1996, perusahaan berhasil meraup untung hingga USD1,43 miliar.

Tetapi ternyata di balik kesuksesannya tersebut, Brenda Barnes mengambil keputusan yang cukup mengejutkan. Ia mengundurkan diri pada tahun 1997 dan secara resmi meninggalkan Pepsi pada akhir tahun. Ia memang sudah mengingatkan pemimpin perusahaannya bahwa jabatannya di pos tersebut kemungkinan tidak akan bertahan lama.

Alasan pengunduran dirinya dari perusahaan yang telah dibelanya selama 22 tahun itu begitu sederhana, ia hanya ingin memiliki lebih banyak waktu dengan ketiga anaknya yang masih kecil serta suaminya, Randall Barness, yang juga seorang eksekutif. Sewaktu menjabat di posisi terakhirnya tersebut, ia memang bekerja selama 70 jam dalam seminggu. Rata-rata ia bekerja hingga pukul 3.30 pagi. Pekerjaannya begitu menyita waktu. Belum lagi jika ia harus melakukan perjalanan bisnis.

Brenda Barnes"Tak ada alasan yang sangat penting yang membuat saya mengambil keputusan itu. Saya hanya tak memiliki banyak waktu bagi keluarga. Saya hanya punya sedikit sekali waktu dengan mereka dan suami saya. Saya hanya ingin mencurahkan 100% waktu saya untuk mereka," terang Barnes mengungkapkan alasan pengunduran dirinya.

Ia mengakui, sehebat apapun dia, tetap saja ia tidak akan mampu memperoleh dua hal sekaligus, yakni pekerjaannya di Pepsi dan juga keluarganya. Melalui beragam cara, Pepsi menawarinya untuk kembali lagi dengan beberapa penawaran menarik, seperti jadwal kerja yang lebih fleksibel, mengabaikan absensi, sedikit tanggung-jawab, dan sebagainya.

Dan dengan keputusannya untuk menolak tawaran tersebut, berhasil membuat banyak perusahaan di Amerika yang terkejut. Mereka tersadar untuk mengubah budaya perusahaan. Dari hanya sekedar mementingkan urusan pekerjaan, perusahaan mulai terbuka untuk mengakomodasi kepentingan pribadi, termasuk keluarga dari individu-individu yang ada di dalamnya.

Setelah tak lagi disibukkan dengan rutinitas kerja, Brenda pun menghabiskan waktunya dengan keluarga. Ia juga belajar hal lain yang selama ini luput dia kuasai, seperti memasak, meningkatkan keahlian komputer, dan kegiatan positif lainnya. Brenda pun menjalani kehidupan lain dari yang selama ini digelutinya.

Tetapi memang ia adalah seorang wanita yang seakan ditakdirkan untuk menjadi seorang wanita karir, di tahun 2004 Brenda kembali ke dunia bisnis saat direkrut perusahaan manufaktur yang berbasiskan di Chicago yakni Sara Lee. Disini, tak perlu berlama-lama bagi Brenda untuk meniti karir ke puncak.

Pada Februari 2005, Brenda dipromosikan menjadi Presiden dan CEO Sara Lee. Prestasi dan kemampuannya yang telah dipupuknya sebelumnya diakui disini. Brenda pun membuat keputusan besar atas Sara Lee. Yakni dengan menjadikan Sara Lee berfokus pada bisnis makanan, minuman, kebutuhan rumah tangga, dan perawatan tubuh. Bisnis sandang yang sejak lama dilakoni Sara Lee dihilangkan saat kepemimpinan Brena.

Dengan keputusannya itu, ia pun disambut negative oleh pelaku pasar dan pengamat. Brenda mengakui bahwa pada saat itu adalah masa terberatnya di Sara Lee. Tetapi akhirnya perubahan besar yang diputuskannya pun memberi efek positif. Produk-produk andalan Sara Lee seperti Ambi Pur, Jimmy Dean, Kiwi, Sanex, dan juga roti Sara Lee mampu menguasai pasar Eropa juga Asia. Sara Lee pun berkembang pesat menjadi perusahaan barang-barang konsumsi terkemuka.

"Saya hanya ingin menunjukkan bahwa perempuan pun bisa memimpin perusahaan dengan baik," tutup Brenda.

Sumber : okezone.com
Halaman :
1

Ikuti Kami