Swiss mulai membatasi bahkan berencana melarang ‘wisata bunuh diri' di wilayahnya. Pemerintah Swiss semenjak tahun 1940 memang mengizinkan program bunuh diri bagi pasien yang memiliki penyakit mematikan. Akibatnya, setiap tahun ada 400 kasus bunuh diri terencana di Swiss, dan 132 di antaranya adalah pasien asing.
Namun sebuah penelitian yang dilakukan tahun lalu menunjukkan hasil yang memprihatinkan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak pasien yang sebenarnya masih dapat disembuhkan tapi datang ke Swiss untuk mati. Hal inilah yang mendorong pemerintah Swiss mengambil langkah untuk mengurangi ‘wisata kematian' di wilayah mereka.
Kabinet Swiss mengajukan dua rancangan undang-undang berkaitan dengan euthanasia. Dan Parlemen Swiss mengisyaratkan akan menyetujui rancangan pengetatan aturan. Aturan ini mengharuskan pasien untuk mendapatkan dua opini medis yang membuktikan bahwa penyakit mereka tidak dapat disembuhkan dan bisa menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Dokter harus menegaskan bahwa pasien yang sekarat tidak mengalami gangguan mental saat mengambil keputusan untuk mati. Aturan tersebut juga memerintahkan para kelompok yang membantu pelaksaan bunuh diri agar memberikan catatan yang lebih jelas mengenai cara kerja mereka untuk mencegah organisasi mengeruk keuntungan dari pasien yang ingin mati.
Melalui sebuah pernyataan resmi, Departemen Kehakiman menyatakan bahwa bunuh diri adalah pilihan terakhir. Perlindungan atas kehidupan tetap harus dikedepankan. Bagaimana pun juga, dalam kasus bunuh diri seperti ini, kematian menjadi sebuah pilihan. Padahal Tuhan telah memberikan nafas kehidupan yang pastinya mendatangkan kebaikan demi satu tujuan yang mulia di dalam hidup setiap kita.
Sumber : vivanews