"Bom waktu" itu tak kalah berbahayanya dibandingkan dengan bom sungguhan. Ketiga pucuk surat wasiat itu merupakan surat asli, bukan fotokopi. Polisi kini tengah menyelidiki bagaimana ketiga surat wasiat asli itu bisa sampai ke Noordin. Isi surat itu sebenarnya telah tersebar luas, termasuk melalui situs-situs tertentu yang mengobarkan semangat berjuang dengan kekerasan.
Isi surat wasiat secara garis besar berisi pesan kepada pengikut mereka untuk melanjutkan agenda teror yang menurut mereka merupakan bentuk perjuangan. Secara terang-terangan, misalnya, Abdul Aziz menyerukan pembunuhan terhadap orang-orang yang berseberangan dengan mereka. Bahkan, Abdul Aziz menyerukan supaya pengikutnya mendidik anak keturunan mereka untuk melanjutkan agenda kekerasan tersebut.
Kematian Noordin pada 17 September 2009 sebenarnya tak terlalu berarti bagi pemberantasan terorisme. Sebab itu, meskipun teroris warga negara Malaysia itu telah mati, polisi tetap melanjutkan operasi perburuan jaringan Noordin. Beberapa nama telah dikantongi polisi, di antaranya adalah Syaifudin Zuhri, Mohammad Syahrir, dan Bahrudin Latief. Selain mereka, ada nama-nama lain yang juga amat penting, tetapi belum dapat diungkapkan secara terbuka.
Surat wasiat tersebut mengisyaratkan satu hal: bayang-bayang teror belumlah sirna. Terorisme berbeda dengan tindak kriminal biasa. Ideologi menjadi lokomotifnya. Dan masinisnya bisa siapa saja. Meskipun Noordin mati, bisa saja masih akan banyak penerusnya.
Kita tetap harus berdoa agar Tuhan tetap bekerja atas keamanan yang ada di negeri ini. Manusia memang sudah jatuh ke dalam dosa, dan kekerasan adalah salah satunya. Biarlah tak ada lagi orang yang ingin menyakiti sesamanya meskipun ada perbedaan di antara sesamanya, karena biar bagaimanapun kekerasan tak pernah menyelesaikan masalah dan justru membawa ke dalam kehancuran. Biarlah ideologi kekerasan yang dibawa oleh Noordin dan kawan-kawan dapat sirna dari negeri ini. Amin.