Kehidupan bisa menjadi begitu keras. Kejadian-kejadian yang menantang terjadi. Pria dan wanita kerap kali menghadapi saat-saat yang sulit secara berbeda.
Wanita bisa menjadi seperti spons. Ketika stres turun seperti hujan, spons mengisapnya. Spons mengisap hujan stres itu lewat pori-pori dan memenuhinya. Stres dapat memangsa habis spons, menggantikan semuanya. Apalagi, wanita cenderung menahan stres, bahkan ketika ia ingin stres itu cepat berlalu.
Wanita memiliki beberapa strategi mental ketika berhadapan dengan stres, dan masing-masing strategi itu menambah spons dasar wanita.
1. Wanita cenderung berlebihan dalam menganalisa situasi - mereka merenung, mengevaluasi, mengkuatirkan semua detail. Hal ini justru semakin menguatkan hal-hal yang negatif dan menambah stres.
2. Wanita dengan cepat menyadari dan mengakui setiap ketakutan, kekuatiran dan kegelisahan, sehingga menimbulkan kewaspadaan akan timbulnya bahaya yang potensial dan membuat mereka lebih detail lagi akan segala sesuatu.
3. Wanita cenderung mengungkapkan masalah mereka dengan kata-kata. Hal ini dapat memperkuat kenyataan dan menambah banyaknya kesulitan yang sedang mereka hadapi.
4. Wanita mensosialisasikan apa yang mereka pikirkan dan rasakan, kerap kali dengan wanita lain, sehingga menambah keyakinan mereka akan suatu masalah (beginilah cara wanita saling menguatkan). Sosialisasi ini mengesahkan validitas masalah mereka, menaikkan derajat tanda bahaya.
5. Wanita menghubungkan situasi-situasi menggelisahkan yang terjadi saat ini dengan situasi-situasi yang pernah mereka alami, dengar bahkan baca di masa lalu. Hal ini membuat masalah mereka menjadi lebih nyata dan penting.
Penelitian menunjukkan bahwa wanita pada umumnya lebih stres daripada pria. Ketika saya menanyakah hal ini kepada wanita, mereka bercerita kepada saya bahwa pikiran mereka melekat pada masalah, dan mereka memikirkan masalah itu berulang-ulang, memikirkan apa yang salah, apa yang mungkin salah, atau apa yang mereka lakukan salah. Dengan kata lain, wanita terlalu banyak berpikir.
Sedangkan pria? Pria menyerupai kura-kura. Apabila hujan stres turun di atas mereka, biasanya stres itu jatuh mengalir melewati cangkang mereka. Ada banyak alasannya:
1. Pria cenderung menolak melakukan apa pun kalau mereka tidak yakin. Mereka tidak suka mengakui keragu-raguan atau ketidakberdayaan mereka.
2. Pria kemungkinan besar tidak menghiraukan berbagai detail, terutama detail yang penuh problema dan negatif. Ini mengurangi intensitas stres mereka.
3. Pria menekan emosi-emosi yang ‘tidak jantan' seperti ketakutan, kecemasan dan kekuatiran. Apabila pria tidak mengakui perasaan itu, perasaan itu pasti tidak ada.
4. Pria mengelompokkan kegelisahan mereka dan membungkusnya, lalu tidak memikirkannya lagi. Mereka cemas bahwa jika mereka memikirkan terlalu banyak persoalan, mereka akan mulai kuatir. Dengan mengelompokkan, maka tak ada kekuatiran.
5. Pria suka membuat strategi bagaimana membetulkan situasi yang membuat stres, sehingga menjadikan mereka lebih proaktif, lebih positif dan lebih kuat mengatasi stres.
Tetapi tidak semua kura-kura sama. Beberapa mempunyai cangkang yang lebih keras, yang membuatnya terlepas dari segala bentuk stres. Beberapa mempunyai cangkang yang lebih lunak, yang secara selektif menghalangi stres-stres tertentu, tetapi membiarkan yang lain masuk.
Meskipun pria pada umumnya lebih kuat menahan stres, mereka juga lebih stres daripada yang mereka akui. Pengakuan akan stres atau kekuatiran sepertinya merupakan kelemahan bagi mereka, maka mereka lebih sering menolak realitas stres pada diri mereka sendiri dan orang lain. Mereka tanpa sengaja tidak jujur; mereka tidak melihat apa yang tidak ingin mereka lihat. Ayah saya bersikeras bahwa dirinya tidak pernah mengalami stres, tetapi semua orang yang mengenalnya merasakan ketegangannya.
Pria kerap kali tidak memperhatikan gejala-gejala stres karena mereka tidak peduli akan detail sampai detail-detail itu menjadi begitu besar sehingga dapat membuat pusing kepala. Oleh karena itu, pria meminimalkan gejala-gejala stres seperti menggeretakkan gigi, menghela napas, sakit kepala ringan, penggunaan mulut secara tak sadar (makan, minum, merokok, mengunyah), sulit tidur, lekas marah sampai kurang enak badan. Apabila mereka memperhatikan hal-hal ini, pria mungkin mengungkapkannya dengan berkata, "Hari yang buruk" atau "Anak-anak hanya membuat saya marah". Pria memproyeksikan kesalahan, bukannya mengenali dampak personal.
Kadang-kadang wanita dengan jujur merasa iri terhadap kecenderungan pria yang seolah-olah dapat menjadi kura-kura. Setidaknya mereka menyesal karena mempunyai sifat seperti spons. Mereka berharap tidak gelisah seperti biasanya. Kadang-kadang mereka berharap mempunyai cangkang yang melindungi, walaupun mereka kerap kali memikirkan suami mereka seperti keras hati, naif, tidak sensitif, tidak peduli, atau ceroboh.
Salah satu kecenderungan yang dimiliki kura-kura dan spons adalah kompensasi yang berlebihan. Seandainya seorang suami adalah seekor kura-kura yang kuat dan tidak memperhatikan masalah atau tidak melakukan apa pun mengenai masalah tersebut, istrinya pasti akan menjadi spons yang lebih kuat. Istrinya merasa ia harus menjadi lebih perhatian dan lebih peduli untuk mengimbangi sikap suaminya yang tidak perhatian dan tidak peduli. Lalu suaminya melihat betapa istrinya sangat kuatir dan stres, sehingga ia menjadi lebih menyerupai kura-kura untuk menunjukkan kepada istrinya bahwa tak ada satupun yang perlu dikuatirkan.
Strategi ini biasanya tidak berjalan dengan baik. Kompensasi yang berlebihan dari salah satu pasangan hanya akan memperkuat kompensasi berlebihan dari pasangan lainnya, sehingga hal itu justru tidak menolong mereka berdua untuk menjadi tenang. Sang istri melihat ketahanan Pak Penahan Panas sebagai penolakan atau ketidakpedulian, dan sang suami melihat obsesi Bu Magnet sebagai emosi yang berlebihan dan histeris.
Sayangnya, semua reaksi ini merupakan akibat dari sepasang kenyataan yang sederhana. Pria adalah kura-kura dan wanita adalah spons. Jadi bagi Anda para suami, jika istri Anda berkata, "Aku tak akan membiarkan persoalan ini berlalu" sebenarnya itu berarti "Aku berharap bisa keluar dari masalah ini, tetapi ternyata sulit." Dan Anda para istri, jika suami Anda berkata, "Aku tidak peduli dengan persoalanmu" sebenarnya itu berarti "Aku sudah terlalu stres dan tidak bisa lagi menambah tumpukan stres itu sekarang." Jadi, cobalah untuk saling mengerti sebagai pasangan karena memang pria dan wanita memiliki cara yang berbeda saat menghadapi stres.
Sumber : DR. Steve Stephens – Lost In Translation