R/1 Menanyakan pertanyaan "berapa besar pekerjaan yang disebut cukup"
Karena bekerja itu begitu dominant dalam struktur nilai kita sehingga banyak orang tidak akan - bahkan tidak bisa - menanyakan pertanyaan itu pada diri mereka sendiri. Nampaknya ini bidat yang sama dengan "Seberapa tinggi pendidikan yang disebut cukup?" Namun, secara spiritual ini merupakan hal yang penting bagi kita untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan setiap aspek dalam kehidupan kita. Ketidakmampuan kita untuk memikirkan isu-isu seperti itu sebetulnya merupakan bukti yang kita perlukan akan pentingnya pemikiran seperti itu.
R/2 Merenungkan kembali etos kerja
Etos kerja merupakan komponen esensial dari kedewasaan. Etos kerja juga mendukung integritas pada pekerjaan. Itu sering berakibat dalam kemampuan penting yang mendasar untuk membayar kebutuhan-kebutuhan kita selama ktia menjalani hidup kita.
Marilah sejenak kita memikirkan kembali mengenai bekerja. Apa sesungguhnya yang kita muliakan? Apakah itu bekerja sebagaimana yang didefinisikan oleh Allah, atau bekerja sebagaimana yang kita definisikan? Apakah itu pekerjaan, atau apakah itu kesuksesan? Etika kesuksesan tidak sama dengan etos kerja, dan kerap kali itu bertentangan dengan kesalehan.
Etos kerja yang otentik secara alkitabiah tidak berarti bahwa bekerja adalah hal yang terpenting; tidak berarti bahwa kemampuan kita mencari nafkah itulah yang menentukan kualitas kita; tidak berarti bahwa hubungan-hubungan penting lainnya dan kewajiban spiritual bukan prioritas utama; atau tidak berarti bahwa orang harus terbagi dalam lapisan-lapisan sosial menurut tingkat profesi mereka. Dan itu juga tidak berarti bahwa bekerja tujuh puluh jam per minggu lebih baik daripada bekerja empat puluh jam per minggu.
R/3 Menghindari situasi ekstrim
Secara umum dapat terlihat dua ekstrim yang berkaitan dengan pekerjaan: menghindari kerja, dan kecanduan kerja. Keduanya tidak seimbang dan merupakan penyimpangan dari maksud Allah. Saya lebih suka seseorang yang bekerja terlalu banyak daripada tidak bekerja sama sekali - namun, sebetulnya itu hampir sama. Sementara tidak bekerja sama sekali bisa menghancurkan, bekerja terlalu banyak pun juga sama menghancurkan, hanya cara ini lebih halus dan secara sosial lebih bisa diterima. Dan pendekatan yang terbaik adalah mendedikasikan diri di tengah-tengah antara kedua ekstrim tersebut. Milikilah etos kerja yang kokoh yang memuliakan Allah, namun, taatlah juga dalam setiap area-area yang bukan area pekerjaan yang juga Allah perhatikan secara seksama.
R/4 Mendefinisikan diri Anda sendiri bukan berdasarkan pekerjaan
Kebenaran psikologi yang umum dalam masyarakat, dan yang memang banyak dianut, adalah untuk memperoleh identitas dan jati diri kita dari pekerjaan kita. Walaupun kita memang mengakui bahwa pekerjaan merupakan bagian yang signifikan dari hidup kita, itu bukanlah intisari dari hidup kita. Perbedaan ini penting karena bila kita menginginkan jati diri yang lebih tinggi, kita akan menambah jam kerja yang lebih banyak. Namun, bila kita telah bekerja lima puluh jam seminggu dan masih merasa kosong, menambah sampai enam puluh jam seminggu pun merupakan jawaban yang tak ada artinya. Anda tak bisa mengoreksi suatu kekeliruan dengan melakukan kekeliruan lainnya.
Pada akhirnya identitas kita datangnya dari Allah dan itu tidak bergantung pada deskripsi pekerjaan kita atau berapa jam kita bekerja. Pada lubuk hati kita yang terdalam, hidup selalu mengalir lebih lancar jiklau kita mau menerima pengertian yang Allah berikan.
R/5 Memikul tanggung-jawab sendiri
Banyak orang merasa terperangkap dalam lingkungan pekerjaan mereka. Namun, hal yang penting untuk disadari adalah bahwa kita menjalani hidup dalam kehidupan yang memang kita pilih sendiri. Daripada menyalahkan semua permasalahan kita pada kekuatan-kekuatan eksternal maupun situasi di sekitar kita, lebih baik bila kita memeriksa motivasi kita sendiri. "Orang-orang dengan tekanan stress yang tinggi cenderung mencari tempat untuk melemparkan kesalahan," seorang peneliti keluarga menjelaskan.
Mungkin mayoritas dari pekerja yang bekerja berkelebihan serta terlalu stress, pada masa kini, telah berkontribusi pada situasi tersebut dengan ekspetasi-ekspetasi pribadi dan pilihan-pilihan gaya hidup mereka sendiri. Tak ada seorang pun yang akan menolong kita membenahi masalah-masalah ini. Kerap kali kita akan menjumpai pilihan-pilihan yang bisa dipertimbangkan jikalau kita memang cukup berani, cukup kreatif atau cukup bertekad menentang arus budaya. Ini adalah hidup kita, dan memang tanggung-jawab sepenuhnya.
R/6 Mewaspadai promosi jabatan
Promosi merupakan suatu tanda penegasan dan kehormatan, suatu penghargaan atas pekerjaan yang diselesaikan dengan baik. Namun, ada harga-harga yang tersembunyi dalam promosi-promosi ini: lebih banyak stress, jam kerja yang lebih panjang, dan lebih banyak perjalanan. Sangatlah bijaksana bila kita mengukur konsekuensi-konsekuensinya secara cermat. Tuliskanlah segi-segi positif dan negatifnya. Bicarakanlah dengan pasangan Anda, teman dekat, pendeta, maupun kelompok akuntabilitas Anda. Berdoalah. Tangguhkanlah keputusan supaya ada waktu untuk meredam hal-hal yang bersifat impulsif yang terdapat pada hati dan pikiran Anda. Bila promosi itu nampaknya memang baik secara spiritual maupun relasional, kejarlah itu dengan bersemangat. Kalau Anda punya keragu-raguan yang signifikan, tunggulah.
Pikirkanlah untuk membangun karir Anda lebih perlahan daripada yang sesungguhnya Anda inginkan, supaya bisa memberikan cukup waktu untuk melakukan investasi dengan cara mencurahkan daya serta perhatian dalam kehidupan keluarga di saat anak-anak masih kecil. Biasanya sudah terlalu terlambat untuk meng-invest dalam kehidupan anak-anak di saat mereka bukan lagi kanak-kanak.
R/7 Mengembangkan minat di luar pekerjaan
Bila satu-satunya arti dari keberadaan kita ditemukan dalam pekerjaan kita, maka kita cenderung akan meningkatkan jumlah jam pada pekerjaan. Namun, bila kita di PHK atau dipecat atau menderita kelumpuhan atau pensiun, seluruh hidup kita akan terasa hancur. Sebaliknya, bila hari kerja... atau minggu kerja... atau karir pekerjaan berakhir, seharusnya ada keberartian lain yang sama derajatnya, yang sedang menanti untuk menampung karya-karya kita. Kembangkanlah keragaman minat dan keterlibatan diri pada berbagai aktivitas. Kembangkanlah hobi Anda. Serahkanlah diri Anda untuk melayani mereka yang kurang beruntung. Melayani dengan mengajar Sekolah Minggu, Bertemanlah dengan mahasiswa mancanegara.
Berusahalah untuk membuat pekerjaan menjadi menarik dan bisa dinikmati. Namun, lebih dari itu - berusahalah untuk membuat hidup ini menarik dan bisa dinikmati. Bekerja adalah lingkaran kecil yang berada dalam lingkaran hidup yang lebih besar.
R/8 Menghargai Ibu
Banyak wanita meninggalkan pekerjaan rumah tangga dan beralih kerja di luar rumah. Hal itu dilakukan bukan karena alasan ekonomi, namun, karena alasan jati diri. Mengingat dulu pekerjaan di luar rumah merupakan suatu aib bagi wanita, kini, pekerjaan rumah tanggalah yang merupakan aib. Jelas sekali ini telah menambah masalah kelebihan beban pekerjaan bagi para wanita yang merasa mereka tak punya arti kalau mereka tidak mempunyai pekerjaan yang bisa menghasilkan uang - namun, sesungguhnya mereka merasa tertekan dan kelelahan bila mereka tetap bekerja.
Semua orang butuh pengakuan dan peneguhan. Penelitian menunjukkan bahwa bila penghargaan yang tinggi diberikan pada pekerjaan ibu rumah tangga, maka seluruh anggota keluarga akan lebih bahagia. Marilah kita menghilangkan aib dan mengembalikan penghargaan yang patut diberikan kepada ibu rumah tangga. Sebagaimana pepetah mengatakan, Setiap ibu adalah ibu pekerja.
R/9 Membuka rumah kantor
Tiga puluh lima juta rumah tangga masa kini punya rumah kantor. Strategi pemanfaatan yang kian meningkat ini patut dihargai. Strategi ini meniadakan waktu pergi pulang serta mencegah timbulnya kebutuhan untuk memiliki kendaraan tambahan, baju kantor, dan bahkan untuk penitipan anak. Bila Anda hanya bekerja paruh waku, maka ini bisa menjadi solusi yang sangat baik. Namun, strategi ini tidak untuk setiap orang. Jangan kita terlalu naïf. Karena kita tahu betapa sulitnya berada di rumah, namun, ternyata "tidak ada waktu yang tersedia" bagi anak-anak kita, bagi suami atau isteri kita, dan berbagai-bagai pengalih perhatian lainnya. Peringatan: Bagi mereka yang kecanduan kerja, rumah kantor ini bisa sangat berbahaya.
R/10 Mengemban Kerajaan Allah
Pekerjaan apapun - bahkan pekerjaan melayani orang sekalipun - bisa menjadi sesuatu yang rutin, otomatis, dan sama dengan "proses produksi di pabrik." Ketika ini terjadi, dimensi spiritual dan relasional dari pekerjaan itu cenderung menghilang, sebaliknya, yang terjadi hanyalah proses produktivitas semata. Saat kecepatan dan kelebihan beban menjadi unsur-unsurnya, maka proses yang menyerupai model efisensi produktivitas pabrik yang seperti ini akan mengecilkan segala pertimbangan lainnya.
Setiap orang yang membaca ini, apapun keadaan hidup Anda atau profesi yang Anda pilih, sesungguhnya bisa melakukan hal yang serupa. Kapan pun kita berhubungan dengan manusia - dalam dunia pekerjaan, atau dalam kehidupan bermasyarakat umumnya - kita punya dua pilihan: membina hubungan dalam kasih Tuhan; atau membina hubungan yang konsisten dengan urusan-urusan bisnis duniawi.
Jangan biarkan kelebihan beban pekerjaan menguras vitalitas kita untuk pekerjaan Kerajaan Allah. Kita adalah duta-duta Allah. Marilah dengan kasih kita menunjukkan apa yang dikehendakiNya.
Sumber : The Overload Syndrome