Sebenarnya untuk apa sih kita capek-capek menyekolahkan anak kita? Supaya pandai! Untuk apa pandai? Bisa cari kerja! Untuk apa kerja? Untuk dapat uang dan bisa makan! Untuk berkarier! Untuk masa depan! Singkatnya untuk berhasil! Tetapi kita kemudian bertanya lebih jauh, apa sih berhasil itu?
Berhasil adalah kalau seseorang bisa mencapai cita-citanya, lulus kuliah, menjadi insinyur, dokter, pengacara atau gelar lainnya. Benar juga ini salah satu aspek keberhasilan, tidak semua orang bisa berhasil menyelesaikan studinya.
Ada yang memberi kriteria, berhasil adalah orang yang bisa membangun usaha, beromzet banyak, untung berjibun dan bisa memiliki rumah, mobil, villa dan tabungan masa depan, singkatnya bisa menjadi kaya. Saya setuju saja, ini salah satu aspek keberhasilan, karena memang tidak semua orang bisa mencapai hal itu. Berhasil membangun dunia usaha.
Orang lain mengemukakan orang berhasil adalah yang menikah dan membangun keluarga yang bahagia. Rukun dengan anak dan istri, ada waktu bersama dan waktu untuk liburan keluarga. Anak-anak yang baik dan hormat orangtua. Saya juga setuju inilah salah satu aspek keberhasilan. Berhasil membangun keluarga.
Lain lagi sekelompok orang berkata, orang berhasil adalah orang yang walaupun secara materi bisa saja tidak berhasil, tetapi dia mempengaruhi orang banyak, hidupnya menjadi panutan dan teladan bagi banyak orang. Saya pun setuju inilah aspek keberhasilan.
Yang menarik dalam hal keberhasilan adalah, apapun aspek keberhasilan tersebut, penelitian yang dilakukan Prof. Dr. Daniel Golleman dari Amerika, bapak managemen modern, mengatakan bahwa keberhasilan dipengaruhi oleh 20% IQ/II (Intelectual Quotient atau Intelectual Intelligence) serta SQ/SI (Spiritual Quotient atau Spiritual Intelligence).
Kebanyakan orang yang berhasil membangun usaha bukanlah para juara di sekolah, tetapi yang temannya banyak, sewaku kuliah banyak berorganisasi, pandai bergaul, dan ketika dia membangun usaha, mampu membangun jaringan distribusi, jaringan pemasaran karena kepandaiannya bergaul atau bersosialisasi.
Bukan orang yang jenius atau pandai otaknya yang mampu membangun usaha dan mendapatkan pinjaman modal dari bank, tetapi yang mampu ‘berbicara', pandai melobi, pandai bergaul dan bersosialisasi.
Orang yang berhasil membangun keluarga bahagia bukanlah yang jenius. Sering ketika suami dan istri semuanya cerdas secara otak saja, akan banyak bertengkar dan berdebat dan tidak bahagia. Butuh kecerdasan emosi dan kebaikan karakter dan nilai hidup yang merupakan bagian dari Spiritual Intelligence untuk berhasil dalam pernikahan.
Jika konsentrasi kita sebagai pendidik dan orangtua adalah supaya anak-anak kita berhasil kelak, maka sepatutnyalah kita memberikan porsi dan perhatian pada EQ dan SQ yang mempengaruhi 80% keberhasilan mereka.
Sumber : Ir Jarot Wijanarko – Anak Cerdas Ceria Berakhlak