Masa depan telah tiba kemarin, ketika pesawat ruang angkasa Starship Enterprise mendarat di halaman belakang kita. Peralatan-peralatan canggih terpasang di setiap ikat pinggang, terpasang pada setiap soket, dan terpasang di setiap daun telinga. Di atas kepala, masih ada lagi peralatan yang berputar-putar di atas kepala.
Saat telekomunikasi dengan cepatnya memberi bentuk baru pada dunia, kita tengah berada pada permulaan dari suatu jaringan hubungan universal yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah manusia. Telepon seluler dan pager; telepon video dan konferensi melalui televideo; hubungan jarak jauh dan mesin-mesin faks; Internet dan email; satelit dan informasi berkecepatan tinggi. Yang pasti itu semua merupakan berbagai gambaran yang menggembirakan di masa depan.
Namun, apa yang akan dihasilkan dari aktivitas yang luar biasa membingungkan ini yang nampaknya berkembang begitu pesat? Sama seperti sebagian besar hal-hal modern lainnya, hasilnya bisa baik maupun buruk - keduanya terjadi pada waktu yang bersamaan. Aspek dari pengembangan ini yang paling mengganggu pikiran saya adalah kelebihan beban aksesbilitas.
Konsekuensi terbesar yang terjadi tanpa diperkirakan dari banjirnya teknologi pengakses adalah bahwa dalam waktu yang tak lama lagi tidak akan ada alasan yang sewajar apa pun untuk tidak bisa dihubungi. Di tengah-tengah antusiasme kita terhadap revolusi telekomunikasi, kita kurang berpikir tajam mengenai harga kejiwaan yang menyeramkan seperti yang disebutkan oleh kolumnis William Safire dengan istilah keterjangkauan yang tak terkendali. Jangan salah sangka. Saya suka orang. Beberapa sahabat saya adalah orang. Namun, saya juga perlu waktu menyendiri dari waktu ke waktu.
"Dari mana saja Anda seharian ini? Saya mencoba menelepon Anda lima kali!" atasan atau klien atau rekan bermain bridge Anda mungkin berkata seperti itu. Dan karena hampir setiap orang membawa ponsel atau blackberry, Anda tak punya lagi alasan.
"Saya mematikan ponsel saya."
"Apa???"
Apa yang dirasakan oleh seorang pendeta ketika seorang anggota jemaatnya masuk ke rumah sakit di saat pendeta itu sedang berlibur untuk memulihkan diri dari kelelahan dan berada jauh dari tempat tinggalnya? Apakah kita bisa mengganggu liburan sang pendeta? Kebanyakan kita mungkin tidak ingin melakukan hal itu - namun, sebagian lainnya mungkin akan melakukannya. Bagaimana bila seorang anggota jemaat meninggal? Apakah kita akan menginterupsi para pendeta yang memang sangat memerlukan liburan itu dengan meminta mereka kembali pulang untuk acara penguburan? Ketika saya berbicara di Toronto baru-baru ini, saya bertemu dengan dua orang pendeta yang mengalami situasi ini pada tahun sebelumnya. Pendeta yang satu pulang untuk melakukan acara penguburan, sedangkan yang satunya lagi tidak pulang. Pendeta yang pertama membuat keluarganya kecewa dan kehilangan liburan yang penting. Sedangkan pendeta yang kedua membuat para jemaatnya kecewa dan kehilangan kesempatan pelayanan yang penting.
Karena kemajuan dan teknologi, aksesbilitas yang universal sudah tak bisa dihindari. Meski demikian, ‘keterjangkauan yang tak terkendali' harus dikontrol demi keluarga kita, waktu kita bersama Allah, kesehatan jiwa kita, dan istirahat kita.
Pikirkanlah masak-masak akan semua teknologi pengakses. Gunakanlah peralatan tersebut dengan pertimbangan yang matang. Kalau memang diperlukan cobalah untuk tidak mengaktifkan mesin penjawab telepon. Bila Anda merasa kewalahan saat Anda pulang ke rumah dan ada delapan pesan telah menanti, matikanlah mesin itu. Bila telepon itu memang penting, sang penelepon pasti akan mencobanya lagi.
Sumber : A Minute of Margin