Menjalani hubungan dalam perkawinan memang bukan perkara mudah. Setelah menikah dua-tiga tahun, masih ada hal-hal baru yang Anda temukan pada dirinya, hal-hal yang Anda rasakan kurang sesuai dengan sifat-sifat Anda. Anda sangat mencintainya, tetapi ada saat-saat dimana Anda merasa sangat putus asa menghadapinya. Mengapa dia tak seperti waktu masih pacaran dulu?
Beberapa alasan mengapa Anda sulit menjalani hubungan ini adalah karena adanya harapan-harapan tidak realistis yang Anda buat ketika memasuki gerbang perkawinan tersebut. Anda begitu yakin bahwa dengan menikah Anda akan bahagia selamanya bersama suami. Saat menikah Anda bersedia untuk menerima perbedaan satu sama lain, namun tidak menyadari bahwa menerima perbedaan bukanlah hal yang mudah dijalani.
Pada awalnya, karena masih saling merasa jatuh cinta, Anda dan suami akan berusaha keras untuk menunjukkan bahwa masing-masing mampu berkorban untuk pasangan. Jika ada hal-hal lain yang tidak Anda setujui bersama, masing-masing yakin kelak pasti akan berubah. Kita berusaha keras untuk menyamakan diri satu sama lain, dan tidak menyadari inilah yang kelak menimbulkan konflik terus-menerus, sakit hati, dan kesalahpahaman.
Anda perlu mengetahui beberapa hal:
1. Tak ada pasangan yang sempurna. Yang terlihat sempurna adalah pasangan yang mau bekerja keras untuk mengatasi perbedaan. Setiap orang memiliki kelemahan, mempunyai sikap yang kurang pantas di mata satu sama lain, atau melakukan kebiasaan yang tidak dilakukan orang lain.
2. Kita tak dapat mengubah sifat orang lain. Semakin keras kita berusaha mengubahnya, semakin kuat orang itu bertahan. Kitalah yang harus mengubah sikap kita, dan menerima pasangan kita apa adanya.
Kalau begitu, apa yang harus dilakukan?
1. Menerima perbedaan pasangan. Misalnya suami enggan ngobrol saat bangun tidur. Andalah yang harus berubah, dengan tidak mengajaknya ngobrol saat bangun pagi. Selain itu, tak perlu meributkan hal sepele seperti keharusan memencet pasta gigi dengan rapi dari ujungnya.
2. Dengarkan apa keinginannya. Cari tahu siapa orang yang telah memberikan kita kebahagiaan sekaligus sakit kepala ini? Apa keinginannya, kesenangannya, mimpi-mimpinya, bagaimana kita membantu ia menggapai mimpi-mimpinya?
3. Jujur pada diri sendiri. Apa yang Anda inginkan dalam suatu hubungan? Anda tak perlu berpura-pura terus menjadi wanita lembut yang sabar dan murah hati, atau seseorang yang bukan diri Anda sendiri. Kita tak perlu bersandiwara untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
4. Terus belajar. Anda bisa mendapatkan ilmu mengenai hubungan perkawinan ini darimana saja. Mengikuti seminar, membaca, ngobrol dengan pasangan yang telah berhasil membina perkawinannya, atau berkonsultasi pada ahlinya.
5. Ingatlah sifat-sifat baiknya. Suami memang pemarah, namun ia juga bersedia minta maaf jika tahu kesalahannya. Hargailah hal seperti ini. Saat Anda tengah kesal atas kelakuannya, tulis sifat-sifat buruknya itu di atas pasir agar mudah hilang dan terlupakan. Sebaliknya, ukir sifat-sifat baiknya di atas batu supaya bisa terus Anda kenang.
Sebagaimana tertulis dalam Amsal 27:17, Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya. Hidup bersama sebagai suami isteri seharusnya menjadikan Anda pribadi yang lebih baik, demikian juga pasangan Anda. Belajarlah satu sama lain dalam kasih dan kebenaran firman Tuhan, karena tujuan pernikahan semata-mata bukanlah hanya untuk mengajar kebahagiaan namun untuk bertumbuh bersama di dalam kasih Kristus.
Sumber : Berbagai Sumber