Sindiran Menohok di Depan Mata

Nasional / 12 June 2009

Kalangan Sendiri

Sindiran Menohok di Depan Mata

Lestari99 Official Writer
4919

Malam Deklarasi Pemilu Damai menjadi 'tidak damai'. Acara yang seharusnya penuh dengan suasana persahabatan tersebut berubah jadi tegang lantaran 'ulah' monolog Butet Kartaredjasa.

Butet menyampaikan monolog mewakili tim kesenian pasangan capres Mega-Prabowo dalam Deklarasi Pemilu Damai yang diselenggarakan KPU di Hotel Bidakara, Jl Gatot Subroto, Rabu 10 Juni 2009 malam. Butet tampil memukau, tapi menyentil salah satu capres, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Semua capres-cawapres termasuk para undangan awalnya terhibur dengan aksi Butet. Butet mengawali monolognya dengan bercerita soal keheranannya kenapa dia dipilih Mega-Prabowo menjadi tim kesenian yang tampil perdana sesuai dengan nomor urut pasangan capres-cawapres.

Monolog yang gayeng itu pun berlanjut hingga satu demi satu sindiran terhadap pemerintah yang berkuasa, SBY dilontarkan di depan SBY sendiri, tanpa tedeng aling-aling. Kritikan Butet membombardir mulai dari masalah utang negara, korupsi, hingga banyaknya pesawat Indonesia yang sering jatuh sebelum perang terjadi.

"Kemarin ada Hercules jatuh, sampai-sampai ada anekdot di luar yang mengatakan, wah pesawat Indonesia nggak usah dipakai perang pada jatuh sendiri," sindir Butet.

Mendengar sindiran Butet yang langsung dilihatnya di depan mata, raut muka SBY tampak menahan marah. Padahal sebelumnya, SBY banyak mengumbar senyum lantaran terhibur oleh penampilan putra Bagong Kusudiharjo ini. Sementara, para hadirin lainnya tertawa terpingkal-pingkal.

"Pemberantasan korupsi mestinya tidak boleh pandang bulu, siapa pun itu. Baik menteri, mantan menteri atau siapa pun, bukannya malah didutabesarkan," sindir Butet lagi. Butet juga menyindir KPU yang tidak beres dalam membuat Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang berakibat banyaknya warga yang tak dapat memilih dalam Pemilu Legislatif kemarin.

Partai Demokrat merasa kecewa dengan penampilan Butet yang seharusnya membawa kedamaian dalam deklarasi damai tersebut. "Arena yang seharusnya menonjolkan suasana damai tetapi terjadi provokasi. Membuat masyarakat terprovokasi," kata Sekjen Partai Demokrat Marzuki Alie usai acara deklarasi.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga menyesalkan tindakan Butet. Namun, meski menyesalkan, KPU menganggap penampilan Butet wajar karena memang tidak ada aturan khusus dalam penampilan seni budaya oleh para capres-cawapres.

"Memang seyogyanya hari ini adalah kampanye damai tidak menimbulkan perasaan tidak enak pada orang lain," kata Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary.

"Bahwa ada eskpresi yang dinilai begitu ekspresif menurut saya wajar saja. Kami memang menyediakan waktu dan tempat untuk setiap pasangan calon menyampaikan atraksi seni dan memang kita tidak mengatur secara detil. Atraksi apa saja boleh," imbuh anggota KPU lainnya, Andi Nurpati.

Terlepas dari pro dan kontra penampilan Butet dalam Deklarasi Pemilu Damai, yang jelas masyarakat Indonesia disuguhi atraksi yang 'menakjubkan' sekaligus menghibur, tapi menyayat bagi yang merasa tersindir.

Bagaimanapun juga monolog Butet tidak perlu ditanggapi dengan reaktif dan emosional. Sebab pesan yang diungkapkan Butet merupakan apresiasi seni semata.

"Yang disampaikan oleh Butet dan kritikan kepada KPU sebagai sebuah ekspresi seni yang tidak ada persoalan," kata pengamat politik dari Fisipol UI, Arie Sujito, di sela-sela diskusi 'Mencegah Potensi Kemunduran Demokrasi' di Restoran Bumbu Desa, Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Kamis (11/9/2009).

Diakui Arie, apa yang disampaikan Butet memang sangat tendesius. Namun, hal itu merupakan berbagai problem yang muncul selama pemilu legislatif dan agenda kebangsaan yang menjadi keresahan masyarakat juga.

Hanya saja, lanjut Arie, karena situasi yang disampaikan Butet adalah merupakan forum politik menghadapi pemilu damai, maka pesan yang disampaikan menjadi tidak sampai ke publik. "Yang perlu dipikirkan adalah KPU perlu merespon, meski tidak perlu reaktif. KPU harus sampaikan ke publik tentang sinyalemen itu dan kalau tidak betul harus diklarifikasi," jelasnya.

Di tempat yang sama, pengamat politik Bara Hasibuan mengatakan apa yang dilakukan monolog Butet tidak etis disampaikan dalam acara tersebut. Apalagi deklarasi kampanye damai ini seremonial untuk menciptakan kebersamaan bagi kandidat yang akan bertarung dalam Pilpres mendatang.

"Tapi kalau kemudian ada beberapa sindiran yang ditunjukkan kepada kandidat tertentu, tentunya ini sangat tidak etis dan kontradiktif dengan semangat pertemuan itu," ujarnya.

Bara yang mengaku sebagai bagian Tim Kampanye SBY-Boediono ini juga mengatakan tidak perlu reaktif dalam menanggapi masalah tersebut. "Tapi sebagai bagian dari tim kampanye SBY-Boediono, saya ingin menyampaikan penyesalan atas apa yang disampaikan Butet," tandasnya.

Sumber : Berbagai Sumber
Halaman :
1

Ikuti Kami