Hidup Yang Fana Akan Berakhir

Kata Alkitab / 24 March 2009

Kalangan Sendiri

Hidup Yang Fana Akan Berakhir

Tammy Official Writer
7417
Kadang-kadang, timbul dalam hati kita sebuah perasaan seakan hidup ini tidak berhakikat, dan penuh dengan kesia-siaan belaka. Dalam setiap segi kehidupan ini, kelihatannya selalu berakhir dengan percuma. Hal ini didasarkan pada suatu kenyataan, bahwa apa pun yang kita lakukan dalam kehidupan kita, selalu saja terbentur dengan kefanaan.

Ketika bangun pagi, kita membereskan tempat tidur, padahal kita tahu bahwa nanti malam kita akan mengacaukannya lagi. Lalu kita makan pagi dengan kesadaran, bahwa nanti siang kita akan lapar dan perlu makan ulang, Kemudian kita bekerja, dengan pengertian bahwa kita toh tidak akan dapat menyelesaikannya. Dan, klimaks dari pertanyaan-pertanyaan ini ialah apabila dilanjutkan menjadi sebuah konklusi: Apa gunanya kita melakukan sesuatu, jika pada akhirnya segala sesuatu itu toh akan berakhir dengan sia-sia?

Ada dua aspek yang menyebabkan hidup ini terasa sia-sia:
- Pertama, karena hidup ini dipandang dan ditimbang dari segi kefanaan. Bahwa semaunya toh tidak langgeng. Bahwa kita toh akan mati, sehingga semua menjadi percuma, sia-sia, dan tidak berguna.
- Kedua, hidup ini dinilai dari segi subjektivitas pribadi: Bahwa aku dan karyaku hanyalah melulu untuk kepentinganku. Sehingga tampak segalanya menjadi tidak bermakna, manakala disadari, bahwa si "AKU" tidak dapat langgeng menikmatinya.

Bila kedua aspek pemikiran di atas ini yang hendak dijadikan patokan, memang akan segera terasa bahwa hidup itu sia-sia, tidak berhakikat sama sekali. Tetapi agaknya kita perlu merenung sejenak, bahwa hidup ini sebenarnya tidaklah fana, namun kekal. Memang manusia akan mati, tetapi mati bukanlah akhir dari segalanya. Justru mati adalah jalan menuju kepada kekekalan. Semua kefanaan memang akan berakhir, tetapi hidup tetap langgeng.

Kehidupan Fana- Karena, hidup ini akan berhakikat dan tidak terasa sia-sia, apabila kita isi dan kaitkan dengan "Sang Kekal" dan hal-hal yang bersifat kekal. Kita persilahkan sang Kekal, yaitu Kristus sendiri, untuk masuk ke dalam diri kita sedalam-dalamnya, sehingga hidup kita sama seperti yang digambarkan oleh Rasul Paulus, "Bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku," yang selaras dengan kehendak sang Kekal. Lalu, karya-karya kita pun akan merupakan karya-karya kekekalan atau bersifat kekal, yang tidak percuma dan sia-sia begitu saja; seperti kata Paulus, "... persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia" (1 Korintus 15: 58). Inilah dimensi atau bidang vertikal hidup kita.
- Di samping itu, perlu disadari, bahwa kita bukanlah individu-individu yang lepas tidak ada hubungan satu sama lain, melainkan sebagai manusia yang saling berkaitan. Kita tidak hidup sendirian, tetapi kita berada di tengah masyarakat dan menjadi anggota komunitas manusia. Karenanya, hidup kita pun tidak dapat hanya dinilai dan dirasakan berdasarkan subjektivitas pribadi, tetapi perlu dikaitkan juga dengan kepentingan orang lain. Karya kita, bukanlah karya sendirian, melainkan karya kebersamaan; demi dan untuk kepentingan bersama yang didasarkan pada cinta kasih. Tegasnya, hidup kita, orientasinya bukan hanya tertuju kepada diri sendiri, melainkan juga terarah kepada dunia sekitar. Inilah dimensi horizontal hidup kita.

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa hakikat hidup kita ini berhubungan dengan bidang vertikal dan horizontal; yaitu menjalin hubungan dengan Allah dan sesama dalam warna cinta kasih. Lalu, dari arah inilah kita hidup dan berkarya. Maka, dunia pun dapat menjadi cerah; secerah binar-binar kesukaan yang mengisi rongga dada kita.

Sumber : Setetes Embun Bagi Jiwa 2
Halaman :
1

Ikuti Kami