Delhi menjadi kota terbaru yang mengikuti revolusi makanan lambat saji. Ibu kota India baru-baru ini menyaksikan pembukaan kafe makanan lambat saji. Kafe ini diresmikan Carlos Petrini, orang Italia pendiri gerakan yang berusaha mengimbangi konsumsi makanan cepat saji di dunia. Gerakan ini dimulai di Italia sekitar 20 tahun lalu dan sekarang menyebar ke 45 negara di lima benua dan memiliki 80.000 anggota.
Meskipun menunya kaya dan beraneka ragam, India tidaklah asing dengan makanan saji cepat, gerai seperti McDonalds dan Subway berada di mana-mana.
Makanan Ringan Mewah
Makanan saji lambat intinya adalah gerakan untuk perlindungan hak rasa makanan. Petrini mengatakan, "Setiap negara memiliki identitas sendiri berkaitan dengan budaya makanan. Setiap desa memiliki makanan khusus dan resepnya, sebaliknya makanan cepat saji mewakili homogenisasi dan standarisasi budaya makanan dan rasa di seluruh dunia."
Kunci dari makanan lambat saji adalah menjangkau sebanyak mungkin makanan yang diolah asli. Petrini menjelaskan, Italia memiliki ratusan jenis pasta, risoto dan tomat sebaliknya Irlandia memiliki salmon, keju dan roti.
Di India, aneka ragam makanan luar biasa banyaknya, ujar Petrini, menunjukkan makanan India seperti "millet tabouleh" dan "dhoklas" di kafe lambat sajinya, Navdanya.
"Saya baru saja makan makanan yang rasanya fantastis dari millet," katanya. "Sungguh lezat, saya tidak pernah makan makanan seperti ini sebelumnya."
Banyak lainnya yang menikmati hidangan makanan ringan mewah di kafe setuju dengan dia. Sambil menyantap makanan, aktris Nandita Das mengatakan, dia penggemar makana sejati.
"Apakah saya pergi ke desa kecil di Kerala atau Perancis, saya suka mencoba makanan di tempat itu. Saya gembira terdapat sebuah tempat di kota kami seperti ini dimana kita mendapatkan makanan organik asli," katanya.
Pegiat Lingkungan
Vinay Aditya adalah pelukis dan disainer. Dia mengatakan, dia suka makanan cepat saji namun tahu ini tidak sehat.
"Makanan ini sangat menarik," katanya. "Dan berbeda. Saya ingat rasa makanan ini sejak kecil namun sudah hilang dalam 15 tahun ini. Setiap orang harus mencobanya."
Sutradara Navdanya, Vanda Shiva, adalah pegiat lingkungan terkemuka. Dia mengatakan, makanan yang disajikan di kafe itu dibuat dari bumbu yang tumbuh secara organik dan itu berarti menyediakan makanan sehat bagi orang India ‘yang sukses tetapi sibuk'.
"Ini adalah tempat dimana kita dapat makan tanpa mengkuatirkan diabetes, tekanan darah tinggi atau kolesterol," lanjutnya.
Shiva mengatakan, kafe ini bernilai sebagai ‘tempat bagi kamus makanan bagi kaum muda yang hidup dalam budaya McDonalds-Coca Cola'.
Hmm, sepertinya Indonesia pun harus mulai memikirkan hal ini. Karena tak dapat dipungkiri berbagai jenis makanan tradisional Indonesia mulai menghilang dari khalayak ramai dalam beberapa dasawarsa terakhir ini.
Sumber : bbcindonesia