Tidak seorang pun senang dikritik, tidak peduli berapa banyak kebenaran yang ada di balik kritik tersebut. Baik kita pria atau wanita, berusia enam atau enam puluh tahun, ketika seseorang menegur kita, secara otomatis kita membela diri. Meskipun demikian, komunikasi yang jujur adalah vital bagi pernikahan. Dua kebenaran mendasar ini tampaknya bertentangan. Bagaimana Anda secara jujur mengatakan sesuatu yang tidak menyenangkan dari sikap pasangan Anda namun tidak membuatnya untuk membela diri ataupun mengangkat bahu dengan acuh tak acuh, seperti yang biasa terjadi?
Suami lebih sensitif dengan metode tak langsung daripada konfrontasi secara langsung. Seorang suami jauh lebih mudah menerima komentar Anda mengenai ketidakpekaannya bila ia mendengar komentar yang diutarakan melalui lima prinsip berikut ini:
1. Belajarlah mengekspresikan perasaan Anda dengan tiga sikap yang penuh kasih: kehangatan, empati dan ketulusan. Kehangatan adalah menerima seseorang dengan ramah, menganggap seseorang cukup penting sehingga Anda bersedia memberikan waktu dan tenaga Anda - mempedulikannya bukan karena ia pantas mendapatkannya, melainkan karena ia adalah manusia biasa. Empati adalah kemampuan memahami dan merasakan perasaan seseorang - mampu menempatkan diri Anda pada posisinya dan memandang situasi dari sudut pandangnya. Ketulusan berarti memperlihatkan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap seseorang tanpa berubah sikap terhadapnya ketika keadaan berubah. Suami Anda mungkin akan menolak bantuan Anda jika ia tidak melihat tiga sikap ini dalam diri Anda. Ini adalah sikap yang dapat dikembangkan oleh setiap orang. Anda tidak perlu menunggu suami Anda untuk berubah, meskipun ia mungkin sumber utama dari sebagian besar masalah yang ada. Anda sendiri dapat mulai menggelindingkan bola, dan perubahan-perubahan menyenangkan akan muncul.
2. Belajarlah mengungkapkan perasaan Anda ketika Anda marah atau jengkel tanpa menggunakan kata "kamu". Dr. Jerry R. Day, seorang psikolog dari Tucson, Arizona, sangat menganjurkan isteri-isteri untuk menghindari penggunaan kata "kamu". Sebagai contoh, "Kamu membuatku muak" atau "Kamu selalu terlambat" atau "Kamu selalu membantah". Pernyataan "kamu" biasanya menyebabkan seorang pria melindungi diri, menentang atau segera meninggalkan Anda tanpa memecahkan masalah. Pernyataan "kamu" membuat suami makin berkeras mengikuti kemauannya dan menyebabkan Anda kalah dalam situasi tersebut.
3. Belajarlah "menunggu" hingga amarah atau perasaan jengkel Anda reda sebelum Anda mulai membicarakan sesuatu yang sensitif. Tidak peduli apa yang Anda katakan atau cara Anda mengatakannya, bila Anda marah atau dongkol pada saat itu, hal ini mungkin akan membangkitkan reaksi yang salah dalam dirinya. Sementara Anda menunggu reda, tetaplah diam atau ganti topik percakapan pada hal lain yang dapat Anda bicarakan. Bila suami Anda ingin mengetahui mengapa Anda diam atau mengapa Anda mengubah topik pembicaraan, katakan kepadanya dengan tenang, "Aku perlu sedikit waktu untuk memikirkan hal ini secara mendalam supaya aku dapat lebih memahami perasaanku." Saya tidak mengatakan bahwa Anda harus melenyapkan perasaan marah dari hidup Anda. Saya mengerti betapa sulitnya berurusan dengan amarah. Meskipun demikian, bila saat-saat seperti itu muncul, hindarilah membicarakan sesuatu yang sensitif di tengah-tengah panas amarah Anda. Dengan demikian, Anda berdua tidak mengucapkan kata-kata yang nantinya akan Anda sesali.
4. Bila Anda sudah tenang, gantilah pernyataan "kamu" dengan pernyataan "aku rasa". Daripada menegur suami Anda yang terlambat pulang dengan lansung menyemprotnya dengan kata-kata, "Kamu tidak pernah tiba di rumah tepat pada waktunya", sambutlah dia dengan kata-kata yang penuh pengertian seperti, "Tentu hari ini kamu sibuk sekali" atau "Taruhan, kamu pasti lelah". Terakhir, mungkin itu satu atau dua hari kemudian pada saat ia santai, mulailah ungkapkan perasaan Anda. Bila Anda dapat dengan kreatif membagikan perasaan Anda dalam suatu konteks yang positif, itu lebih baik lagi. Misalnya, "Kamu tahu, ada beberapa hal yang bisa kamu lakukan dan akan membuat aku merasa benar-benar dicintai dan dihargai. Seperti pulang ke rumah untuk makan malam tepat pada waktunya atau memberitahu aku bila kamu pulang terlambat. Hal itu benar-benar menunjukkan betapa kamu mencintaiku. Aku benar-benar membutuhkannya."
Di pagi hari, daripada membangunkan suami Anda dengan kata-kata, "Bisa ga sih kamu bangun lebih pagi dan membantu aku mengurus anak-anak pagi ini?" Tunggulah hingga saat ia tidak lelah atau cobalah sesuatu seperti ini, "Aku tahu kamu telah bekerja keras bagi keluarga ini. Aku juga berharap bahwa aku bisa memiliki stamina sepertimu sehingga aku tidak memerlukan bantuanmu di pagi hari. Tapi aku kuatir dengan kondisiku saat ini, aku tidak akan mampu memenuhi kebutuhanmu. Padahal memenuhi segala yang kamu perlukan adalah hal yang sangat penting bagiku". Atau "Aku tahu kamu telah bekerja keras buat keluarga, dan aku takut meminta lagi darimu. Tapi aku tahu satu hal yang dapat kamu lakukan yang bisa membuat aku merasa sangat spesial. Aku seringkali kesulitan mengatasi segala tekanan mempersiapkan anak-anak agar siap ke sekolah. Kamu benar-benar akan membuatku merasa istimewa bila kamu dapat membantu aku mengurus anak-anak sebelum mereka berangkat ke sekolah".
Denga belajar menceritakan perasaan Anda dengan tenang, Anda perlahan-lahan melenyapkan kecenderungan suami Anda untuk memberikan reaksi marah. Hal ini mungkin membutuhkan waktu, namun bila Anda tekun, Anda akan melihat perubahan. Prinsip bahwa Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman (Amsal 15:1) benar-benar ada hasilnya sepanjang jawaban Anda yang lembut tidak diucapkan dengan sikap yang membenarkan diri sendiri atau sinis.
Anda harus terus menceritakan perasaan Anda hingga suami Anda mengerti. Anda mungkin harus menceritakan kepadanya berulang kali selama berminggu-minggu bahwa sesuatu yang ia lakukan membuat Anda merasa tidak berharga. Pada mulanya ia akan membela tindakannya itu atau mengatakan kepada Anda bahwa perasaan Anda tidak benar atau tidak logis. Terus katakan kepadanya bahwa Anda tidak berusaha membenarkan perasaan Anda; Anda mencoba menjelaskannya dengan jujur kepadanya. Entah ia berpikir bahwa itu logis atau tidak, tidaklah mengubah fakta bahwa Anda memang memiliki perasaan seperti itu. Anda unik dan walaupun Anda satu-satunya orang di dunia ini yang mempunyai perasaan seperti itu, ia tetap perlu memahami perasaan Anda.
5. Tinggalkan pernyataan "Apa kataku". Kata-kata seperti ini dapat muncul dalam banyak bentuk dan harus sepenuhnya dilenyapkan. Pernyataan seperti ini mencerminkan kesombongan, keegoisan dan hanya membuat pernikahan Anda mundur ke belakang. Inilah beberapa cara yang lebih khas untuk mengatakan, "Apa kataku", seperti "Kalau saja kamu mengikuti apa yang kuminta...", "Aku tahu!", "Kan sudah kubilang...", "Aku tidak percaya kamu lagi", "Kamu memang ga pernah dengerin aku kan?", "Lihat kan?!?!", "Kamu memang selalu ngikutin maumu sendiri", "Nah, kuharap sekarang kamu puas!", "Mungkin suatu hari nanti kamu mau menerima nasehatku", dsb.
Sementara Anda mulai menerapkan beberapa prinsip ini, Anda mungkin mengalami sedikit kegagalan dan frustrasi. Beberapa dari usaha Anda yang paling mulia mungkin dikritik atau ditertawakan, namun jangan menyerah. Ada sebuah prinsip kuno yang saya lihat dibuktikan setiap hari dalam pernikahan di seluruh duna ini: Anda menuai apa yang Anda tabur. Bila Anda tekun mengembangkan dan mengekspresikan sifat-sifat ini, akhirnya Anda akan melihat sifat-sifat yang sama berkembang dalam diri suami Anda.
Dr. Howard Hendricks mengatakan, penelitian menyingkapkan bahwa anak-anak lebih meniru teladan dan instruksi yang diberikan oleh orangtua mereka karena mereka melihat orangtua mereka, bukan dari apa yang mereka dengar dikatakan oleh orangtua mereka. Saya percaya prinsip yang sama berlaku dalam hubungan suami isteri. Ketika suami Anda melihat sifat-sifat dalam hidup Anda yang Anda inginkan ada di dalam dia, ia akan terdorong untuk menjadikan sifat-sifat tersebut sebagai bagian dari hidupnya.
Sumber : Gary Smalley – Alasan Tertentu Mengapa Pria Berperilaku Tertentu