Seorang anak gadis berusia delapan tahun menggugat cerai suaminya yang berusia 58 tahun. Namun, pengadilan setempat menolak gugatan itu karena si anak dianggap masih terlalu kecil.
Memang gugatan itu bukan diajukan langsung oleh si bocah, melainkan oleh sang ibu yang tidak setuju model pernikahan yang dipaksakan semacam itu. Lagi pun jarak usia pengantin terlalu jauh.
Berkas gugatan itu telah dimasukkan ke Pengadilan Unayzah, 220 km arah utara Riyadh pada Agustus lalu, tetapi kemudian ditolak pengadilan yang berdalih kasus itu bisa ditangani setelah si bocah masuk masa akil balig.
"Si bocah bahkan tidak tahu bila ia telah menikah. Saat itu ia masih duduk di kelas empat sekolah dasar," jelas pengacaranya.
Salah satu saudara si bocah yang enggan disebutkan namanya menuturkan, pernikahan tersebut tidaklah sempurna layaknya pasangan suami isteri lain. Setelah pernikahan, si bocah tetap meneruskan kehidupannya bersama ibunya. Sang ayah memang mengajukan syarat bahwa kedua pengantin boleh tidur seranjang 10 tahun lagi, atau ketika si gadis sudah berusia 18 tahun.
Ayah bocah tersebut setuju untuk menikahkan putrinya dengan mas kawin senilai 30.000 riyal atau sekitar Rp 88 juta. Ia berharap bisa bebas dari masalah keuangan setelah menikahkan putrinya itu.
Si ayah bersikeras meneruskan pernikahan itu. Namun, si ibu tampaknya tidak rela membiarkan anaknya menjadi obyek ekonomi suaminya. Perempuan itu akan berjuang ke pengadilan paling tinggi untuk membebaskan putrinya dari belenggu perkawinan itu.
Pernikahan lewat perjodohan yang melibatkan anak di bawah umur memang hal lumrah di Semenanjung Arab, termasuk Arab Saudi. Bulan April silam di Yaman, bocah berusia delapan tahun juga menggugat cerai setelah ayahnya yang pengangguran menikahkannya dengan pria berusia 28 tahun.
Sumber : kompas