Hal itu dikatakan Direktur Asia Advisory, Bara Hasibuan, dalam diskusi Indonesia Council of World Affairs (ICWA) dengan tema "Pemerintahan Presiden Obama: Hubungan Indonesia-AS" di Gedung Deplu, Jl Sisingamangaraja, Jakarta.
"Selama ini sikap kita terhadap hubungan Indonesia dengan AS tidak pernah jelas. Tidak pernah ada suatu konsensus politik yang kuat, padahal sayang kalau mengingat strategisnya dampak hubungan Indonesia-AS," kata Bara.
Tidak adanya konsensus politik, menurut Bara, karena selama ini Indonesia memandang AS tidak seimbang dalam perlakuannya terhadap Palestina dan Israel. "Dengan Obama menjadi presiden pun tidak mudah mengubah kenyataan itu," katanya.
Menurut Bara, Indonesia harus bisa bersikap pragmatis saat ini mengingat beberapa perubahan yang terjadi. Misal dengan adanya Obama menjadi presiden dan ikatan emosional dengan Indonesia, ditambah responsnya untuk meraih dukungan negara-negara Timur dan dia punya keinginan untuk dunia Islam.
"Indonesia dipilih sebagai negara pertama di Asia yang dikunjungi, padahal biasanya Menlu AS itu berkunjung ke negara-negara Eropa," katanya.
Kedatangan Hillary, kata Bara, memantik semangat baru untuk memulai hubungan dengan Indonesia dan menunjukkan bahwa negara kita diperhitungkan sebagai suatu kekuatan. "Itu harus disambut untuk memulai era baru dalam hubungan Indonesia dengan AS. Namun, yang jelas kita harus tahu apa yang kita inginkan dalam hubungan itu," katanya.
"Agenda yang harus dibangun dari pemerintah adalah menyusun konsensus politik dengan menganggap hubungan itu sebagai sesuatu yang strategis," tambahnya.
Hubungan kedua negara, dikatakan Bara, dalam aspek-aspek tertentu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan nasional Indonesia. "Misalnya soal usaha pematangan demokrasi dan bidang ekonomi walau krisis ekonomi AS tidak memungkinkan dilakukan hal ini," jelasnya.
Namun, Bara juga mengatakan bahwa dalam upaya mencapai konsensus sikap politik yang satu tentu ada halangan.
"Misalnya kalau ada hal-hal seperti Namru harus jelas bagaimana posisi Indonesia apakah akan melanjutkan atau tidak. Kalau tidak, alasannya apa. Harus ada sikap yang jelas dan pernyataan pemerintah yang membingungkan harus diakhiri dengan satu sikap politik," pungkas Bara.
Sumber : kompas.com/Tmy