Dua Pos Pengeluaran

Investment / 5 February 2009

Kalangan Sendiri

Dua Pos Pengeluaran "Tersembunyi"

Lestari99 Official Writer
3816

Kalau saja sekarang saya minta Anda menuliskan pengeluaran-pengeluaran apa yang rutin Anda lakukan sehari-hari, apa yang akan Anda tulis? Pastinya Anda akan menuliskan pos-pos pengeluaran seperti makan, transpor, sekolah anak, telepon, air, listrik, dan hal-hal semacam itu. Betul, kan?

Betul. Tapi kalau dilihat lagi, sebetulnya ada dua pos pengeluaran "tersembunyi". Pengeluaran ini mungkin jarang atau tidak pernah disebut, tapi hampir selalu muncul tiap bulannya. Situasi inilah yang biasanya sering menyebabkan banyak dari kita "terjebak" dalam hutang dan tidak bisa menabung. Saya sarankan Anda untuk mengantisipasi munculnya dua pos pengeluaran tak terduga itu. Inilah mereka.

Pos Pengeluaran Nomor 1: Perbaikan

Ketika saya bertanya kepada banyak orang tentang kenapa mereka terjebak ke dalam hutang, mereka sering menjawab seperti ini, "Mobil saya rusak, nih. Saya mesti keluar uang Rp 650 ribu untuk perbaikannya. Jadi saya pakai kartu kredit saya untuk membayar. Sekarang saya harus menyicil Rp 100 ribu setiap bulannya untuk melunasi hutang itu. Makanya sekarang saya tidak bisa nabung. Tapi segera setelah hutang itu beres, saya pasti bisa nabung dan keadaan keuangan saya pasti bisa jadi baik lagi."

Benar begitu? Tidak sepenuhnya. Mereka bekerja keras, membayar Rp 100 ribu setiap bulan untuk melunasi hutang kartu kredit itu, dan coba tebak apa yang berikutnya terjadi? Atap rumahnya bocor. Sementara hujan sedang sering-sering turun. Mereka naik ke atas genteng, dan melihat ada empat genteng yang rusak dan harus diganti. Wah, harus keluar uang lagi kan?

Mungkin tidak perlu pakai kartu kredit kalau membeli genteng di toko material, tapi tetap harus pakai uang juga kan? "Oke," katanya. "Segera setelah urusan genteng ini beres, dan hutang saya ke kartu kredit lunas, keadaan keuangan saya pasti jadi baik lagi."

Oh ya? Ternyata tidak juga. Mereka keluar uang untuk membeli sejumlah genteng baru, sambil tetap membayar hutang kartu kredit. Tapi coba tebak apa yang berikutnya terjadi?

"Lo, mesin cuci rusak? Wah, mesti panggil tukang servis nih. Nanti repot kan kalau nyuci tanpa pakai mesin cuci? Bisa pegal-pegal tangan ini."
"Teve, kok, mati! Waduh, teve itu satu-satunya hiburan di rumah ini. Mana sinetronnya bagus-bagus lagi. Cepat bawa ke tempat servis. Berapa pun ongkos perbaikannya kita bayar."
"Si Upik sakit demam enggak sembuh-sembuh. Harus ke dokter anak. Belum lagi beli obatnya."
Belum lagi bohlam putus, keran bocor, dan sebagainya.

Ada banyak contoh kejadian yang membuat Anda tidak bisa tinggal diam dan harus memperbaiki hal-hal yang rusak tersebut.

Ya, begitulah hidup ini. Namanya saja hidup, ada banyak hal yang bisa terjadi. Tapi tetap saja ketika sesuatu itu betul-betul terjadi, orang sering merasa kaget seolah-olah tidak menyangka hal itu akan terjadi. Padahal sudah jelas: kalau Anda membeli teve, maka pasti ada suatu saat di mana teve Anda akan rusak, kan? Begitu pula jika Anda membeli mesin cuci atau benda-benda elektronik lainnya.

Hidup ini penuh resiko. Hampir tiap bulan Anda pasti akan keluar uang untuk membiayai perbaikan-perbaikan tak terduga tersebut. Jadi kenapa Anda kaget dan mengatakan bahwa segera setelah Anda membayar segala perbaikan itu, keadaan keuangan Anda akan baik kembali? Orang tiap bulan pasti ada saja, kok, yang harus diperbaiki.

Sama seperti negara ini. Kalau Anda selalu mengeluh bahwa negara kita ini selalu didera masalah, saya berani mengatakan bahwa yang namanya kehidupan bernegara pasti ada saja masalahnya. Tidak ada negara yang tidak memiliki masalah. Semua negara ­ dari waktu ke waktu - pasti memiliki masalah. Yang berbeda hanya tingkat kesulitan dan jenis masalahnya.

Begitu juga dengan kehidupan Anda. Pasti ada saja masalah yang akan muncul dalam kehidupan keluarga Anda sehari-hari. Termasuk dalam hal keuangan. Jadi kenapa Anda kaget? Saran saya, antisipasi masalah perbaikan ini dalam anggaran bulanan keluarga yang Anda buat setiap bulannya.

Pos Pengeluaran Nomor 2: Hadiah

Apakah Anda termasuk orang yang suka membagikan amplop (berisi uang tentunya) ketika hari raya datang? Beli baju, celana atau sepatu baru untuk anak atau keponakan Anda? Nah, sekarang coba hitung berapa jumlah uang yang Anda keluarkan untuk itu. Itulah jumlah uang yang harus Anda keluarkan setahun sekali setiap hari raya tiba.

Itu baru hari raya lho. Bagaimana dengan acara ulang tahun? Siapa teman-teman yang Anda tahu akan berulang tahun bulan ini? Anda mungkin akan membelikan kado juga buat mereka. Jangan lupa pula dengan undangan pernikahan? Saya rasa tiap bulan Anda mungkin mendapatkan paling tidak dua atau tiga undangan pernikahan di mana Anda ­ mau tidak mau ­ harus mengeluarkan amplop untuk diberikan kepada si pengantin baru.

Jangan lupa pula dengan kelahiran anak. Siapa teman Anda yang akan melahirkan bulan ini? Siapa teman Anda yang akan melahirkan bulan depan? Anda mungkin akan membelikan kado juga buat si anak yang baru saja lahir.

Pendeknya, ada banyak anggota keluarga atau teman Anda yang akan merayakan hari-hari seperti itu. Makin banyak teman atau anggota keluarga yang Anda miliki, akan makin banyak pula pemberian hadiah yang akan Anda lakukan. Jadi saran saya, antisipasi juga pengeluaran yang akan Anda lakukan untuk pembelian hadiah dalam anggaran bulanan keluarga Anda.

KENDALIKAN DIRI ANDA

Bicara soal pemberian hadiah, kenapa Anda tidak mengendalikan diri Anda dalam memberikan hadiah? Coba Anda ingat kembali, dalam tiga sampai enam bulan terakhir ada berapa uang yang telah Anda keluarkan untuk pemberian hadiah? Bisa jadi jumlahnya tak terduga.

Mungkin Anda merasa bahwa Anda tidak punya pilihan lain. Anda merasa harus memberikan hadiah untuk orang-orang tersebut, karena hubungan Anda dengan mereka sangat dekat. Masalahnya, bagaimana jika kondisi keuangan Anda sedang sangat sulit? Katakanlah, Anda sedang mengalami masalah hutang yang cukup serius. Dalam hal ini, saya sarankan Anda tidak mengeluarkan banyak uang untuk pos-pos pengeluaran yang sifatnya tidak wajib.

Pemberian hadiah, umumnya merupakan pos pengeluaran yang tidak wajib. Apalagi jika orang yang akan kita beri hadiah sebenarnya adalah orang yang kondisi keuangannya lebih mampu dari kita. Lucunya, ada saja orang yang merasa gengsi kalau tidak memberi hadiah mahal saat diundang ke pernikahan orang kaya. Sementara jika yang mengundang bukan orang kaya, dia malah memberi kado yang ala kadarnya.

Saya tidak menyarankan Anda untuk bersikap pelit. Kalau Anda cukup punya uang dan tidak sedang memiliki masalah hutang, tentu Anda bisa dibilang pelit kalau tidak pernah mau memberi hadiah. Tapi bila Anda sedang berada dalam masalah hutang yang cukup parah, maka tidak memberikan hadiah (atau menekan pengeluaran untuk pos hadiah) adalah pilihan yang sangat bijaksana. Kendalikan diri Anda dalam memberikan hadiah. Itu saja saran saya.

Sumber : perencanakeuangan
Halaman :
1

Ikuti Kami