Pidato Terakhir, Bush Doakan Obama

Nasional / 17 January 2009

Kalangan Sendiri

Pidato Terakhir, Bush Doakan Obama

Puji Astuti Official Writer
4471

Dalam sebuah pidato perpisahan yang tenang, Presiden AS George W. Bush, Kamis (5/1), menyambut presiden terpilih Barack Obama dan mengimbau Amerika untuk bersatu demi mengatasi terorisme dan krisis ekonomi.

Obama yang menjadi Presiden AS berkulit hitam pertama yang dilantik pada 20 Januari nanti, adalah "orang yang latar belakangnya merefleksikan janji tak pernah padam tentang tanah air kita," demikian kata Bush dalam pidato kenegaraan terakhirnya di televisi.

"Ini adalah momen tentang harapan dan kebanggaan bagi semua bangsa kita.  Dan saya bergabung dengan semua orang Amerika untuk memberikan salam sejahtera kepada Presiden terpilih Obama, istrinya Michelle dan dua anak perempuannya yang cantik," kata pemimpin AS paling tidak populer ini.

Selama pemerintahannya, Presiden Bush mengalami berbagai persoalan berat, pertama adalah kehancuran akibat serangan 11 September 2001, kemudian diperparah Perang Irak yang tidak populer, respon yang lambat dalam penanganan dampak Badai Katrina, dan juga apa yang disebut banyak pakar sebagai sebuah krisis ekonomi terburuk dalam kurun 70 tahun terakhir.

"
Ada hal-hal yang bisa saya lakukan berbeda jika saya diberikan kesempatan.  Anda mungkin tidak setuju dengan beberapa keputusan sulit yang saya ambil, tapi saya harap Anda dapat mengerti mengapa saya telah berusaha membuat keputusan-keputusan sulit itu," ungkap presiden Bush.

Dia mengakui keadaan sulit yang ia wariskan ke negerinya, termasuk perang yang belum usai di Irak dan
Afghanistan serta para teroris garis keras muslim yang dia ingatkan tetap menjadi ancaman bagi Amerika.

"Ketika bangsa kita terasa lebih aman dibanding tujuh tahun lalu, ancaman terburuk pada rakyat kita tetaplah serangan teroris berikutnya," katanya seraya menggarisbawahi bahwa jika pihak lain berusaha hidup normal setelah Serangan 11 September 2001 maka dirinya tidak bisa bersikap seperti itu.

Selain itu Presiden Bush membela cara penanganan pemerintahannya dalam krisis ekonomi global yang dia wariskan kepada Obama dengan mengatakan, "Adakalanya keluarga-keluarga pekerja keras menghadapi masa yang sangat sulit, tetapi akibatnya akan menjadi lebih sulit jika kita tidak berbuat apa-apa."

"Semua warga Amerika berada bersama di keadaan ini.  Dan bersama, dengan keyakinan dan bekerja keras, kita akan memperbaiki perekonomian menuju jalan pertumbuhan," katanya di hadapan pemirsa termasuk 50 tamu undangan, di East Room, Gedung Putih.

Dengan tak sedikitpun mengakui kesalahan-kesalahannya, Bush berkilah bahwa seperti halnya para presiden pendahulunya, dia harus mengalami kemunduran namun ia tidak merinci maksud kemundurannya ini.

Sembari menolak tuduhan bahwa Perang Irak dan praktik-praktik interogasi sebagai bentuk penyiksaan yang merusak prinsip moral AS, Bush memperingatkan jika Amerika tidak mengatasi rintangan terhadap kebebasan maka rintangan itulah yang menyengsarakan AS.

Ia juga gigih mempertahankan kebijakan-kebijakan anti terorismenya yang kontroversial seperti memata-matai warga Amerika sendiri dan meletupkan perang di
Afghanistan dan Irak yang kemudian membelah rakyat AS.

"Ada perdebatan dalam banyak keputusan-keputusan itu, tapi ada sedikit perdebatan mengenai hasilnya. Amerika berjalan mulus selama lebih dari tujuh tahun tanpa serangan teroris lainnya ke bumi kita," kata Bush.

Merujuk kesalahan pendahulunya 200 tahun silam, Thomas Jefferson, yang mengikrarkan kebijakan luar negeri yang isolasionis, Bush mengingatkan bahwa upaya menarik AS dari persoalan-persoalan di luar perbatasannya hanya akan mengundang bahaya.

Pada pidato terakhirnya itu, dia tidak memasukan frasa-frasa favoritnya seperti "perang melawan terorisme" atau tuduhan "poros kejahatan" yang ia alamatkan ke Iran, Korea Utara dan Irak dibawah pimpinan Saddam Hussein.

Bush meninggalkan sebuah catatan tulisan tangan untuk penggantinya di atas meja di Ruang Oval sebelum kemudian menuju negara bagian yang menjadi kampung halamannya, Texas.

Jumat, (Sabtu WIB) Bush dan Ibu Negara Laura Bush pergi dari Gedung Putih menuju peristirahatan resmi Presiden AS di Camp David untuk terakhir kalinya, bergabung dengan dua anak perempuan kembarnya Jenna dan Barbara serta sejumlah pembantu dekatnya.

Sumber : Antara/VM
Halaman :
1

Ikuti Kami