Ada sebuah peringatan yang luar biasa dalam Yeremia 48:11-12:
Moab hidup aman dari sejak masa mudanya, dia hidup tenang seperti anggur di atas endapannya, tidak dituangkan dari tempayan yang satu ke tempayan yang lain, tidak pernah masuk ke dalam pembuangan; sebab itu rasanya tetap padanya, dan baunya tidak berubah.
Sebab itu, sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan mengirim kepadanya tukang-tukang yang akan menuangkannya, mencurahkan tempayan-tempayannya dan memecahkan buyung-buyungnya.
Pada zaman dahulu, cara untuk memurnikan anggur adalah dengan membiarkannya dalam tempayan sampai kotorannya mengendap di bawah. Kemudian, anggur tersebut dituangkan ke dalam tempayan baru. Lalu, anggur tersebut dibiarkan lagi sampai sisa kotorannya mengendap, dan kemudian dituangkan lagi ke tempayan baru. Oleh sebab itu, setiap kali anggur dituangkan ke dalam tempayan baru, anggur itu akan menjadi semakin murni. Hal itu juga merupakan cara yang Tuhan pakai untuk membuang kotoran-kotoran dalam hidup kita - Dia membawa kita melewati berbagai perubahan.
Para sosiolog telah lama dibingungkan oleh penolakan keras terhadap adanya perubahan. Mereka masih sulit menjelaskannya mengapa anak dari keluarga alkoholik lebih sering menikah dengan peminum berat, padahal mereka telah mengetahui semua penderitaan dan kekacauan yang disebabkan oleh alkohol. Tetapi, takut akan perubahan sering kali justru lebih besar daripada takut akan penderitaan dan kekacauan semacam itu. Takut terhadap perubahan ini sering disebut sebagai "tirani kebiasaan". Itulah tepatnya yang menjadikan orang-orang Kristen tetap menjadi "kirbat anggur yang tua". Anggur baru masih berkembang, dan kirbat anggur yang tua sudah terlalu kaku dan tidak dapat menampung anggur baru.
Pengetahuan bahwa Tuhan tidak pernah berubah sangatlah menghibur kita. Tetapi, jika kita ingin menjadi seperti Dia, kita masih harus melakukan banyak perubahan! Untuk menjadi seperti Dia dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan-Nya, kita masih perlu terus diproses. Oleh sebab itu, kita akan terus mengharapkan perubahan itu terjadi seumur hidup kita. Salah satu cara Tuhan menjaga kita tetap lentur ialah "menuangkan kita ke dalam bejana atau tempayan baru" justru saat kita mulai merasa terlalu nyaman dan menolak perubahan. Kita bisa berpikir bahwa perubahan mengejutkan yang terjadi dalam kehidupan kita itu terjadi akibat dari serangan iblis. Bila memang demikian, Tuhan pun harus mengizinkan iblis untuk melakukannya, sehingga kita tetap memerlukannya. Perubahan-perubahan tersebut mungkin merupakan jawaban atas doa-doa kita kepada-Nya, sehingga Dia tidak membiarkan kita menjadi kirbat anggur yang tua.
Apabila kita tetap terbuka terhadap perubahan yang terjadi dalam hidup kita tanpa menolaknya, termasuk juga hal-hal baru yang dilakukan-Nya dan kita belum memahaminya, mungkin kita tidak perlu menanggung sedemikian banyak guncangan. Apabila kita bijaksana, kita akan belajar merangkul perubahan sebagai kesempatan besar untuk pertumbuhan rohani. Biasanya, menolak perubahan itu disebabkan karena kita menyandarkan keamanan kita kepada lingkungan dan bukan kepada Tuhan.
Bangsa Moab sangat menolak perubahan sehingga Tuhan harus menumpahkan tempayan-tempayan mereka dan memecahkan buyung-buyung mereka. Resistensi ini masih merupakan alasan bagi perpecahan banyak gereja, dan bahkan pembubaran gereja-gereja. Mudah untuk mengetahui bahwa kesatuan dalam banyak gereja lebih didasarkan pada nostalgia ketimbang hadirat atau tujuan Tuhan. Ketika kita menjadi terlalu nyaman atau puas dengan sekelompok teman, Tuhan sering perlu mengguncangkan kita, atau menuangkan kita ke dalam bejana baru. Tampaknya ini adalah alasan mengapa Tuhan harus menceraiberaikan gereja Yerusalem abad pertama. Tuhan sangat peduli dengan kesatuan gereja-Nya. Namun, kesatuan yang eksklusif semacam itu yang ke dalamnya banyak gereja tergelincir, sering menyebabkan mereka mengabaikan kesatuan yang harus kita miliki dengan sisa tubuh Kristus lainnya. Jika itu terjadi, maka Tuhan seringkali tidak mempunyai pilihan lagi selain membiarkan seseorang atau sesuatu menumpahkan buyung-buyung.
Saya kira, saya tidak kenal seorang pun yang belum pernah melewati persoalan atau perpecahan gereja yang traumatis. Walaupun demikian, orang bijaksana tidak melandasi visi atau teologi mereka pada kesalahan-kesalahan masa lalu, tetapi belajar dari pelajaran yang perlu, mengizinkan pengalaman memurnikan mereka sehingga mereka mempunyai visi yang lebih jelas untuk masa depan. Kita harus terus bergerak maju. Setiap kali anggur dituangkan ke dalam bejana baru akan ada sejumlah kegemparan, tetapi itu pantas demi kemurnian. Jika kita menanggapi dengan benar, maka saatnya akan tiba dimana kita tidak menempatkan keamanan kita dalam lingkungan, tetapi dalam Tuhan, dan kita begitu lentur dan mau diajar sehingga Dia tidak perlu menumpahkan tempayan atau memecahkan kirbat anggur kita.
Sumber : Rick Joyner - 50 Renungan Untuk Membangun Visi Anda