Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan memberlakukan jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB mulai 5 Januari 2009. Pemprov yakin, kebijakan memajukan jam masuk sekolah dari sebelumnya pukul 07.00 WIB mampu mengurangi kemacetan 6-14%.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto, sebagai penggagas, menyebut kemacetan lalu lintas di DKI hingga kini menjadi momok yang belum terpecahkan. Untuk mengurangi dampak kemacetan yang kian parah terutama di pagi hari, Pemprov membuat skenario perubahan jam masuk sekolah. Kebijakan itu berdasarkan hasil survei konsultan yang disewa Pemprov DKI, PT Pamintori Cipta.
Hasil survei menunjukkan, pada 2008, tercatat rata-rata 20,7 juta perjalanan setiap hari di Jakarta. Dari jumlah itu, 3% perjalanan menggunakan kereta, 57% menggunakan kendaraan bermotor (motor dan mobil), dan 40% perjalanan tanpa kendaraan bermotor.
Saat ini, jumlah kendaraan di Jakarta mencapai 5,8 juta unit, dan kendaraan yang masuk Jakarta sekitar 700.000 unit per hari.
Dari jumlah itu, sebanyak 5,4 juta unit (98%) merupakan kendaraan pribadi, dan 84.891 (2%) angkutan umum.
Rata-rata pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 9,5% per tahun. Sementara pertumbuhan jalan hanya sebesar 0,01% per tahun. Kini, panjang jalan di Jakarta mencapai 7.650 kilometer (km).
Bila dilihat dari komposisi perjalanan, dari rumah ke tempat kerja sebesar 32%, aktivitas pribadi 18%, aktivitas bisnis 8%, belanja 12%, dan aktivitas pelajar dari rumah ke sekolah 30%. Sebagian besar dari sarana jalan yang digunakan itu terjadi pada pukul 07.00 WIB.
Sementara itu, hasil survei Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi (Dikmenti) DKI Jakarta pada November 2007 hingga Mei 2008 menunjukkan, anak sekolah paling banyak menggunakan kendaraan umum, yakni mencapai 94,06%, menggunakan sepeda motor 2,58%, kendaraan pribadi 1,65%, dan kendaraan lainnya 1,71%.
Sejalan dengan itu, Dikmenti mensurvei 17.256 siswa di Jakarta. Hasilnya, 31% menginginkan jam masuk sekolah pada pukul 07.00 WIB, 22,43% menginginkan pukul 6.45 WIB, dan 2,2% pukul 06.30 WIB.
Khusus rencana pemajuan jam masuk sekolah setengah jam lebih awal, survei Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan memperlihatkan kebijakan itu didukung 58% dari 526 responden di lima kota di Jakarta. Menurut Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan, Husin Yazid, responden yang disurvei mewakili orangtua sebanyak 55%, siswa 35%, dan guru 10%.
"Sebagian besar masyarakat yang setuju itu berpendapat bahwa kebijakan ini berdampak positif bagi tingkat kedisiplinan siswa sekolah dan anggota keluarga. Hanya 23,28% responden memandang kebijakan itu belum perlu diterapkan karena menganggap infrastrukturnya belum mendukung," kata Husin.
Di sisi lain, psikolog sekaligus pengamat pendidikan, Arief Rahman yang dihubungi SP, mengingatkan empat hal penting yang perlu diperhatikan pemerintah, antara lain, pemetaan yang jelas tentang sekolah-sekolah mana yang sering menyebabkan kemacetan, sosialisasi tentang jam masuk yang bertahap, perlu ada manajemen pendidikan yang menarik bagi anak didik, dan perlu ada uji coba terhadap keputusan ini.
"Sekolah membutuhkan kesiapan manajemen. Kebijakan ini bisa berguna untuk mengurangi kemacetan. Namun, yang menjadi tugas sekolah sekarang adalah bagaimana mempositifkan kebijakan ini dengan membuat jam masuk lebih awal menjadi menarik," katanya.
Hal yang masih kurang dan menjadi sorotan khusus Arief dalam rencana tersebut adalah keterkaitannya dengan pola kehidupan lain, seperti ritme hidup keluarga, aktivitas pribadi sebelum sekolah, serta kondisi hidup para pengajar, khususnya mereka yang rumahnya jauh dari sekolah. "Itu semua harus masuk dalam perhitungan pemerintah yang matang, karena pada akhirnya mereka jugalah yang akan beradaptasi dengan kebijakan tersebut.
Pro-Kontra
Sebagai sebuah kebijakan, rencana Pemprov DKI memajukan jam masuk sekolah tak luput dari kontroversi. Syarifudin (39) menyatakan, memajukan jam masuk sekolah pada tahap awal terasa susah, tetapi layak dicoba untuk mengetahui apakah kebijakan itu lebih baik atau tidak.
"Saya kira usul yang bagus juga. Setelah mengantar anak ke sekolah, sekalian ke kantor. Perbedaan waktu bangun setengah jam dari biasanya masih baik, sekalian anak-anak dibiasakan menghirup udara segar di pagi hari. Belajar lebih pagi juga lebih fresh," katanya.
Meski demikian, Syarifudin tidak yakin mobilitas anak sekolah di pagi hari adalah sumber utama kemacetan di Jakarta. Pemprov, lanjut dia, perlu menjelaskan tujuannya agar anak sekolah jangan sampai dijadikan objek peraturan.
Senada dengan itu, Tia (37) mengaku, masuk 06.30 WIB tidak berpengaruh bagi dia dan anaknya yang duduk di bangku SMP. "Anak-anak sudah biasa bangun pagi sehingga saya tidak terlalu pusing dengan kebijakan itu. Toh selama ini anak-anak sudah sampai di sekolah pukul 06.30," katanya.
Di sisi lain, ada juga orangtua yang keberatan dengan rencana tersebut. Nadya (43), misalnya, yang anaknya bersekolah di salah satu SMA negeri di Jakarta menilai, Pemprov tidak pantas mengorbankan siswa untuk mengurangi dan mengatasi kemacetan lalu lintas di Jakarta. Pemprov, usulnya, lebih baik mencari alternatif lain untuk mengatasi kemacetan seperti, mengurangi jumlah kendaraan dan menambah panjang ruas jalan.
Para guru pun tak sepakat dengan perubahan jam masuk sekolah lebih awal, terutama mereka yang tinggal di wilayah sekitar Jakarta. Rizki Ahmad (34), guru SMA di Jakarta mengaku keberatan harus berangkat lebih pagi.
Untuk itu, dia menganjurkan pemerintah mengadopsi sistem asrama, terutama bagi siswa yang rumahnya jauh dari sekolah atau siswa dari luar yang bersekolah di Jakarta. "Proses belajar di asrama akan lebih terarah karena diawasi secara ketat. Selain kebebasan terkendali, pelajar yang tinggal di asrama juga tidak akan terlambat ke sekolah. Saya kira setiap sekolah perlu memiliki asrama yang diperuntukkan bagi pelajar yang tempat tinggalnya jauh," kata Rizki.
Efektif atau tidaknya kebijakan memajukan waktu masuk sekolah dapat mengurangi kemacetan memang belum terbukti, karena penerapannya baru akan berlaku per 5 Januari 2009 ini.
Sumber : suarapembaruan / LEP