"Di tengah serangan-serangan teroris yang menghebohkan di Mumbai, kita haruslah tidak lupa bahwa ada gelombang serangan terorisme yang mencengkeram India," ujar K.P Yohannan, pendiri dan presiden Gospel for Asia. "Saya tentu saja sedang berbicara mengenai serangan-serangan kepada warga Kristiani oleh ekstrimis religius."
Sekitar 960 mil arah timur dari Mumbai adalah wilayah Orissa, dimana ekstrimis-ekstrimis Hindu telah melancarkan perang terror melawan warga Kristiani semenjak pertengahan Agustus.
Setelah empat bulan, menurut laporan resmi, 118 telah meninggal, kebanyakan adalah warga Kristiani. Meskipun laporan resmi menyatakan bahwa jumlah yang telah meninggal adalah sekitar 100, beberapa yang lain memperkirakan jumlah sebenarnya yang tewas adalah lebih dari 500.
Selain terbunuh dalam konflik tersebut, lebih dari 50.000 warga Kristiani telah tidak memiliki tempat tinggal sehubungan dengan kekerasan tersebut. Sekarang orang-orang yang menjadi tuna wisma tersebut bersembunyi di hutan-hutan dan kamp pengungsian dan tidak bisa kembali ke desa mereka dimana militant-militan Hindu tetap memperlakukan mereka dengan kekerasan fisik.
"Sebagaimana teroris-teroris yang menyerang Mumbai tidak merepresentasikan mayoritas dari Muslim, begitu juga ekstrimis-ekstrimis yang melakukan penyerangan di Orissa tidak merepresentasikan mayoritas dari umat Hindu," ujar Yohannan. "Tetapi kenyataannya, ratusan dari warga Kristiani telah terbunuh, ribuan pergi dari rumah-rumah mereka dan gereja-gereja serta banyak rumah telah dihancurkan. Dan sejauh ini, saya takut pemerintah lokal belum melakukan yang cukup untuk menghentikan pembunuhan tersebut."
Presiden GFA tersebut juga menambahkan, "Setiap harinya kami mendengar tentang pastor-pastor Kristiani yang dipukul dan dianiaya. Serangan-serangan tersebut bahkan menyebar ke bagian lain di negeri ini. Saya sangat sedih akan hal ini."
Umat Kristiani juga kecewa dengan sedikitnya aksi melawan radikal-radikal tersebut. Pemerintah nasional telah menyetujui komisi satu orang untuk mempelajari serangan-serangan tersebut dan merekomendasikan tindakan, menurut GFA. Dan polisi Orissa hanya baru menangkap tiga orang yang berhubungan dengan penyerangan-penyerangan tersebut.
Polisi juga mendesak warga Kristiani yang tinggal di kamp penampungan untuk kembali ke desa tempat tinggal mereka, dimana justru banyak radikal yang menunggu untuk menyerang mereka.
Kematian dari pemimpin Hindu nasional di bulan Agustus lalu adalah peristiwa yang memicu luapan anti-Kristiani. Ekstrimis-ekstrimis Hindu menyalahkan warga Kristiani akan kematian pemimpin mereka, meskipun pemberontak Maoist mengklaim bertanggungjawab atas pembunuhan tersebut.
Warga Kristiani takut protes-protes tersebut akan memimpin lebih banyak lagi penyerangan melawan mereka sepanjang libur Natal ini.
"Kami mengajak semua umat Kristiani untuk berpuasa dan berdoa agar pemerintah nasional dan daerah di India akan bertindak cepat untuk melindungi umat Kristiani dan minoritas-minoritas lain dari serangan teroris berdasarkan kebencian tersebut," ujar Yohannan. "Kami juga berdoa agar banyak dari fundamentalis-fundamentalis religius anti-Kristiani tersebut akan datang mengenal Kristus dan berbalik dari aksi-aksi terorisme melawan pengikut-pengikut Kristus."
Di bulan Desember ini umat Kristiani akan merayakan Natal. Mari kita berdoa bagi saudara seiman kita di India, agar tetap dapat merasakan damai sejahtera dari Kristus di hari Natal yang akan datang. Dan biarnya melalui peristiwa kekerasan yang terjadi di India, terjadi pemulihan bagi bangsa India.