Homoseksualitas : Takdir Atau Pilihan?

Kata Alkitab / 10 November 2008

Kalangan Sendiri

Homoseksualitas : Takdir Atau Pilihan?

Lestari99 Official Writer
11672

Isu Kontroversial Mengenai Homoseksualitas

Topik mengenai homoseksualitas saat ini sedang menjadi isu hangat bukan hanya di Indonesia saja namun di seluruh dunia. Di dalam negeri, sudah semakin banyak gay dan lesbian yang ‘come from the closet' dan secara terang-terangan menyebutkan identitas diri mereka. Stigma masyarakat yang menganggap perilaku ini sebagai ketidaknormalan sedikit demi sedikit mulai terkikis.

Di Amerika, kalangan Kristen seperti kebakaran jenggot menghadapi kenyataan bahwa masyarakat yang didukung oleh media massa dan kekuatan politik semakin serius memperjuangkan hak-hak kaum homoseks seperti pernikahan sejenis, adopsi anak dan hak  lainnya yang juga diterima oleh pasangan berbeda jenis.

Kalangan Kristen konservatif mengkhawatirkan jika Amerika yang selama ini menjadi acuan dari banyak negara melegalkan pernikahan sejenis, maka negara lain di berbagai belahan dunia  juga akan mengikutinya. Ini berarti semakin tersudutnya praktek nilai-nilai konservatif  Kristen.

Para pemimpin agama di Amerika juga memprediksikan  jika Undang-undang pernikahan sejenis disetujui, gereja akan dipaksa (demi hukum) untuk melangsungkan pernikahan para gay dan lesbian; demikian juga sekolah-sekolah akan memperkenalkan dan mengajarkan pernikahan sesama jenis sebagai suatu pilihan yang wajar.

Mengapa kalangan homoseks kian mendapat perhatian dan kesempatan untuk memperjuangkan hak-hak mereka?

Salah satu sebab utamanya adalah stereotype masyarakat yang selama ini memandang homoseks sebagai aib yang memalukan. Di tanah air homoseks dan transgender adalah sasaran lelucon. Pandangan masayarakat yang menghakimi dan penolakan mentah-mentah ini menjadikan kaum homoseks ekslusif, membentuk kelompok sendiri, dan setelah mendapatkan kekuatan yang cukup merenggut kembali hak-hak mereka yang hilang selama ini.

Memenangkan kaum homoseks tidak bisa dengan cara antipati terhadap orientasi yang telah mereka anggap takdir atau nasib mereka. Tidak juga dengan sikap toleransi dan penerimaan tanpa syarat karena  perilaku ini sangat jelas bertentangan dengan Firman Tuhan. Kedua sikap yang ekstrim ini tidak akan memberikan solusi bagi para kelompok homoseks yang pada dasarnya juga sedang mencari jawaban dan jalan untuk berubah. Pada kenyataannya, banyak penderita kelainan orientasi seksual yang sedang bergumul dan butuh pertolongan.

Jika demikian, apakah sikap yang harus kita ambil  sebagai orang Kristen?

Pilihan Atau Dilahirkan?

Sebelum mengambil sikap sebaiknya kita harus mengerti latar belakang dan kontroversi mengenai homoseksualitas ini.

Sejak tahun 1972,  di Amerika, homoseksualitas tidak lagi dianggap sebagai mental disorder atau kelainan jiwa dengan dikeluarkannya dari daftar DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder).

Sejak saat itu pula para psikolog dan psikiater Amerika  menjadi ‘leading force' yang mendidik masyarakat untuk menerima homoseksualitas sebagai suatu bagian dari variasi seksual yang normal. Usaha mereka antara  lain adalah mendidik orang tua dan guru untuk menerima anak-anak yang memiliki orientasi homoseksual sebagai anak yang normal, mencabut license konselor/therapist  yang melayani re-orientasi seksual (conversion therapy), serta memberi label kepada kelompok yang menentang homoseksualitas sebagai homophobia.

Sikap dan pendapat mereka ini bertolak dari argumen yang mengatakan bahwa usaha apapun yang dilakukan untuk mengubah seorang homoseks menjadi heteroseks akan gagal. Seseorang yang telah mengikuti terapi reorientasi kemudian gagal sangat besar kemungkinan menderita depresi, anxiety atau mental disorder lainnya.

Menurut APA (American Psychological Association), homoseksualitas adalah immutable (tidak bisa diubah) karena orientasi seksual ini bukanlah pilihan seseorang. Mereka percaya bahwa orientasi seksual dilahirkan. Beberapa penelitian yang diadakan juga mendapati bahwa ada kelainan hormon dan fungsi otak dari penderita homoseks. Tekanan sosial, gagalnya terapi reorientasi, diskrimimasi masyarakat dipercaya menjadi penyebab para homoseks semakin menderita serta meningkatnya angka bunuh diri di kalangan mereka.

Di kubu lain yang tidak kalah panas adalah kelompok yang percaya bahwa homoseksualitas adalah pilihan hidup.  Perubahan orientasi seksual bukanlah suatu hal yang tidak mungkin asal ada keinginan yang kuat dari yang bersangkutan. Pendapat ini tentunya sebagian besar disupport oleh kalangan Kristen konservatif dan kelompok psikolog/psikiater yang jumlahnya semakin hari semakin bertambah.

Argumen mereka juga berdasarkan penelitian yang menghubungkan adanya pengaruh faktor lingkungan terhadap penyimpangan perilaku seksual. Misalnya, hubungan antara ibu-dan anak perempuan yang tidak harmonis (bagi homoseks wanita) dan absennya figur ayah (bagi homoseks pria). Ketidakmampuan seorang anak laki-laki beradaptasi dengan anak kelompok bermainnya (yang sejenis) juga bisa menjadi faktor penyebab.

Dapat dikatakan bahwa penderita homoseks kemungkinan besar adalah anak-anak yang tidak dekat dengan ayahnya, mereka yang berulang kali mengalami penolakan atau mereka yang memiliki figur ayah yang ‘kejam'.

Faktor penyebab lainnya adalah semakin gencarnya promosi homoseksualitas yang dipimpin  oleh media massa (tv, majalah, film) dan tokoh masyarakat, meningkatnya jumlah aktivis gay yang secara terang-terangan memperjuangkan hak-hak mereka, serta bertambahnya simpati dan toleransi masyarakat bagi kelompok ini. Semua ini membantu memperkuat indentitas diri kaum homoseks dan menutup pintu bagi mereka untuk mencari jalan keluar.

Homoseksualitas Dalam Alkitab

Ray Anderson, seorang konselor Kristen menegaskan bahwa tidak satupun kalimat yang  mendukung homoseksualitas di dalam Alkitab apapun konteksnya. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru  bahkan tidak pernah  membedakan antara orientasi seksual dan praktek homoseksual. Menurutnya, konsep mengenai pengaruh psikologis dan biologis yang menjadi landasan hubungan homoerotik adalah konsep zaman modern dan merupakan konsep yang asing dalam Alkitab.

Meskipun Yesus tidak pernah secara langsung menentang homoseksualitas tapi di dalam Perjanjian Baru Rasul Paulus dengan jelas mengutuknya, "Janganlah sesat! Orang cabul, peyembah berhala, orang berzinah, banci, orang pemburit, akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah" ("Do you not know that the wicked will not inherit the kingdom of God? Do not be deceived: Neither the sexually immoral nor idolaters nor adulterers nor male prostitutes nor homosexual offenders" will inherit the kingdom of God.)

Homoseksualitas digolongkan bersama dosa immoral lainnya. Penyembah berhala, pezinah, banci (male prostitute) dan pemburit (homoseks) ditulis dalam analogi pararel. Kata Homoseksuality (Pemburit) dalam terjemahan bahasa Inggris lainnya disebut ‘sodomite'. Menurut Furnish, kata sodomite ini berarti intercourse dengan sesama pria.

Ide ‘male prostitute' berasal dari bangsa penyembah berhala di sekeliling Israel. Secara konstan bangsa Israel diperhadapkan pada sikap immoral bangsa-bangsa ini yang menganggap homoseksualitas sebagai kreatifitas bahkan mempekerjakan 'male prostitute' di rumah-rumah ibadah mereka. Bagi beberapa kebudayaan, homoseks dianggap sebagai orang suci, contohnya orang Atena, Indian Eskimo dan suku-suku di Amerika Utara (Cole).

Sementara itu, bagi orang Israel homoseksualitas adalah kejahatan dan dosa. Tidak heran jika Tuhan melarang kawin campur antara orang Israel dengan bangsa-bangsa tetangganya. Orang Yahudi menganggap homoseksualitas sama dengan penyembahan berhala. Dalam Perjanjian Baru homoseksualitas bahkan dipandang sebagai hawa nafsu yang memalukan dan tidak wajar. "Karena itu, Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar" (Roma 1:26-27).

Pelayanan Terpadu Sebagai Solusi

Orang Kristen bisa memilih untuk menerima keadaan homoseks apa adanya atau menolak mereka. Namun, kedua pilihan ini tidak akan membawa solusi. Banyak kaum homoseks yang sebenarnya terjebak dalam dunia yang tidak diinginkannya dan butuh jalan keluar.

Sebagai orang Kristen yang percaya pada seluruh kebenaran Alkitab, kita menyadari bahwa awal dari masalah emosional manusia adalah terputusnya hubungan dengan Tuhan. Dosa dan kematian adalah konsekuensi dari kejatuhan ini. Oleh karena itu pemulihan hubungan dengan Tuhan melalui Yesus Kristus adalah satu-satunya pintu masuk pada pemulihan emosional secara keseluruhan.

Setiap individu pasti pernah mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya. Meskipun penelitian membuktikan adanya element ‘abuse' pada masa kanak-kanak mereka yang mempunyai orientasi homoseksual namun pengalaman masa  lalu mereka pasti beragam. Ini berarti  kita tidak bisa memandang homoseksulaitas hanya dari satu sudut padang.

Anderson selanjutnya menyarankan untuk menanggapi isu homoseksualitas dalam kerangka spektrum yang lebih luas. Orientasi homoseksualitas bisa saja disebabkan oleh berbagai kasus, oleh karena itu solusi yang ditawarkan hendaknya berdasarkan berbagai pertimbangan.

Pendekatan yang paling efektif seharusnya dimulai dari keluarga Kristen. Pendekatan terhadap homoseksualitas yang terpadu dapat meliputi:

a. Bagi Keluarga Kristen:

1. Pencegahan

Perlengkapi anak-anak kita dengan iman dan nilai Kristen yang kuat.

Perlengkapi anak-anak kita dengan pandangan yang Alkitabiah mengenai homoseksualitas sebelum TV, majalah, teman-teman dan lingkungan membantu mendefinisikan homoseksualitas sebagai perilaku yang normal untuk mereka.

2. Perlindungan

Lindungi anak-anak kita dari physical dan emotional abuse baik dari orang tua maupun keluarga dekat lainnya.

Lindungi anak-anak kita dari lingkungan dan pergaulan yang merusak nilai-nilai Kristen.

b. Bagi Kaum Homoseks:

1. Intervensi

Beri intervensi bagi anak-anak dan orang dewasa yang menunjukkan orientasi homosekual dengan penuh pengertian dan penerimaan (tidak dengan sikap menghakimi).

2. Koreksi

Berikaan koreksi jika terlanjur ada anggapan yang salah mengenai homoseksualitas sebagai perilaku yang tidak bisa diubah, kenyataannya homoseksualitas bukan sesuatu hal permanen dan banyak kesaksian dari mereka yang telah terlepas darinya.

3. Reorientasi

Berikan usaha apapun itu (konseling, psikotherapy, bimbingan rohani) untuk membantu mereka berubah namun harus dilakukan dengan cara yang supportif dan unik  dengan melihat setiap pribadi kasus demi kasus.

Sumber : Nancy Dinar
Halaman :
1

Ikuti Kami