Pewaris takhta Kerajaan Inggris, Prince of Wales, atau lebih dikenal dengan Pangeran Charles, menunjukkan perhatian dan dukungan yang besar terhadap upaya pelestarian hutan tropis. Hal ini ditunjukkan dengan rencana kunjungannya ke sejumlah negara pemilik hutan di Asia, termasuk Indonesia, awal November 2008, di samping untuk kepentingan kerukunan antarumat beragama dan mendorong kesempatan kerja bagi generasi muda.
Perhatian Pangeran Charles terhadap upaya pencegahan deforestasi ini tak lepas dari hasil evaluasi tim peneliti Inggris yang diketuai oleh Sir Nicholas Stern, yang menyebutkan bahwa perubahan iklim global semakin nyata dan akan berakibat sangat buruk terhadap perekonomian dunia jika tidak ada upaya perbaikan dari sekarang. Salah satu pemicu utamanya adalah deforestasi besar-besaran yang terjadi di penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Hal ini dipertegas oleh hasil evaluasi lanjutan oleh tim Eliasch (juga dari Inggris) yang dirilis 13 Oktober 2008, bahwa deforestasi benar-benar faktor penting penyumbang pemanasan global yang memicu perubahan iklim global. Selain itu, nilai kerusakan dari perubahan iklim akan bertambah hingga US$ 1 triliun jika tidak ada upaya pencegahan deforestasi.
Ketua Dewan Perhimpunan Burung Indonesia, Prof Dr Ani Mardiastuti, di Jakarta, mengemukakan, salah satu upaya pencegahan deforestasi yang mendapat perhatian Pangeran Charles adalah inisiatif restorasi ekosistem di hutan produksi yang dirintis Burung Indonesia di Sumatera. Inisiatif ini bertujuan untuk mengembalikan keseimbangan ekosistem dan kondisi hutan alam di hutan produksi.
Hutan alami yang utuh, ujar Ani, termasuk hutan produksi yang direstorasi hingga kembali bisa memberikan berbagai manfaat mendapat dukungan penuh dari Pangeran Charles yang sangat peduli pada perubahan iklim global. Restorasi ekosistem adalah salah satu cara yang cukup efektif untuk melawan deforestasi yang tak terbendung, sehingga dapat turut membantu mencegah pemanasan global dan perubahan iklim.
Ani mengakui, tidak mudah bagi Burung Indonesia untuk meyakinkan para pihak dan meraih dukungan untuk mewujudkan cita-cita besar tersebut. Apalagi, pada saat inisiatif restorasi ekosistem mulai dirintis, belum ada payung hukum yang mengakomodasi restorasi hutan produksi.
Dia mengatakan, melalui kerja sama yang baik, khususnya dengan Departemen Kehutanan sejak tahun 2004, dan dengan dukungan Prince of Wales pula, akhirnya pada awal 2008, Burung Indonesia dan mitranya mendapat izin konsesi restorasi ekosistem pada hutan produksi di Sumatera Selatan untuk 100 tahun.
"Konsesi tersebut merupakan bagian dari kawasan hutan seluas 101.000 hektare yang telah ditunjuk oleh Menteri Kehutanan sebagai lokasi pertama restorasi ekosistem di Indonesia. Kawasan tersebut dikenal sebagai Harapan Rainforest," tutur Ani.
Areal yang telah memiliki izin tersebut merupakan hutan dataran rendah kering bekas tebangan seluas 52.170 hektare. Dari hasil interpretasi citra landsat dan survei lapangan, kawasan restorasi ekosistem ini terdiri atas 21 persen hutan produktif, 32 persen hutan kurang produktif, dan 47 persen hutan tidak produktif.
Sumber : suarapembaruan.com/Tmy